Bagian 1 : Niana

318 21 0
                                    













"Bahkan jika kau adalah sebongkah arang yang membara, aku akan tetap memelukmu dan membiarkan diriku terbakar bersamamu"

- Niana Guiden-






***
























Bagaimana rasanya jatuh hati? Tentu saja bagian tersebut adalah hal yang mendebarkan, di mana rasanya darah mengalir lebih cepat memompa ke arah jantung lalu membuat debaran yang begitu menyenangkan. Setidaknya sekali, sekali saja seumur hidup aku sebagai perempuan merasakannya.

Pelukan erat sosok lelaki yang tengah mendekapku erat dengan tangannya yang gagah dan hangat, aku dapat merasakan bagaimana perasaan itu menguasaiku, kasih, cinta, asmara yang mendebarkan. Aku merasa begitu senang menginjak dunia lalu menemukannya.

Tetapi sebelum rangkaian cerita ini berlanjut aku ingin perkenalkan diri terlebih dahulu, namaku Niana Guiden, aku lahir di Amsterdam dua puluh lima tahun yang lalu. Ayahku berkebangsaan Belanda sementara ibuku adalah perempuan Jawa yang sangat modern. Orangtuaku bilang mereka tak sengaja bertemu saat melakukan studi, lebih tepatnya ibuku yang pergi merantau untuk belajar di negeri seribu kincir itu.

Lagi-lagi, aku percaya takdirlah yang mempersatukan mereka, jarak usia yang terpaut jauh di antara mereka di mana ibuku masih berusia dua puluh lima sementara ayahku merupakan lelaki berusia empat puluh merupakan sebuah takdir yang begitu indah. Tuhan mempertemukan mereka, lalu membawaku ke dunia yang sayangnya terkadang begitu kejam.

Sampai saat di mana kekejaman yang aku pikirkan berubah menjadi sebuah kisah yang begitu mendebarkan. Ya, anggap saja aku wanita gila yang begitu mengagung-agungkan cinta, namun sekalipun tak pernah terbayangkan betapa bahagianya memiliki perasaan itu. Walaupun tak selalu sempurna karena--

Deringan ponsel yang begitu aku hapal terdengar begitu nyaring, dering itu merupakan sebuah nada yang sengaja di buat berbeda oleh si empunya. Sejujurnya di telingaku deringat tersebut merupakan pemantik rasa cemburu yang selalu berhasil membuatku meremat kuat apapun yang berada di sekitar. Seperti saat aku meremat ujung kain selimut yang tengah kami kenakan berdua, ya, aku dan lelaki yang masih terlihat lelap dalam tidurnya kami bertelanjang dan menyelimuti tubuh polos kami dengan satu kain yang sama. Itu merupakan sebuah hal yang biasa.


"Kak Juan, bangun, Mbak Rissa udah telpon," Ujarku lembut sembari mengusap lembut wajah lelaki dengan rambut gondrong itu. Wajah tampannya begitu lelap dan tenang membuatku kian merasa cemburu karena ketika dering ponsel itu membuatnya terjaga artinya Juan akan meninggalkanku di dalam apartmen yang dingin. Sejujurnya, aku membenci ketika di tinggalkan sendiri apalagi oleh Juan lelaki yang begitu aku cintai.


Lelaki itu menggeliat lalu mendusalkan kepalanya ke arahku, Juan selalu bertingkah seperti kucing yang manja terhadap induknya, Juan bilang dia melakukan itu hanya kepadaku, bolehkah aku mempercayai ucapannya?

"Biarin aja, nanti juga mati sendiri," Jawaban separuh menggumam yang Juan ucapkan begitu seksi di telingaku.

"Kamu ke kantor, gak, hari ini? Soalnya aku ada jadwal pemotretan," Aku terus mengusapi rambutnya yang begitu harum shampoo khas sama dengan miliku.

"Nanti siang aku ke kantor," Ujarnya. Namun aku tak perlu besar kepala, Juan adalah seorang lelaki yang tak mungkin membiarkan istrinya cemas karena telpon yang tak terjawab, walaupun ujarnya seolah menenangkanku nyatanya Juan beranjak dari atas kasur lalu pergi menjawab panggilan dari sang istri.

Wanita yang begitu Juan Cintai.



















Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Tbc ...




Vote Buat Chapter selanjutnya!




















BACKBURNER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang