Bab 28- mual?

49 5 0
                                    

Malam harinya .....

"Ra," panggil Gio tiba-tiba saat mereka sedang sibuk dengan ponsel masing-masing di sofa ruang tamu.

"Hmm?" jawab Zora walau matanya tetap sibuk dengan ponselnya.

"Raa!" Zora pun melihat kearah Gio yang sedang memanyunkan bibirnya.

"Ada apa, Sayang?" Zora melepas ponselnya dan menatap Gio dalam.

"Lanjutin yang tadi siang yuk!"

"Gimana ya? Kesempatan gak datang dua kali, Gi." Gio langsung membelakangi Zora marah.

"Cup cup, jangan nyambek dong!" Zora membuka tangannya lebar, namun Gio hanya diam.

"Peluk dulu, abis itu seterah deh!" Gio pun berbalik dan memeluk Zora erat.

"Boleh ya?" Gio menatap manik mata Zora sambil memegang pinggang Zora.

Zora diam sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum. Dengan gerakan secepat kilat, Gio menggendong Zora ke kamar.

Saat Gio sudah memegang kancing baju Zora, Zora memegang tangannya. "Kamu cinta 'kan sama aku?"

"Of course! I really really love you," jawab Gio tanpa ragu lalu dengan perlahan membuka satu persatu kancing baju Zora.

Gio sempat terpana melihat badan Zora yang sangat mulus dan putih. Gio memulainya dengan lembut, ia menciumi seluruh inci dari tubuh Zora.

"Ugh!"

Sampai dimana Gio perlahan membuka celana Zora, Zora yang malu menutupi area kewanitaannya dengan tangannya. Gio menggeser tangan Zora perlahan lalu mencium bibir Zora agar lebih tenang.

"P-pelan aja ya? Aku t-takut," ucap Zora gagap.

"Kenapa takut? Aku gak makan orang." Gio terkekeh kecil.

Gio mulai mengeksekusi milik Zora, dimulai dengan menggunakan tangannya.

"Aw! Geli dan sakit," keluh Zora.

"Ini masih jari, belum pake pedang!" goda Gio membuat wajah Zora memerah.

"Gio!"

{Nungguin yaa? Tydak ada yah shay, Author mau kurangin dosya walau dikit:^}

***********
Setelah malam unboxing, akhirnya Gio tenang karena pasti Zora sudah percaya kalau Gio Junior tidak hitam seperti yang dibilang Zora.

"Ra, bangun ya .... " Gio mengusap kepala Zora lembut.

"Hm!" Zora menggeliat lalu perlahan membuka matanya.

"Bangun yuk, mandi sana."

"Gendong!" Gio pun terkekeh mendengar permintaan manja Zora.

"Manja banget sih, siapa yang ngajarin hmm?"

"Gio dong!"

********

Tak terasa 2 tahun pun berlalu dengan sangat cepat ....

G

io terus membujuk Zora agar kuliah namun, Zora tidak menurutinya. Dia bilang ingin menjadi ibu rumah tangga yang sebenarnya. Hingga Gio pun hanya bisa setuju.

Beberapa hari ini, Zora terus munt*h dan tidak nafsu makan. Jangan tanya seberapa khawatir Gio padanya, Gio rela cuti dan dipotong gaji demi istri kesayangannya.

"Ra, kamu gapapa?"

Huek! Huek!

"Mual." Hanya satu kata yang mampu keluar dari mulut Zora.

"Mending kita cek ke dokter ya? Aku kasian liat kamu gini terus," ucap Gio sambil mengusap kepala dan punggung Zora.

Mereka pun akhirnya pergi menggunakan mobil, menuju rumah sakit. Setibanya disana, mereka disambut ramah oleh satpam dan perawat yang berlalu-lalang.

Gio mengambil ponselnya untuk menelepon dokter keluarga mereka yang memang dari dulu mengobati keluarga Gio.

[Halo, Nak Gio?]

"Halo Bu Dokter, Bu Dokter lagi di ruangan gak ya? Gio mau kesana."

[Ada, Gi. Kebetulan gak ada pasien, kesini aja. Bu Dokter tunggu.]

"Oke Bu, tunggu sebentar."


Gio pun menggandeng tangan Zora sambil menuju ke ruangan Dokter Ziva. Zora tersenyum tipis dengan perlakuan Gio.

"Kamu gapapa jalan?" tanya Gio ditengah perjalanan mereka.

"Kenapa?"

"Mau aku gendong?" Zora berpikir sebentar lalu mengangguk.

Gio berjongkok lalu Zora memeluk Gio dari belakang. Perlakuan Gio sekecil itu sudah bisa membuat Zora senang. Akhirnya mereka tiba di ruangan Dokter Ziva, mereka disambut dengan sangat ramah oleh Dokter andalan keluarga Gio itu.

"Lho, Gio. Ini pacarmu ya?" tanya Dokter Ziva menggoda mereka.

"Ini istri Gio, Dok.  Namanya Zora, dari kemarin mual sambil munt@h-munt@h." 

"Ohh, biar Bu Dokter periksa dulu ya. Nak Gio tunggu aja dulu disini." Dokter Ziva lalu membawa Zora masuk ke ruangan beliau.

"Mualnya sudah lama?" Zora yang awalnya melamun langsung sadar.

"Sekitar satu mingguan, Dok."

"Oke, sebentar ya!" 

Setelah beberapa menit, Dokter Ziva dan juga Zora keluar dengan senyum sumringah. Gio pun bingung sendirian sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Selamat ya, kalian bakal jadi orangtua. Zora hamil, dan usia kandungan sudah hampir 2 minggu."  Gio diam sambil memproses apakah ia masih tidur di kasur atau memang sedang di rumah sakit.

"SERIUSAN, DOK?! RA, SERIUS RA?" Zora mengangguk cepat sambil tersenyum bahagia.

"Selamat ya atas kehamilannya, ini resep vitamin biar kandungannya kuat dan sehat." Dokter Ziva menyodorkan secarik kertas.

"Makasih ya, Dok! Kami permisi pulang dulu," pamit Gio.

"Iya, silahkan cek ke dokter Reya bulan depan. Soalnya Bu Dokter bukan Dokter kandungan." Mereka pun mengangguk paham lalu pergi menuju parkiran.

*************

"Makasih ya, Ra. Setelah penantian hampir 2 tahun, akhirnya kita kebagian jatah juga." 

"Aku yang harusnya makasih sama kamu, karena udah mau nunggu 2 tahun. Semoga kita bisa bertahan sampai hari tua ya?" Gio menatap Zora dalam sambil mengangguk setuju.

Gio adalah tipikial orang yang punya kesabaran setebal dompetnya, sedangkan Zora yang sekarang berumur 21 tahun masih memiliki sikap kekanak-kanakan.  Kadang ia usil dan mengikat rambut Gio saat Gio tidur, melemparnya bantal saat bosan, dan yang lain.

"Jaga anak kita baik-baik ya, Ra."

"Pasti."

[To Be Continue . . . .]

Gue Bukan Cewek Biasa (END) | Dahyun & EunwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang