Saka

11 1 0
                                    


Deg.

"Kak Saka? " gumam Yuksa terpaku dengan sosoknya yang terbilang rupawan dengan pakaian formalnya. Yuksa terkesima dengan pemandangan di depannya, sungguh ia tak berani berbohong jika ketampanan Saka saat ini bertambah berkali-kali lipat.

"Silakan keluar" usirnya.

Membuat Yuksa seketika mencebikkan bibirnya, berani beraninya dia mengusirnya.

"Permisi" Yuksa berlalu dari ruangan direktur dengan wajah tak sedap di pandang.

Ia kembali pada basecamp nya.

"Gilak ganteng bangetkan direktur baru kita?" Seruan riang terdengar di telinga Yuksa.

Mereka tengah bergosip tentang Saka.

"Iya. Gila tonjolan tonjolan nya coy bikin ngiler" celetukan yang membuat kuping Yuksa berdenging.

"Seandainya aku jadi salah seorang yang dia pilih jadi pacarnya. Aduh, sangat indahnya hidup ini"

Yuksa memutar matanya malas,

"Woy OG bikinin kita kopi" teriaknya saat melihat Yuksa di pantry. Padahal satu dari ketiga perempuan itu pun sedang membuat kopi. Mereka para asisten dari pejabat di kantornya.

Yuksa membuatkan mereka kopi sesuai perintah.

Yuksa mendudukkan bokongnya di kursi pantry sudah waktunya ia istirahat.

"Yuksa" panggil salah satu temannya, Dini namanya.

"Hun" jawabnya.

"Di suruh bikin teh pahit sama Pak Saka"

"Aku? " tanyanya. Siapa tahu pendengarannya buruk.

"Iya, katanya harus kamu" jawab Dini.

Yuksa membuatkan pesanan dari sang boss. Wanita parubaya memasukki pantry dengan pandangan tajamnya beliau adalah OG senior yang sudah berpuluh tahun bekerja di sana.

"Siang Bu Mega" sapa Dini dan Yuksa.

Bu Mega meneliti Yuksa biarpun ia sudah bekerja lama namun tetap saja bu Mega selalu memandangnya dengan curiga.

"Buat siapa? " tanyanya pada Dini.

Tuhkan padahal ia yang membuatnya.

"Pesanan Pak Saka, Bu. " Dini menjawab.

"Harus dia yang mengantarkan? " kodenya pada Yuksa.

Dini mengangguk,

Sontak bu Mega melihatnya dengan pandangan tidak sukanya. "Mulai besok kamu tidak bekerja di pantry lagi. Kamu akan bekerja di gudang atas rekomendasi saya pada Pak Irwan" perintahnya mutlak.

"Baik Bu" Yuksa hanya menunduk patuh.

Teh itu segera ia antar pada Saka keruangannya. Ia menekan tombol lift dan segera menaiki kotak besi itu dengan arah yang di tuju. Pintu lift terbuka ia segera mengetuk pintu.

Klek.

Pintu terbuka otomatis menggunakan alat canggih yang khusus di buat untuk memudahkan para atasan jika tangannya sibuk bahkan malas untuk bersuara.

"Teh pahit pesanan Bapak" Yuksa mengangguk sopan dan menyimpan tehnya di meja di depan Saka yang tengah duduk di sofa tunggal.

"Apakah kau melihat ada orang lain kecuali kita? " Tiba-tiba Saka bertanya.

Yuksa menggeleng, "tidak! "

"Saya tidak butuh teh itu, bawa kembali. Dan saya tidak membutuhkan pegawai lelet seperti Anda. " seruan tajam membuat Yuksa mendongakkan pandangannya melihat Saka.

Saka & XuxaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang