Bagian 27 : dari Niana [END]

218 18 7
                                    














Semua orang membuat kesalahan, semua orang sempat menyia-nyiakan hidupnya, semua orang pernah menderita semua orang juga pernah bahagia. Entah bahagia seperti apa, kebahagiaan semu? Entahlah aku sepertinya bukan orang yang pandai menjelaskan sebuah kebahagiaan.

tolong jangan salah pahami, aku tak sedang menjadi seseorang yang berlagak menjadi korban yang paling tersakiti. Yang perlu di ketahui adalah, jelas, akulah yang membuat masalah lalu membuat kesalahan lain yang rupanya berbuah karma yang sangat menyiksa. Rasa bersalah yang membuatku sadar betapa bodohnya aku, aku terlena, berharap kepada seseorang yang aku pikir akan memberikanku bahagia. Walaupun aku sendiri telah mengetahui bahwa semuanya hanyalah angan. Kebahagiaan macam apa yang di dapatkan dari rasa sakit oranglain?

Aku akan menceritakan latar belakangku terlebih dahulu, sebagai sedikitnya alasan namun perlu di ingat jika apa yang hendak aku katakan bukanlah sebuah pembenaran, sungguh aku tak bermaksud begitu. Namun, rasa-rasanya aku hanya mencontoh apa yang ibuku lakukan, menikahi seorang beristri karena melakukan kesalahan dengan mengandungku dan berakhir dengan sebuah perceraian dan penelantaranku.

Katakanlah aku yang bodoh karena mencontoh hal yang buruk yang di lakukan ibuku, bahkan ketika aku sendirilah yang menjadi korban. Ibuku di tinggalkan dan menjadi gila bahkan tak mengurusku dengan baik. Semuanya sungguh berantakan sampai pada titik di mana Juan hadir dan menjeratku dengan berbagai tingkah lakunya yang hangat.

Lagi-lagi, akupun tak jauh berbeda dengan ibuku, bodoh, mudah di rayu, dan buta. Namun bukankah begitu kenyataannya, buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya?

Aku menyesalinya setiap hari, setiap saat, setiap malam, setiap saat kepalaku mengingat jika aku telah menyakiti perempuan sebaik Marissa, bahkan ketika kini aku tengah memeluk buah hatiku yang tak akan pernah menjadi miliku. Namun rasa-rasanya untuk memberikan kepercayaan pada Marissa membesarkan Aleysia bukanlah sebuah kesalahan.

Perempuan itu seperti malaikat yang jatuh dari surga, maka teganya aku pernah melukai hatinya, iblis di sini adalah aku dan Juan, bahkan mungkin hanya aku. Juan hanyalah seorang pria biasa yang suka bermain-main dan akulah orang tak tahu diri yang suka rela menjadi mainannya.

Ini tak akan lama, pelukanku dan Aleysia tak akan lama, hanya akan berlalu bagaikan mimpi yang begitu indah.

"Tante cantik sekali, kenapa nangis?" Pertanyaan yang sontak membuatku menangis lebih keras. Matanya serupa mataku, raut wajahnya menyerupai Juan, sangat persis entah apa lelaki itu menyadarinya atau tidak. Namun aku akui kepintaran Marissa hingga seluruh keluarganya tak mempertanyakan prihal dari mana kemiripan Juan dan putri angkatnya itu berasal.

"Tante suka anak kecil, makanya Tante nangis, Sayang," Aku menyentuh wajahnya yang begitu kecil bahkan mungkin hanya seukuran telapak tangan, "kamu sudah makan?" Tanyaku dengan lelehan air mata.

"Sudah, Tante. Ibu selalu bawain Aley bekal ke sekolah."

Ah rasanya mendengar itu membuatku begitu iri. Keirian yang sama sekali tak pantas, aku mengangguk, "makan yang banyak, Nak, biar Ibu gak sedih."

"Aku makan banyak Tante, masakan Ibu semuanya enak."

Aku kembali mengangguk, mengusap air mataku. Rasanya sudah cukup, mendengar Aleysia membanggakan Marissa membuatku semakin yakin jika Marissa menyayanginya sepenuh hati seperti yang ia janjikan.

"Tante makan yang banyak juga, biar gak sakit. Kata Ibu aku makan banyak biar gak sakit juga."

"Pasti Sayang," Aku mencium sekilas pipinya. Kemudian aku menyadari jika Marissa memperhatikanku dengan raut yang tak dapat di jelaskan namun air mata terlihat meleleh di pipinya.

Aku melepaskan pelukanku pada Aleysia lalu berdiri. Bersiap untuk meninggalkan segalanya, melepaskan satu-satunya hal yang mungkin akan menjadi sebuah penebusan dosaku yang sempurna dan akan aku bayar dengan penyiksaan seumur hidup.

"Buk, saya pulang dulu," Ucapku dengan mata yang masih setia memandangi putri kecilku yang tengah tersenyum ramah.

Marissa terlihat mengangguk, lalu menariku ke dalam pelukannya,"hiduplah dengan baik di luar sana Niana, kamu masih muda, cantik dan baik. Masih banyak kesempatan dan ketemu sama laki-laki baik, jangan pernah ulangin kesalahan yang sama," Ujar Marissa.

Tangisku kembali pecah bahkan kali itu aku tergugu dalam pelukan Marissa aku mendekapnya erat, mengucapkan beribu terimakasih bahkan rasa terimakasih juga karena menamai putriku dengan nama yang aku inginkan.

Aku lepaskan dekapanku pada Marissa lalu sekali lagi untuk terakhir kalinya menatap Aleysia, merekamnya dengan jelas dalam ingatan agar aku tak melupakannya.

Aku lalu beranjak pergi, melangkahkan kaki keluar dari rumah besar itu. Memastikan meninggalkan hatiku bersama Aleysia di dalam sana, semoga perasaanku dapat membawanya kepada kebahagiaan yang abadi, membawanya kepada cinta yang sempurna, menjalani hidup dengan bahagia dan selalu di kelilingi orang-orang baik.

Ibu titipkan segala cinta dan kasih sayangku untukmu, Aleysia putriku, yang tak akan pernah menjadi miliku. Bahagialah selalu dalam dekapan orang-orang baik.


























END ...



Terimakasih untuk segala perhatian dan supportnya untuk cerita ini. Sampai jumpa di buku-buku selanjutnya dan jangan lupa buat selalu berbuat baik readersnim.

-anak_ayambiru-










BACKBURNER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang