Keadaan Bastian sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, kini ia sudah di perbolehkan pulang. Tapi dengan catatan Tian harus banyak istirahat dan juga tidak boleh terlalu kelelahan. Selain itu ia juga harus rajin cek up dua Minggu sekali, dan melakukan cuci darah sebulan sekali tergantung kondisi ginjalnya saat ini sebelum menemukan donor yang cocok untuk Tian.
"Gimna? sudah semua gak ada yang ketinggalan kan." Ucap Adam melihat Bagas yang sudah selesai merapikan pakaian kakaknya ke dalam tas.
"Udah kok, dad. Udah semua."
"Oke, kalo begitu, yukk, pulang sekarang Daddy sudah selesein semuanya," ucap Adam dengan mendorong kursi roda yang di duduki Bastian.
"Om,- maksud aku Ayah, aku bisa sendiri," ucap Tian menghentikan kursi rodanya.
"Gapapa? Biar ayah yang dorong, Ayah seneng lihat Kamu sekarang sudah bisa pulang. Dan juga ayah ingin berterima kasih sama Kamu Nak." Ucap Adam yang saat ini sudah berjongkok di depan Bastian.
"Bastian, ayah tau kamu pasti belum bisa memaafkan ayah, gapapa, ayah mengerti. Tapi, ayah mohon izinin ayah rawat kamu menjaga Kamu ya, Nak."
Bastian hanya diam ia tak menyangka ayahnya akan berkata seperti itu padanya, karena dari dulu kata kata itulah yang Bastian inginkan. namun nyatanya dulu ayahnya tak pernah menjenguknya di panti asuhan sama sekali. Bahkan mengakui dirinya sebagai anak pun, ayahnya tak mau tapi sekarang, apakah ayahnya sudah berubah dan benar benar menyesal seperti yang ayahnya katakan. Sungguh Bastian sangat takut jika semua ini hanya sementara karena saat ini ia sedang sakit. Bastian hanya tidak ingin terlalu banyak berharap jika pada akhirnya ia akan kecewa lagi seperti dulu ia tak ingin merasakan sakit hati untuk kedua kalinya cukup sekali saja ia tak mau merasakan lagi.
"Kak, kak Tian," panggil Bagas yang ada di samping Tian.
"Haah, iya ..ada apa Gas?"
"Kak Tian kenapa? Di ajak ngomong Daddy kok diem aja."
"Ya Tian, Kamu baik baik aja kan, ada yang sakit ya.. biar ayah panggil dokter Raka ya?" ucap Adam yang hendak berdiri namun tangannya di tahan oleh Tian.
"Gak usah a-yah.. aku gapapa. jangan panggil Om Raka," mohon Tian yang masih memegang tangan ayahnya.
Adam dan Bagas saling tatap lalu setelahnya mereka Mengangguk.
"Ya udah, kita pulang sekarang," ajak Adam dan di angguki Bagas dan Tian.
Setelah satu jam perjalanan mobil yang di tumpangi Adam, Bagas dan Bastian pun sudah sampai di rumah milik Adam. Bagas keluar terlebih dahulu untuk mengambil kursi roda, sedangkan Adam membantu Tian keluar dari mobil dan mendudukan Tian di kursi rodanya.
Shinta, istri Adam yang mendengar suara mobil segera keluar. dan benar saja suami dan anaknya sudah datang.
"Mas, Bagas Bastian. akhirnya kalian sampai juga," ucap Shinta.
"Bastian, Nak. Apa kabar? Gimna kamu beneran sudah mendingan. Kamu beneran baik baik aja sekarang."
"Aku sudah gapapa kok Tan-"
"Panggil mommy atau ibu," ucap Shinta memotong ucapan Tian.
"I-ibu.. " ucap Tian lirih namun masih bisa di dengar mereka bertiga.
"Iya, panggil saya ibu ya? Karena mulai sekarang... Bastian juga anak ibu, kakaknya Bagas," ucap Shinta seraya tersenyum dan mengelus rambut Tian.
Bastian yang mendapat perlakuan seperti itu, membuat ia teringat akan bundanya. Tampa sadar Tian meneteskan air matanya. sontak membuat Adam, Bagas maupun Shinta khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Haram
Ficção AdolescenteAKU BUKAN ANAK HARAM..... Teriak seorang anak kecil berusia 6 tahun sambil menangis terduduk di sebuah bangku taman sehingga semua orang orang yang ada di sekitar melihatnya dengan berbagai macam ekspresi. Mengapa dunia begitu kejam padanya, takdir...