Bagian 13 : Tembok berbicara

128 14 2
                                    

















Marissa menatap meja riasnya, bibirnya tersenyum getir saat melihat seberapa banyak brand kecantikan yang ia gunakan mengingatkannya akan rasa pahit yang harus ia telan, alasan mensupport brand artis suaminya? Tentu saja Juan berpikir demikian dan lelaki itu terlihat begitu bangga dengan apa yang dirinya lakukan.

Namun sebenarnya yang terjadi adalah, tidak, Marissa hanya tengah berusaha keras menjadi sesuatu yang mungkin selama ini Juan dambakan, mungkin lelaki itu bosan terhadapnya. Jika di pikirkan berapa lama mereka bersama, sudah terlalu lama jadi tak heran jika Juan merasa bosan dan sedikit bersenang-senang di belakangnya. Marissa dapat mengerti itu, sangat.

Hubungan Juan dan Niana setahun ke belakang, sudah Marissa ketahui tak mungkin ia tak tahu bahkan tembokpun bisa berbicara di tambah bagaimana Juan menatap Niana adalah tatapan yang Marissa kenali, tatapan jatuh hati Juan adalah sebuah hal yang amat Marissa hapal. Juan pernah melihatnya dengan tatapan yang sama, bertahun-tahun lalu.

Lalu, mengapa Marissa diam saja? Ia mengenali Juannya, Juan masih jatuh hati terhadapnya, Juan hanya bosan dan tengah mencari hiburan di luar sana. Maka yang perlu ia lakukan adalah mencari cara agar Juan tetap memupuk perasaannya lebih besar daripada terhadap Niana. Juan masih sangat mencintainya Marissa sangat percaya akan hal itu.

"Sayang," Juan yang baru saja selesai mandi terlihat masih berambut basah, tubuhnya masih di balut dengan handuk pada setengah tubuhnya, "kamu jadi ikut ke kantor?" Tanya Juan.

Ya, tentu saja ia harus ikut ke kantor lalu melihat selingkuhan suaminya yang cantik berada di sana, "iya, aku ikut," Jawab Marissa dengan senyum, "kamu pake baju dulu nanti aku bantu keringin rambutnya."

Juan tersenyum lalu mengecup sekilas pelipis Marissa, sikap manis Juan tak pernah berubah sama sekali. Marissa tak melihat kesempatan bagi Niana untuk merebut Juan sepenuhnya.












***













Keduanya tiba di kantor pada pukul 10, Juan memang bebas datang dan pergi kapan saja. Juan pekerja keras namun akhir-akhir ini Marissa dapat melihat bagaimana Juan terlihat lebih sering tersenyum dan tahu cara bersenang-senang. Setidaknya Niana memberikan dampak positif bagi kepribadian Juan yang setahunya lebih sering bersikap serius di luar rumah.

Marissa menghela napasnya sebelum kakinya melangkah lebih jauh ke dalam kantor sang suami, beberapa orang menyapanya ramah, ia sesekali tersenyum dan menyapa baginya perusahaan Juan sangatlah tak cocok bagi kepribadiannya juga bagaimana lingkungannya bekerja. Terlalu glamour dan tentu saja orang-orang terlihat sangat santai.

"Mau langsung ke ruanganku, apa kamu mau ketemu Vero dulu?" Tanya Juan, karena memang tujuan Marissa seringkali berkunjung adalah menemui beberapa teman-teman semasa sekolah. Veronika dan Sammy juga merupakan salah duanya.

"Kita ke tempat Vero dulu aja, aku mau ngobrol sama dia."

"Okay," Juan menggenggam tangannya, lalu keduanya memasuki lift menuju lantai di mana Vero berada, namun ketika pintu akan tertutup Marissa sedikit tersentak saat melihat seseorang menahannya. Niana, perempuan itu ingin menaiki lift yang sama dengan dirinya dan Juan. Awalnya ia pikir Niana sengaja melakukan hal tersebut namun ketika melihat bagaimana ekspresi terkejutnya Marissa segera tahu jika perempuan itu tak sengaja melakukannya.

Dalam diam Marissa melirik ke arah Juan yang terlihat biasa saja, bahkan suaminya tersenyum menyapa perempuan itu, begitupun ia yang harus tetap bersikap bodoh seolah tak mengetahui apa-apa, "gimana kerja kamu, Niana, senengkan di agensi Juan?" Tanya Marissa sembari tersenyum ramah.

"Saya suka, kok, kerja di sini, Bu."

Jawaban canggung yang Niana berikan membuat Marissa menyadari sesuatu, ternyata tak semua orang yang bekerja di dunia hiburan pandai berakting.

"Niana itu Brandnya paling banyak di agensi kita, agensi Kita makin sukses sejak Niana masuk." Juan berkata dengan bangga bahkan bibirnya tersenyum lebar nyaris hingga sampai telinga.

Apakah Marissa merasa iri dengan pujian suaminya terhadap wanita lain? Tentu saja, bahkan Juan jarang sekali terlihat bangga terhadap pencapaiannya.

"Oh, gak heran Niana itu cantik banget, aku aja ngefans, lho, sama kamu," Marissa berujar mencoba menyembunyikan luka dalam hatinya. Walaupun tak bisa di ragukan bagaimana Niana begitu cantik dan memikat. Marissa mungkin akan benar-benar menjadi penggemar perempuan itu andai ia tak tahu bagaimana kelakuan tak pantas yang Niana lakukan terhadap seorang lelaki beristri.

Dentingan lift akhirnya menghentikan percakapan mencekik antara ketiganya, Juan terus menggenggam erat tangannya bahkan sesekali mengusapi punggung tangan Marissa dengan ibu jarinya. Juan sangat handal dalam melakukan hal-hal tak berguna.

"Sayang, ruangan Vero di depan, aku mau ke toilet sebentar, yah," Ujar Juan ketika keduanya tiba di depan ruangan Veronika. Marissa tak bodoh, apa yang akan Juan lakukan Marissa telah mengetahui hal tersebut bahkan sebelum Juan melakukannya.

"Oh iyah, kamu ke toilet dulu aja sana."

Juan tersenyum lalu bergegas pergi, namun rasa penasaran Marissa tak akan berhenti sebelum ia benar-benar melihat apa yang suaminya lakukan. Hingga mata telanjangnya melihat bagaimana Juan menghampiri Niana lalu mendorong perempuan itu masuk ke dalam lift, untuk sesaat Marissa dapat melihat bagaimana Juan mencium bibir Niana hingga pandangannya terhalang pintu lift yang menutup.

Apa yang dapat Marissa lakukan selain menangis diam-diam, membiarkan suaminya sedikit bersenang-senang hingga perasaan tolerannya sampai pada batasnya, suatu saat.







































Tbc ...

Kesel sama siapa? Juan atau Niana atau Marissa yang keliatan bodoh?

Jgn lupa vote dan komentari!






BACKBURNER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang