°PROLOG°

1.8K 121 21
                                    

"Tenang saja, ada aku di sini."

°^°°^°

Memasuki musim dingin, pada akhir tahun ini aku masih terbayang akan dirinya. Sudah 6 tahun lamanya, ya ...

Tahun ini aku sudah menginjak usia 23 tahun. Segenggam buket mawar biru kupegang penuh perasaan. Rindu, benci, dan rasa bersalah bercampur menjadi satu dalam aromanya.

Tidak terhitung sudah berapa banyak aku membeli buket bunga ini untuknya, berharap dia mau menemuiku satu kali saja.

Aku bisa selalu menemuinya, sementara dia sendiri tidak pernah lagi menemuiku.

"Apa kau sudah bosan bertemu denganku, Ness?"

Ness, teman pertamaku, betapa aku sangat merindukannya. Buket bunga ini ditujukan untuknya sendiri. Mawar biru, favoritnya, setiap tahun kubawa. Sebuah harapan agar jiwanya suatu hari nanti bisa mendengarku bernyanyi.

Aku harap aku bisa memberinya pelukan sekali lagi. Untuk merasakan kehangatannya di satu hari lagi. Tapi saat aku berdiri di sini, dengan karangan bunga ini di tangan. "Aku terus menunggumu, Ness, untuk kembali."

Walau ini mustahil.

Langit tahun ini kelabu. Sebentar lagi hujan salju yang sangat kita nantikan dulu akan turun. Dia menyukai ketika salju pertama turun dan sangat antusias membuat bebek salju dengan cetakannya. Aku bukan tipikal orang yang antuasias seperti dia, tapi di hari itu aku pertama kali merasakan antusiasme untuk mengajakmu bermain salju bersama Yoichi.

Kupikir, dengan kita bermain bertiga akan menjadi lebih seru. Namun, kau sudah lebih dulu tertidur lelap.

Haha, aku bodoh, Ness. Aku berpikir dirimu hanya tertidur pulas saja. Nyatanya kau benar-benar melewatkan garis hidupmu. Meninggalkan aku tanpa mengucapkan apapun.

Itu seperti mimpi. Wajahnya terlihat sangat teduh sekali dengan balutan selimut bulu bergambar kucing warna navy, tangannya memegang erat sebuah buku novel petualangan berjudul "Eldest". Itu adalah novel favoritnya yang selalu dia ceritakan segala isinya kepadaku.

Walaupun aku tidak terlalu tertarik dengan cerita novel itu, semenjak dia pergi aku mulai menyukai hobinya yang suka membaca novel petualangan.

Yang awalnya terpaksa karena aku merindukannya, menjadi kebiasaan sehari-hariku.

"Terima kasih, Ness. Hari pertama saat kita bertemu, aku tidak akan melupakannya." Sudah beberapa kali mengatakan ini setiap mengunjunginya. Aku yakin dia sudah bosan mendengarnya.

Andai kau tahu, Ness. Alasan aku mengatakan ini berkali-kali setiap mengunjungimu adalah aku tidak akan melupakan setiap kehadiranmu, pelukanmu, dan kehangatan yang kau berikan padaku.

Aku masih ingat bagaimana caramu memelukku dengan erat dan tubuh yang gemetar. Kau sesenggukan setiap kali aku mendapatkan satu tanda memar di wajahku. Kau sangat mengkhawatirkan aku. Padahal aku sudah terbiasa mendapatkannya.

Aku menganggapmu sebagai orang yang terlalu emosional, hingga aku tidak menyadari bahwasanya itulah caramu untuk memberiku perhatian yang tak pernah aku dapatkan dari keluargaku sendiri.

"Itu bodoh sekali jika aku mengingatnya lagi."

Aku duduk di samping kuburannya, membersihkan beberapa rumput liar yang tumbuh di sana. Sesekali aku mengelus lembut batu bertuliskan namanya, tanpa sadar sudut bibir ini melengkung ke atas.

TATTOO || KAISER NESS ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang