Sinar matahari kini sudah berganti dengan sinar bulan, itu artinya hari sudah Malam. Bagas, pemuda itu sekarang masih menelusuri jalanan berharap akan menemukan seseorang yang ia cari. Sudah hampir empat jam Bagas mencari keberadaan kakaknya.
" Kak, kakak di mana sekarang?"
Bagas menghentikan motornya ketika pandangan tak sengaja melihat seseorang yang ia yakini itu adalah kakaknya Bastian, dengan cepat ia turun dari motor kemudian menghampiri pemuda yang sedang makan di warung pinggir jalan.
"Kak, Kakak kemana a- " Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya, ketika yang ia panggil itu ternyata bukan kakaknya.
" Iya, ada apa?" Tanya pemuda itu menoleh pada Bagas yang diam.
" Hmm.. maaf bang. gue salah orang, Tadi gue pikir lu kakak gue, Maaf ya? Ujarnya merasa tidak enak sudah mengganggu acara makan pemuda itu.
"Oh, gapapa? Santai aja kali, muka lu kaga usah tegang gitu." Ujar pemuda itu terkekeh melihat ekspresi Bagas tadi.
"Hah! Ya udah gue permisi Kak, sekali lagi gue minta maaf ya." Ucap Bagas lalu segera pergi dari sana.
.
.
.
." Ris, gue boleh nanya sesuatu sama lu?" Ujar Tian dengan memandang langit yang sekarang ada banyak bintang bintang, karena saat ini mereka berada di taman belakang panti asuhan.
Setelah tadi bermain dengan anak anak dan makan malam bersama, Tian juga Haris pergi ke taman belakang panti sekedar untuk istirahat sebentar.
"Hm, kalo mau nanya, ya.. nanya aja." Aneh lu!" Ucap Haris merasa ada yang aneh dengan sikap sahabatnya hari ini.
Hening, itulah yang sekarang terjadi di antara mereka berdua, Tian mau pun Haris sibuk dengan pikiran mereka masing masing. Hingga satu Pertanyaan yang terlontar dari mulut Bastian membuat situasi yang tadinya sunyi kini berubah menjadi tak bersahabat.
"Ris, jika nanti gue udah gak ada, jangan lupain gue ya?" Kata Tian tanpa melihat Haris yang sudah menahan emosinya.
"Ris gue --"
"Sekali lagi lu ngomong yang aneh aneh, gue gampar!!" jawabnya marah. dengan mata memerah menahan diri agar tidak kelepasan, rasanya ia ingin sekali memukul Bastian.
" Gue gak mau denger apa pun lagi, kalau lu masih ngomong yang aneh lagi, gue gak mau jadi sahabat lu lagi. paham lu!" Haris memilih untuk masuk kembali ke dalam panti asuhan meninggalkan Bastian yang terus memanggilnya tapi tak di hiraukan.
Entah sudah berapa kali Bastian selalu mengucapkan kata kata tentang perpisahan, dan itu membuat keluarganya begitu juga Haris semakin merasa sedih.
Namun Bastian justru bersikap seolah dirinya baik baik saja, selalu menggap penyakitnya itu hal yang sepele.
Bastian menghela nafasnya berat, apa dia salah bicara? Kenapa Haris sampai marah begitu, dia kan cuma mau bilang" jika atau seandainya.
Tak ingin sahabatnya itu marah lebih lama dengannya, Tian buru buru menyusul Haris ke dalam panti Karena ia sekarang ada di taman belakang panti asuhan.
"Haris.. tungguin gue...!" Gue minta maaf kalo salah ngomong tadi.." Tian terus memanggil Haris sambil sedikit berlari.
Hingga ketika Tian hampir sampai di depan pintu, tiba tiba saja sakit di pinggangnya muncul kembali.
"Arghh.. napa harus sekarang Sih" sakit... banget... Ssstt..." Batinya. Bastian memejamkan matanya seraya menggigit bibirnya menahan rasa sakit yang semakin menjadi jadi, dengan susah payah Bastian berjalan pelan dengan berpegangan tembok yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Haram
Teen FictionAKU BUKAN ANAK HARAM..... Teriak seorang anak kecil berusia 6 tahun sambil menangis terduduk di sebuah bangku taman sehingga semua orang orang yang ada di sekitar melihatnya dengan berbagai macam ekspresi. Mengapa dunia begitu kejam padanya, takdir...