30. Dia sudah pergi

266 5 0
                                    


Di sebuah ruangan yang berbau khas obat obatan, di mana hanya ada suara dari mesin EkG yang terdengar. Di sinilah seorang pemuda terbaring lemah tak berdaya, dengan banyaknya alat alat medis yang menempel di tubuhnya. Tak lupa masker oksigen yang menutupi mulut dan hidungnya, Bastian. Pemuda itu kini masih setia memejamkan matanya setelah dua hari lalu sempat mengalami henti jantung.

"Nak, kapan kamu bangun, baru kemarin kamu membuka mata setelah dua bulan, dan sekarang Kenapa? Kenapa kamu-" Adam tak mampu melanjutkan ucapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Nak, kapan kamu bangun, baru kemarin kamu membuka mata setelah dua bulan, dan sekarang Kenapa? Kenapa kamu-" Adam tak mampu melanjutkan ucapnya. Rasa sesak di dadanya semakin membuatnya hampir tak bisa bernapas, ingin rasanya ia menggantikan posisi putranya itu. Adam berharap andai dirinya bisa memutar waktu, Adam ingin semua penderitaan dan rasa sakit yang di alami oleh Bastian, biar dirinya saja yang merasakannya.

Shinta bangkit dari duduknya, menghampiri suaminya yang sudah satu jam berdiri di depan ruang ICU menatap putranya, di balik kaca dapat ia lihat di dalam sana Bastian masih setia menutup matanya, di dalam sana ada dokter Raka yang tengah memeriksa keadaan Bastian.

"Mas, panggil Shinta, aku yakin Tian akan segera bangun. Jadi mas jangan seperti ini? Jika Tian tau, dia pasti akan sedih." Ucapnya menenangkan suaminya yang kini sudah menangis di pelukannya.

Shinta menuntun Adam menyuruhnya untuk duduk, Adam tak menolak ia juga merasa lelah dari awal datang yang dirinya lakukan hanyalah berdiri di depan ruang ICU melihat putranya .

Ceklek!

Suara pintu terbuka, terlihat dokter Raka keluar dari ruangan itu, Adam dan Shinta segera menanyakan bagaimana keadaan Bastian.

" Ka, bagaimana putraku?! Dia baik baik aja kan? Dia sudah sadar!"

Dokter Raka menghela napas berat sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya itu.

"Dam, Bastian..." Dokter Raka seperti tak sanggup mengatakan apa yang sebenarnya terjadi tentang Bastian pada Adam selaku Ayah kandung Bastian, ia sudah menganggap Tian seperti putranya sendiri, ya.. meskipun dirinya belum menikah. Tapi, ia sudah tau bahkan melihat sendiri perjuangan hidup Bastian.

Apa lagi semenjak dirinya menjadi dokter yang menangani penyakit ginjal Bastian, dan setiap kali ia melihat bagaimana Bastian kesakitan entah kenapa? Dirinya juga merasakan sakit. Padahal dirinya dan Tian hanyalah orang asing yang kebetulan bertemu. Di tambah Haris keponakanya adalah sahabatnya Tian.

"Bastian sudah sadar, Dia sedang nungguin Ayahnya" ucapnya karena memang saat ini Bastian sudah sadar dan ingin bertemu Ayahnya.

Katanya ada yang mau ia bicarakan dengan Ayahnya saja.

"Temui dia Dam, hapus air mata lu" ujar dokter Raka sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Adam lalu membisikkan sesuatu pada Adam.

"Apapun yang terjadi nantinya, lu harus ikhlasin dia. Bastian anak hebat, kuat. Gue sebagai dokternya udah berusaha melakukan yang terbaik untuk Bastian, tapi segala sesuatunya hanya Tuhan yang menentukan."

Bukan Anak HaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang