Epilog

138 80 27
                                    

5 Tahun Kemudian

Hari yang cerah menyinari kota Cambridge. Emma duduk santai di kedai kopi dekat kompleks rumahnya. Sebuah novel menjadi daya tariknya.

Sebuah kertas terjatuh saat Emma membuka lembar selanjutnya. Emma segera mengambilnya dari lantai. Ingatan Emma langsung tertarik mundur saat melihat kertas itu.

Itu adalah sebuah sketsa rumah yang dibuat Alfa untuknya. Emma termenung menatapnya. Tangan Emma mengusap nama 'Alfa Xander' pada bagian pojok kertas.

"Seorang Juliet tidak akan pernah bisa melupakan sang Romeo." gumam Emma pelan.

Diselipkannya kertas itu lalu ia menutup novelnya. Tangannya terangkat dan menggenggam lembut kalung yang melekat di lehernya. Matanya menatap kosong ke kursi yang ada di depannya. Pikiran Emma melayang jauh.

Emma menatap luka di lengan kanannya. Luka itu seperti tattoo sekarang. Bahkan tanda pria itu tidak bisa dihilangkan dari tubuhnya.

Sebuket bunga tiba-tiba berada di depan wajahnya. Emma begitu terkejut. Saat ia menoleh ke samping, wajah Adam begitu dekat dengannya. Entah kenapa ia menjadi gugup sendiri.

"Apa kau sudah lama menunggu, Nyonya Rivaldi?" ucap Adam sambil tersenyum usil.

Wajah Emma jadi merah. Adam hanya tertawa melihatnya. Emma menarik buket bunga itu dengan cepat.

"Nyonya Rivaldi? Kau pikir aku ini istrimu?!"

Adam terlihat acuh tak acuh. Ia segera duduk di kursi depan Emma.

"Calon istri." ucap Adam penuh penekanan.

Emma menggelengkan kepalanyan pelan.

"Aku ingin menyelesaikan pendidikan terlebih dahulu lalu menjadi seorang dokter spesialis yang hebat. Jika karirku sudah bagus barulah aku akan menikah."

"Kau ingin menjadi perawan tua, huh?!"

Adam selalu kesal jika Emma berbicara seperti itu. Berapa tahun lagi ia akan menunggu gadis itu? Ia sudah bosan untuk terus menunggu.

"Jadi kau tidak mau menunggu?"

"Tentu saja aku akan menunggumu. Hanya saja tidak perlu harus menunggu hingga karirmu bagus. Aku seorang pengusaha sukses. Aku bisa menghidupimu. Tenang saja!"

Emma menyandarakan tubuhnya. Ia malas jika mereka membahas topik ini.

"Aku tidak ingin bergantung pada suamiku nanti." ucap Emma tegas.

Adam menghela nafas. Ia kalah jika Emma sudah bersikap seperti ini. Gadis ini benar-benar mengacaukannya.

"Kau benar. Kau tidak akan pernah bergantung padaku. Tapi betapa suksesnya diriku, aku pasti akan selalu bergantung padamu."

Emma terdiam. Maksud Adam sudah lain. Ia jadi gugup setiap kali Adam menatapnya serius seperti sekarang ini.

Mata Adam menatap lurus ke dalam mata Emma.

"Aku mencintaimu, Emma Stellere."

"Aku juga mencintaimu, Adam Rivaldi."

****

Cambridge Classic Story  (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang