SZA — Open Arms
Chapter 15
Bulan Oktober dewasa ini kurang ada artinya di banding dengan tahun-tahun yang telah berlalu. Hentak angin dingin khas musim basah rupanya tidak punya harga diri lagi. Matahari seakan masih memanasi suhu sekitar meskipun bulan telah mengambil tahta. Pendingin udara juga telah mengerti perannya dengan menghunuskan suhu paling rendah, tetap saja arang-arang neraka masih betah untuk tinggal.
Apakah disebabkan El Nino yang konon menguasai perputaran iklim? ataukah akibat pendidihan global yang disebabkan oleh rusaknya tatanan bumi dan keseimbangan tekanan udara? Apapun itu, tetap berakibat fatal hingga turut mempengaruhi situasi dalam kotak kecil yang bergerak menembus tol-tol yang menghubungan satu provinsi vital milik Indonesia ke provinsi lainnya.
Pukul berapa ini? Natta diam sepanjang perjalanan dengan mata bulat yang konsisten terbuka lebar menatap lurus ke depan. Bibirnya terkatup rapat, terlihat enggan untuk menakar satu atau dua frasa kata akibat tingkah pemuda yang duduk tampan di sisi kanannya sembari mengendalikan kemudi mobil. Situasi mengesalkan ini membuat Natta semakin berapi-api di atas pucuk kepalanya. Namun, sekasar apapun reaksi Natta, mana mungkin pemuda Giri rela putar balik sebelum keinginannya untuk meringkus Natta ke Ranca Upas terpenuhi?
Si dia pun sama diamnya, mungkin karena perasaan tidak enaknya atau karena paham bahwa Natta tidak dalam keadaan bugar untuk ditanya-tanya.
"Kamu mau bobok dulu, nggak?" si pemuda tampan pembuat onar akhirnya berkata setelah lebih dari satu jam betah turut mengunci rapat bibirnya.
"Berapa lama lagi?"
Maksud Natta sebetulnya adalah berapa waktu yang dibutuhkan untuk berdiam tanpa pergerakan pasti di dalam mobil? Ia sudah pegal-pegal akibat menahan tubuhnya agar tidak berbaring. Lagipula siapa yang enak-enak rebahan dan pulas menembus alam bawah sadar jika tepat di sampingnya ada predator yang punya kepala nekat?"Satu setengah jam lagi, gue ngebut kok." Katanya. Natta menggigit bibirnya lagi. Panggilan 'tidak akrab' Giri tiba lagi menunjukan bahwa mungkin pemuda itu juga sebetulnya tidak konsisten menjadi umat manusia. Natta enggan menyambung lidahnya hingga memilih untuk kembali sibuk dengan pikirannya.
"Bobok gih. Nggak usah takut gue apa-apain. Gue bukan pemaksa." Suara Giri terdengar lagi, namun wajah Natta menyiratkan rasa tidak percaya yang besar. Boleh tidak Natta merobek bibir Giri hingga berdarah dan menusuk sebilah katana di kepala pemuda itu agar Giri mulai berpikir cerdas bahwa yang dia lakukan saat ini pada Natta sudah dalam tahap pemaksaan level tidak termaafkan?
"Lo waras nggak sih? Terus yang lo lakuin ke gue ini apaan?!" Natta naikan lagi intonasi suaranya. Ia benar-benar tidak mampu paham bagaimana otak Giri bekerja.
Reaksi Giri di luar prediksi. Pemuda itu hanya tertawa tanpa rasa bersalah. Dalam hati kecilnya, Giri membenarkan perkataan Natta. Tindakannya tadi memang terbilang memaksa Natta, namun 'bukan pemaksa' yang Giri maksudkan sekarang adalah, tidak memaksa lawan untuk dibawa ke ranjang. Memangnya Giri tidak tahu bahwa gestur Natta yang gemetar takut itu menunjukan situasi kepalanya yang takut diapa-apakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
AVOIDED CLICHE - MILEAPO [COMPLETED]
Fanfiction[MILEAPO FANFICTION] Kendati kamu seperti kisah klise, aku tetap tidak mampu mengurainya dengan sederhana. -Mahagiri Main Characters: 1. Mile Phakphum Romsaithong as Gavin Mahagiri Bramantya 2. Apo Nattawin Wattanagitiphat as Nattala Werdi Kumara G...