Bagian 18 : sama-sama tau

100 13 7
                                    



















Banyak orang berkata, jika kebaikan jarang berpihak kepada orang baik tapi malah sebaliknya, Tuhan menguji hambanya untuk membuat hambanya semakin kuat. Lalu, apakah hal tersebut yang tengah Marissa alami namun sampai mana ia dapat menahannya? Kesakitan yang kian menyebar ke seluruh jiwanya bukan hanya sekedar luka di hati. Rasanya dunianya akan hancur dan kehancuran itu sudah berada tepat di depan matanya.

Butuh waktu sedikit lama untuk memikirkan, langkah apa yang harus di ambilnya saat rumah tangga yang tengah ia bina seakan tengah berada di ujung tanduk. Walaupun dalam hatinya, Marissa masih ingin percaya jika harapan Juan akan lebih memilihnya masihlah ada, walaupun hanya setitik.

Tak salah, Niana hanyalah sebuah persimpangan yang Juan hinggapi sejenak dan pada akhirnya Juan akan tetap memilih bersama seseorang seperti Marissa, Bukankah begitu?

"Kehancuran lo sekarang, gak akan ngerubah apapun Marissa, yang harus lo lakuin adalah pertahanin sesuatu yang sedari awal emang punya lo. Jangan mau kalah!" Ucap Vero, perempuan itu tengah berkata menggebu-gebu, memeluk kerapuhan seorang Marissa yang segera berlari ke arahnya dan mengatakan segala fakta yang sebelumnya coba Marissa tutupi rapat-rapat. Namun biarkanlah, sekalipun dunia tau yang terjadi hanya akan ada dua pilihan, Juan memilih tetap bersamanya atau pergi bersama Niana dan menghancurkan rumah tangga mereka.

"Apa yang harus gue lakuin Ver, gue gak tau lagi hal mana yang bener dan yang salah, gue rasanya hancur banget," Marissa berujar dengan tangis yang masih belum mereda dalam pelukan Vero.

"Lo mau pake cara jahat atau cara baik-baik? Dan gue rasa, cara baik-baik gak akan berjalan kali ini Ris, sekali-kali lo harus bertindak keras buat ngasih tau kalo lo gak selemah itu di depan suami brengsek lo dan selingkuhannya."



















***

















"Jadi, lo mau gimana sekarang? Lo masih punya banyak pilihan di umur kandungan lo  yang masih empat minggu, makin gede bayinya makin bahaya kalo lo tiba-tiba pengen aborsi."

Pertanyaan sekaligus saran dari Yumi membuat Niana yang hanya duduk di atas ranjang dengan tatapan kosong tak mampu berkata. Benar, ia tahu persis jika keputusannya saat itu akan mempengaruhi hidupnya selamanya.

"Gue cinta sama Juan ... "

"Is that matter right now? Na! Please, gue mohon gunain akal sehat lo, cowok brengsek kaya Juan gak mungkin mau tanggung jawab--"

"I know dan gue lebih sayang sama anak ini. Gue gak mau dia bernasib sama kaya gue, Yum. Gue gak mau dia kekurangan kasih sayang."

Yumi terdiam, tak tahu harus berkata apa. Yumi tahu jelas bagaimana latar belakang sahabatnya dan kebodohan Niana saat ini pasti juga mengguncang untuknya.

"Gue mau ketemu Buk Rissa dan ngakuin segalanya .... "

"Na lo serius? Lo punya rencana apa buat ketemu Marissa, dia itu bisa bikin lo gugurin anak lo tanpa Juan tau--"

"Gue ada cara, pasti ada cara," Niana yang masih dengan wajah pucatnya tersenyum, "makasih udah khawatir sama gue dan maafin gue yang gagal jaga diri gue sendiri, Yum. Tapi gue gak bener-bener nyeselin semua ini. Karena dari Juan gue sadar cinta gak seburuk itu walaupun gue juga jadi sadar kenapa gue lahir dari ibu yang bodoh."




















Seperti apa yang Niana katakan pada Yumi, sore hari, setelah keduanya pulang bekerja Marissa menyetujui ajakan Niana untuk bertemu. Bahkan tanpa di rencanakan baik Marissa maupun Niana sama sekali tak membicarakan prihal apa yang terjadi kepada Juan, mereka masih merahasiakan segalanya dengan begitu baik. Hanyasaja mata sembab Marissa yang sangat kentara sempat di pertanyakan sang suami namun ia berkilah dengan berbagai alasan pada akhirnya hingga Juan percaya.

Suasa restauran Jepang yang cukup tenang memiliki ruangan private sengaja Niana pilih lantaran tak ingin pembicaraan yang mungkin akan menjadi sensitif dapat di dengar oranglain. Tentu saja Marissa setuju karena iapun ingin begitu.

"Halo, Buk Rissa," Sapa Niana ramah, perempuan yang merupakan istri dari sang kekasih itu terlihat begitu anggun dengan pakaian semi formal juga riasa tipis di wajahnya.

"Halo," Sapa Rissa tak kalah ramah. Tangannya mengepal erat berusaha untuk tak segera melakukan adegan brutal terhadap wanita yang tengah mengandung janin yang kemungkinan dari suaminya itu.

"Silahkan duduk," Ujar Niana kemudian Marissa duduk berseberangan dengan perempuan yang juga terlihat tak baik-baik saja. Marissa segera dapat menebak keadaan Niana juga tak jauh berbeda darinya, ketakutan akan di tinggalkan, mungkin.

"Saya udah pesen--"

"Langsung aja Niana, ini soal anak di kandungan kamu, kan?"
























Tbc ...

Jgn lupa vote dan komentari ...







BACKBURNER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang