Nadien tak pernah menyangka bisa jatuh hati pada musuhnya. Laki-laki yang selalu membuatnya berteriak hingga sakit kepala. Laki-laki yang sepertinya akan gatal-gatal jika sehari saja tak mengganggunya.
Tetapi, apa jadinya jika hanya dia sendiri ya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepertinya mendiamkan Wirya, mengabaikan pesan dan telepon dari laki-laki itu adalah keputusan yang salah. Sekarang Wirya ada di depan pintu apartemennya, hanya menggunakan celana training dan kaos, rambutnya terlihat sedikit berantakan bahkan laki-laki itu hanya menggunakan sandal jepit.
"Kok lu ada disini? kok bisa?" tanya Nadien kaget, karena hanya penghuni yang bisa masuk hingga ke unit apartemen seperti ini.
"Bisa aja" jawab Wirya
Kening Nadien mengernyit, "Kak Viggo punya kartu yang lain?"
"Hmm gak begitu, tapi gampangnya mungkin anggep aja begitu"
Kerutan di kening Nadien semakin dalam "Maksud lu?"
Tiba-tiba Wirya mengangkat tangannya menunjukan kartu akses, lalu tangan lainnya menunjuk unit di depan unit Nadien "Itu apart gua"
"Sejak kapan?!" pekik Nadien
"Sejak semalem, itu punya Bang Viggo juga, gua minta"
Kali ini Nadien hanya bisa menganga tak ada komentar, Kakak iparnya itu sedikit menyebalkan. Bagaimana bisa membiarkan Wirya menempati unit yang ada di depan unit Nadien.
"Demi bisa ketemu lu, gua harus gantiin dia meeting ke luar sebulan nanti. Jadi bisa gak kita ngobrol?" tanya Wirya
Kepala Nadien masih memproses informasi apa yang baru saja ia terima, ia bahkan tak bisa mengelak sekarang.
"Chat -bawel- lu yang terakhir gua terima, telepon gua selalu lu reject, nungguin lu di cafe juga gak pernah nongol, di parkiran apart juga sama, ini satu-satunya cara gua bisa ketemu lu tanpa harus nebak lu ada dimana, keluar lewat pintu mana. Jadi bisa kan gua dapet waktu lu buat ngobrol?" lanjut Wirya menjelaskan segala hal yang beberapa hari ini terjadi.
Entah sudah berapa hari Nadien menghindari Wirya, bahkan ia tak pergi ke cafe saat Wirya ada disana, ia tahu dari Satria, karena setiap kali Wirya datang, Satria selalu memberitahunya, seolah tahu bahwa laki-laki yang Nadien maksud tempo hari adalah Wirya. Nadien tak ingin memikirkan Satria tahu atau tidak, ia hanya butuh menghindari Wirya kemarin. Tapi ternyata Wirya lebih keras kepala dari yang Nadien bayangkan, bagaimana bisa laki-laki itu ada dihadapannya sekarang?
"Nad?" panggil Wirya, kali ini Nadien mengerjap
"Gua harus ngerjain bab tiga"
"Ini masih jam tujuh pagi, perpus juga belum buka, mood lu buat skripsian pasti belum ada juga" ucap Wirya
Semua yang dikatakan Wirya benar, ini masih terlalu pagi dan Nadien belum mood mengerjakan skripsi di pagi hari.
"Ngomong nya gak bisa besok-besok aja?" tanya Nadien