Bagian 21 : Backburner

131 17 1
                                    




















Hujan terlihat begitu lebat dari balik jendela apartmen Niana, sesekali guntur juga menghiasi langit Jakarta malam itu. Niana tau apa yang akan ia hadapi, dengan sebuah pesan singkat dari sosok lelaki yang setahun terakhir ia temui dan menemaninya. Tak munafik, menjalani hubungan tersembunyi dengan Juan adalah hal yang sangat menyenangkan, Juan adalah lelaki penuh perhatian, namun tak berlebihan hingga dapat membuat Niana merasa nyaman, Juan juga bukan sosok lelaki romantis yang akan mengiriminya bunga dan tentu saja Juan juga bukan lelaki yang pandai merayunya dengan harapan-harapan kosong.

Sejak awal Juan tak pernah menjanjikan apapun padanya, bahkan dengan jujur Juan mengakui jika hubungan mereka takan berlabuh ke manapun, Juan telah memasang garis yang jelas, memberi pengertian jika Niana hanyalah seorang pengganti, cadangan kedua, seseorang yang hanya sekedar menemani Juan untuk bersenang-senang. Dan dengan bodohnya, Niana setuju. Bukankah memang seperti itu naluri wanita? Akan lebih mudah jatuh hati kepada seseorang yang bahkan tak mungkin ia miliki, begitupun dengan Niana. Juan adalah seseorang yang bisa dengan mudah ia persilahkan masuk ke dalam hatinya.

Air mata perlahan jatuh dari pelupuk matanya, Niana sesekali mengusapnya tak ingin membiarkan Juan tahu betapa rapuh dirinya, Niana tak menyalahkan siapapun bahkan Juan sekalipun. Ibarat kata mereka telah saling menyetujui apapun yang mereka lakukan, tak ada hal sepihak dan resiko yang kali ini harus Niana hadapi memang pantas untuknya.

Suara password pintu terdengar, dan sudah pasti Juanlah pelakunya, tak ada seorangpun yang tahu kecuali Juan dan sahabatnya Yumi. Derap langkah kaki Juan terdengar di penjuru ruangan, Juan tahu di mana Niana berada dan tentu saja ia segera melangkah menuju kamar perempuan yang akan segera ia tinggalkan itu.

Juan sedikit tersentak melihat Niana dengan hoodie kebesarannya lalu mengenakan celana yang bahkan tak menutupi setengah pahanya. Tapi bukan itu yang jado fokus utamanya, terhitung dua hari mereka tak bertemu Niana terlihat begitu pucat, Juan tak yakin Niana dalam keadaan baik.

"Kamu sakit Niana?" Tanya Juan yang segera berjalan menghampiri, dengan refleks Niana memeluk Juan erat, memeluk seerat mungkin seolah itu adalah pelukan terakhir di antara mereka.

"I'm okay, Kak, aku kangen .... " Ya, bahkan ucapan rindu kali itu terasa sangat pahit.

Juan tak membalas seperti biasanya, ia malah melepaskan pelukan Niana, menatap mata perempuan itu lekat, "Niana, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, bisa?"

Niana menggigit bibir dalamnya sebelum kemudian mengangguk, "duduk di sini aja, gak apa-apa, kan, Kak?"

Juan mengangguk, namun sekali lagi ia memperhatikan dengan teliti penampilan Niana yang tak sebugar biasanya, "kamu yakin kamu gak sakit?"

Niana menggelengkan kepala dengan yakin, "aku sehat, Kak. Ada apa? Kakak mau ngomong apa?" Pertanyaan yang telah Niana ketahui jawabannya.

"Tentang hubungan kita," Hanya seuntai kalimat tersebut membuat Niana yang berusaha tegar akhirnya hancur juga, ia menitikan air mata sembari sesekali mengusapnya.

"Aku ... Kayanya gak bisa lagi sama kamu Niana, hubungan kita, lebih baik kita akhirin."

Dengan sekuat tenaga Niana mengais napasnya, ia tetap harus mendengar alasan apa yang akan Juan ucapkan padanya, "kenapa ... Kenapa tiba-tiba?" Tanya Niana dengan bibir yang terasa kelu.

"Rissa ... Dia tau ... " Ujar Juan dengan nada sendu.

"Jadi, sekarang waktunya?" Tanya Niana dengan tangis yang menghiasi suaranya.

Ya, waktu yang pernah Juan katakan akan ada waktu di mana hubungan mereka akan berakhir dan mereka akan menjalani kehidupan mereka masing-masing. Seperti sebuah perjanjian tak tertulis yang telah mereka setujui.

"Kamu pasti tau, aku gak mungkin ninggalin Rissa, dia udah nemenin lebih dari separuh hidupku."

Sakit? Tentu saja, rasanya ia ingin memaki kepada Juan dan mengatakan jika ia tengah mengandung anak dari seseorang bajingan seperti dirinya.

Niana mengangguk, ia sesekali mengusap pipinya yang basah, "boleh aku nanya sesuatu?" Tanya Niana.

"Tentu Niana, tanyain apapun itu."

"Kamu bilang, kamu bakalan tetep cinta sama Rissa walaupun Rissa gak bisa ngasih kamu keturunan?"

Juan mengangguk, "aku udah pernah bilang ke kamu soal ini sebelumnya."

"Tapi, kalo Rissa mau adopsi anak, apa kamu bakal nurutin?"

Juan tersenyum, tangannya lalu mengusap tangan Niana yang tengah saling mengepal di atas pangkuannya, "tentu, apapun itu Niana. Apapun yang Rissa mau itu pasti baik. Makasih udah nanyain pertanyaan penting ini."

Niana mengangguk, setidaknya saat terakhir itu merupakan hal yang membuat Niana yakin keputusannya tak salah.





















Tbc ...

Gais cuma mau ngasih tau bentar lagi ending. Buat yang berekspektasi aku bikin drama sinetron indosiar yang ada adegan Niana vs Rissa jambak-jambakan maaf aku gak bisa bikin adegan begitu.

Aku bikin hubungan mereka cukup realistis dan kaya judul book ini BACKBURNER, Niana tau kalo dia cuma jadi cadangan makanya dia gak punya alesan buat terus usaha pertahanin Juan.

Semoga paham apa maksudku :")

Happy reading jgn lupa vote dan komen ya !!

BACKBURNER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang