Bagian 17 : Di buang

132 15 1
                                    

















Yumi segera bergegas menuju apartmen milik sahabatnya ketika ia mendengar Niana menangis sesenggukan, bahkan Yumi ijin meninggalkan set pemotretan dengan riasan yang masih menempel di wajahnya. Ia tahu bagaimana sulitnya hidup Niana selama ini dan tak mungkin ia mengabaikan Niana yang sedang dalam keadaan tak baik.

Ketika kakinya menginjak lantai unit sang sahabat, perempuan itu bergegas masuk karena memang mengetahui password masuk pintu apartmen Niana. Ia dapat mendengar isak lirih Niana dari dalam kamar perempuan itu, dengan begitu khawatir Yumi segera bergegas menghampiri.

"Na, kenapa, ada apa?" Tanya Yumi sembari memeluk sahabatnya itu.

"Gue gimana, Yum, Juan pasti buang gue, Juan bakalan ninggalin gue," Begitu lirihnya, Yumi yang masih tak tahu apa-apa hanya terus berusaha menenangkan tak ingin bertanya apapun. Membiarkan Niana selesai dengan air matanya lalu bercerita sendiri.

Setelah menunggu selama hampir satu jam akhirnya Niana tenang, menangis hingga kelelahan lalu menyadari tangisan tak akan menyelesaikan masalah atau lebih tepatnya, buah dari kebodohannya sendiri.

"Gue hamil," Begitu, ucapan singkat namun berhasil membuat hati Yumi mencelos. Niana lagi-lagi bertingkah bodoh dengan mengabaikan peringatannya.

Ingin rasanya Yumi marah dan mencerca sahabatnya itu namun ia tak mungkin melakukannya di situasi tersebut, "you are kidding, right?" Tanya Yumi tak percaya.

"No, i'm not ... " Niana kemudian memberikan sebuah amplop putih dengan logo rumah sakit yang kian membuat Yumi naik darah.

"Are you crazy Niana? Lo periksa di rumah sakit keluarganya Marissa?"

Niana tertegun, ia baru menyadari telah melakukan kesalahan karena kepalang panik ia tak mengetahui rumah sakit mana yang ia datangi. Sebut saja ia tolol padahal Juan seringkali menyebut-nyebut nama rumah sakit tersebut.

Lalu tangisan histeris Niana kembali pecah namun Yumi sudah tak memiliki kekuatan untuk berkata-kata, ia hanya mengusak rambutnya sendiri. Itu kesalahannya, sebuah kesalahan besar membuat Niana bertemu dengan Juan, Yumi tak menyangka betapa brengseknya seorang Juandanu.




















***










Dian, sang dokter kandungan yang merupakan adik dari ibu Marissa terlihat memasang raut tenang, namun tak begitu dengan bagaimana Marissa menunggu kata apa yang akan terucap dari perempuan empat puluh tahunan itu. Marissa tahu itu bukanlah hal yang baik, Dian tak akan bersikap tenang jika hasilnya baik, ia mungkin akan memeluk Marissa lalu mengucapkan sebuah kalimat syukur.

"Enggak, kan, Tante?" Ujar Marissa mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Berharap hasilnya akan baik-baik saja.

"Hasilnya ... " Dian meraih tangan Marissa lalu mengusap punggung tangannya lembut, "kurang baik, tapi kita masih punya Tuhan, Rissa Tuhan pasti punya keajaiban-"

"Aku kenapa Tante?" Ulang Marissa kali itu air matanya tak dapat lagi bisa ia bendung, "aku PCOS kan, Tante?" Tanya Marissa sembari terisak.

Dian tak menjawab, namun perempuan itu berdiri, lalu berjalan menghampiri Marissa kemudian memeluknya erat, "i'm so, sorry for you, Sayang .... "

Ya, benar dugaannya, ia mengalami Polycystic Ovarian Syndrom, sebuah penyakit yang telah ia perkirakan, penyakit yang seringkali ia tampik setiap kali Marissa menebak-nebaknya. Ia berlatar belakang seorang dokter dan tentu saja Marissa pernah mendengar serta mengetahui penyakit tersebut.

Dian sengaja membiarkan Marissa menangis di ruangannya, menunggu perempuan itu hingga tenang dan memeluknya dengan erat. Fakta jika ia adalah musabab pernikahannya belum juga memiliki keturunan adalah hal semakin menyakitkan untuk ia terima.

Lalu di tengah tangisnya Marissa teringat dengan kehadiran Niana yang sebelumya datang ke tempat yang sama dengannya, "Tante ... " Ujar Marissa di sela tangis lirihnya.

"Ya, Sayang?" Tanya Dian dengan penuh perhatian.

"Niana ... Datang ke sini buat periksa kehamilan, dia hamil?" Tanya Marissa langsung pada intinya. Untuk sesaat Dian tak menjawab butuh waktu beberapa detik hingga akhirnya Dian mengangguk.

"Iya, Sayang," Jawaban singkat Dian bak petir di siang bolong bagi Marissa. Walaupun Dian tak mengetahui alasan Marissa bertanya namun ia tak ingin membuat alasan untuk tak menjawab.

Di saat Marissa harus menangis menelan fakta jika ia nyaris tak bisa memberikan keturunan untuk sang suami, perempuan lain malah mengandung benih dari suaminya. Itu adalah hal yang paling menyakitkan bagi Marissa, lebih sakit di bandingkan dengan fakta jika Juan bermain api di belakangnya.

Akhirnya, Juan akan membuangnya dan memilih pergi bersama Niana, membuat keluarga baru dan meninggalkan perempuan yang tak berguna sepertinya.



























Tbc ...

Yang sakit dua-duanya, kan?

Jgn lupa vote dan komentari!






BACKBURNER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang