"Tamatlah sudah riwayatku."
Dengan langkah terseok-seok, Ness berjalan perlahan menuju halte bus sambil menundukkan kepala untuk menyembunyikan lebam di wajahnya dari perhatian orang-orang. Sementara itu, dipikirannya melayang pertanyaan tentang bagaimana ia akan bertemu dengan Kaiser nanti di rumah.
Semakin ia memikirkannya, semakin sakit kepala Ness. Pukulan mereka tidak main-main, perundungan yang dilakukan sekarang lebih parah dibandingkan dahulu yang hanya sebatas menjahili dan mengejek.
Bermula dari senyuman aneh yang dimilikinya, itu membangun kelemahan dalam jiwanya sehingga mereka dengan mudah menargetkan kelemahan tersebut.
"Aku benar-benar pengecut," gumamnya. Tanpa sadar, ia tiba di rumah, dan Kaiser menunggunya di ruang tamu.
Melihat Ness menunduk dengan lebam di wajahnya, Kaiser segera mencengkram kedua bahunya, memeriksa luka-luka di wajah polos itu.
"Ness!" Panggilan Kaiser membuat terkejut, tiba-tiba muncul di depannya dengan wajah khawatir.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa wajahmu seperti ini? Apa yang sudah mereka lakukan? Katakan padaku!"
Ness membelalak, bingung bagaimana Kaiser bisa tahu. Apakah mungkin mereka mengirim foto perundungan tadi ke ponselnya?
Berbagai pertanyaan yang keluar dalam sekali napas mendesak Ness untuk segera menceritakan kejadiannya. Kedua netra biru itu menatap tajam seolah ingin mengancam.
"Aku baik-"
"Apanya yang baik-baik saja?" potong Kaiser, mulai emosi melihat ketenangan Ness yang seolah menganggap perlakuan teman sekelasnya itu biasa."Lihatlah dirimu sekarang! Astaga..." Kaiser menghela napas panjang, tak habis pikir dengan pembullyan yang dilakukan teman sekelasnya sendiri. "Jangan bilang padaku kalau ini bukan yang pertama kalinya," lanjutnya, dan ia mendapat jawaban dari sorot mata gelisah Magenta.
Bibirnya tertutup rapat. Rambutnya diacak-acak frustrasi.
"Apa pihak sekolah tidak tahu ada pembullyan?" Ness menggeleng.
"Terus, di mana mereka membullymu?"
"Hutan belakang sekolah," jawab Ness dengan lirih, pandangannya mulai buram karena nyeri di kepala merasuki saraf-sarafnya.
"Sudah berapa kali?"
"Tiga-" Akhirnya, tubuh Ness tumbang di pelukan Kaiser, hampir saja jatuh ke lantai.
Kaiser mulai panik saat melihat hidung Ness mengeluarkan darah, "Ness! Aduhh, aku harus bagaimana? Rennie masih keluar, aku tidak bisa membopongnya sendiri ke kamar. Huwaa!! Kau tidak berguna, Kaiser!"
Sang Dewi Fortuna berpihak padanya; kedatangan Rennie yang baru kembali dari minimarket menjadi keberuntungannya.
Sambil dibantu Rennie menuju kamar Ness, Kaiser menceritakan yang terjadi pada majikannya tersebut . Meski bukan hal baru bagi Rennie mengetahui Tuan Mudanya di-bully, dia cukup terkejut melihat lebam di wajah majikannya. Padahal, biasanya, dia hanya melihat Tuan Muda pulang dalam kondisi kotor.
"Katanya, sudah tiga kali dia di-bully, apakah itu benar?"
Rennie sedikit bingung akan menjawab apa. Dia yakin Kaiser pasti akan sangat terkejut mengetahui bahwa Ness sudah mengalami bully selama tiga tahun.
"Bukan 3 kali, Tuan, melainkan sudah tiga tahun lamanya."
Kaiser tercengang mendengarnya. Tiga tahun bukan waktu yang singkat, dan selama itu Ness di-bully tanpa diketahui pihak sekolah? Bagaimana bisa?
"Lalu orang tuanya?"
Nah, ini yang tidak mampu dijawab Rennie. "Saya tidak tahu, Tuan, tugas saya hanya merawat Tuan Muda."
KAMU SEDANG MEMBACA
TATTOO || KAISER NESS ✅
Fanfictionᴡʀɪᴛᴇ : sᴇᴘᴛᴇᴍʙᴇʀ 2023 ᴇɴᴅ : ғᴇʙʀᴜᴀʀɪ 2024 Garis takdir menyerupai tato mawar biru muncul dengan misterius membawa rasa sakit seperti disayat perlahan-lahan. Ness tidak tahu bagaimana tato ini bisa muncul di punggungnya tanpa sebab. Dia menjadi kere...