Bertemu Dia?

6 1 0
                                    

Salah satu gedung pencakar langit di kota metropolitan berdiri dengan gagahnya di gadang gadang gedung tersebut milik keluarga terpandang dengan gelar darah birunya. Tetapi kini sang bangsawan tersebut tengah diterpa isu yang kurang sedap di masyarakat. Selama puluhan tahun mereka bahu membahu mempertahankan citra mulia dari gelar bangsawannya.

Para petinggi perusahaan, isinya para tetua dengan gelar raden di depannya dan diakhiri dengan nama Wiratamaningrat di belakangnya sudah berjajar mengisi kursi masing-masing di ruangan direksi dengan rapi.

Mereka mengadakan rapat besar besaran dengan orang yang bersangkutan yang sudah membuat skandal dengan menaruhkan citra kebangsawanan mereka.

Para bodyguard sudah berjejer rapi di depan lorong dengan setelan jas yang nampak mahal. Mereka menjaga para tuan-nya agar tetap selamat dimanapun mereka berada.

Saka berjalan dengan gaya seperti aktor memasuki ruangan rapat di dalam gedung pencakar langit tersebut dengan percaya diri. Ia tidak akan terus bersembunyi dan berlari dari kenyataan, kenyataan bahwa jika dirinya juga bagian dari keluarga itu.

Bodyguard memindai tubuh Saka dengan kacamata khusus. Dan membiarkannya lewat begitu saja tanpa suara karena Saka sangat bersih dari senjata api maupun senjata tajam.

Saka membungkuk hormat pada tetua yang berusia sepuh di deretan paling penting.

Nariratih Wiratamaningrat berdiri dari duduknya ia tersentak terlihat dari wajah rentanya saat melihat wajah Saka. Serupa dengan wajah anaknya yang hari ini bebas dari hukumannya. Di belakang Saka datanglah sesosok pria dewasa awal lima puluhan wajahnya terawat meski hidup di dalam sel dan kini wajah bak pinang di belah dua itu terlihat oleh anggota inti.

"Ada apa ini? Mengapa saya harus kemari? " tanya Sakti bingung. Bahkan saat ini tubuhnya terasa lelah akibat digunakan rebahan setiap hari selama 17 tahun, meski ia mempunyai kortingan 3 tahun dari 20 tahun kurungan. Berkat keluarganya.

"Silakan duduk Tuan Saka" kali ini Surya yang bersuara ia tersenyum ramah padanya yang Saka tahu jika senyuman itu terlihat tak sampai pada matanya.

Saka duduk diikuti Sakti, begitu Sakti melihat wajah Saka ia tersentak tanpa sadar air matanya meluruh. "Anakku! " gumamnya parau.

Saka tersenyum formal. "Maaf telah membuat kegaduhan di keluarga besar Anda, Nyonya. " serunya pada nyonya besar Nariratih Wiratamaningrat,"
"bukan maksud saya untuk merusak citra keluarga Anda. Saya di sini hanya ingin mempertegas hubungan saya dengan keluarga ini bahwasanya saya tidak ingin berkaitan dengan keluarga ini kedepannya" ujarnya dengan berani. Saka berucap tanpa emosi. Ia membuat berita heboh demi mengumpulkan keluarga besar itu secara cepat dan tepat.

Surya tersenyum, matanya tertuju pada Sakti sang kakak yang kini netranya menatap kosong ke bawah meja.

"Pemuda yang cukup berani! Lantas mengapa Anda mencari kami Tuan Saka? Bahkan Anda membuat rumor palsu di sosial media?!" Surya berujar masih dengan senyum wibawanya.

Saka tersenyum, "mungkin Tuan Surya mengetahui jika Ayah saya Tuan Sakti tidak akan diam saja saat mengetahui anaknya ada di kota ini. Bahkan saya yakin jika beliau pun tidak mengetahui jika istrinya sudah wafat belasan tahun yang lalu" kini Saka yang tersenyum lebar saat melihat wajah pucat para bangsawan itu.

"Apakah itu benar? " tanya Sakti nanar dengan hati yang mencelos nyeri.

"N-nak! " gagap Nariratih.

Sakti mengangkat tangan kanannya agar ibunya diam. "Aku memang tidak tahu! Dan mereka pun tidak memberitahukannya padaku. Mereka mengatakan jika kau dan ibumu sehat dan bahagia di kampung sana.." Sakti mengusap air matanya, ia memindai wajah keluarganya termasuk adiknya, ia tahu persis dengan perkataan anaknya. Tidak mudah hidup di tengah-tengah keluarganya bahkan ia saja hanya menjadi bayangan sang adik.

Saka & XuxaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang