Dosen Pembimbing

5 1 0
                                    

  Rasanya jatuh cinta seperti ini ternyata sangat membahagiakan. Lantas kenapa cinta itu gampang hadir dan gampang juga pergi? Seperti tempat hajatan hanya singgah untuk menciptakan momen sebentar.

Yuksa meniup alisnya, memikirkan teori cinta sungguh tidak masuk dalam pencernaan hatinya. Ia segera bangkit dan bergegas ke kampus. Hari ini ia mempunyai jadwal dengan dosen pembimbingnya.

Empat puluh menit waktu yang sangat cukup untuk ia tempuh ke kampus dengan menaiki motor bebeknya yang baru. Ia memarkirkan motornya dekat dengan moge jenis sport berwarna hijau. Cukup gagah!

Berhubung itu motor mahal ia berusaha semaksimal mungkin agar setang motornya tidak beradu dengan moge tersebut apalagi sampai menoel hingga baret. Motornya sudah terparkir dengan aman ia pun segera memasuki kelasnya kebetulan Revina juga sudah datang.

"Sa.. " panggilnya.

Gadis itu melambaikan tangannya di dekat kusen pintu ruangan milik salah satu dosen pembimbing.

"Pak Bima juga? " tanya Yuksa. Bima adalah dosen pembimbingnya.

"Hehe, enggak sih! Mau ketemu kamu saja. " cengirnya yang khas berlesung pipit dan juga bergigi gingsul yang terlihat manis.

Yuksa mengernyit, ia melihat sahabat satu satunya itu dengan pandangan menyelidik, "curiga.."

Sontak Revina menyemburkan tawanya, "ya ampun sahabat aku peka sekali. Tahu gak sih dosen pembimbing kamu itu dosen baru, muda, tampan dan cool katanya"

"Kata siapa? " Yuksa juga belum mengetahui figur wajahnya hanya mengetahui dari pesan kampus jika dosennya adalah pak Bima Abninegara.

"Dari geng kating perempuan ituloh yang terkenal di kampus kita" jawaban Revina hanya di jawab anggukan ala Yuksa.

Kemudian mereka berpisah memasuki kantor dosen pembimbing masing-masing.

Yuksa mengetuk pintu ruangan.

"Masuk" terdengar samar sahutan dari dalam.

Yuksa membuka pintu dengan sopan, ternyata benar apa yang sahabatnya Revina katakan jika dosen pembimbingnya titisan manusia tampan.

Dosen itu menyuruh Yuksa duduk dan tanpa berbasa-basi ia memeriksa pekerjaan Yuksa.

Tiga jam sudah, Yuksa baru keluar dari dalam sana dengan wajah pucatnya. Ia menghirup udara segar di luar seakan tidak ada oksigen yang menyapa paru-parunya di dalam sana. Ia melihat sampul luar skripsiannya.

"Semangat" ia mengangkat kepalan tangannya ke udara dengan langkah gontai ia pergi.

"Oy! Yuksa" tiba-tiba Revina memanggilnya.

"Hm" balasnya.

"Ck, lesu amat. Gak di kasih senyuman sama Pak Bima emang?! "

"Enggak! " jawab Yuksa sambil memperlihatkan lembar skripsiannya, "di buat setress iya. Masa di revisi semua" tiba-tiba Yuksa cemberut.

Revina tertawa, "yang lapang ya nak! "

Yuksa tergugu, "capek tahu"

"Iya tahu" hibur Revina.

Mereka berjalan sambil mengobrol, "pokoknya kalo besok Pak Bima mulangin revisian lagi aku putus kuliah saja"

Revina terbahak, "yaampun anak SD tertekan" ledeknya.

"Memangnya kamu sukses gak harus revisi? " tanya Yuksa. Mereka semakin jauh bahkan suaranya samar samar terdengar.

"Revisilah.. "

Di parkiran.

Bima tengah berkacak pinggang, motornya yang baru saja ia salon kini tengah berbaring di bawah motor metik dengan kondisi lecet dan banyak yang tergores.

Saka & XuxaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang