11. The Hidden Past

164 112 42
                                    

"Nenek!" teriak Emma saat sampai di rumah adik ayahnya. Acara keluarga ini diadakan di sana karena pamannya memiliki rumah di Lombok dengan pekarangan belakang yang luas. Cukup untuk mengadakan pesta barbeque.

Paman kembali dari dapur dengan membawa sebotol wine. Seluruh anggota keluarga bersorak. Acara ini terasa begitu menyenangkan. Hal ini jarang terjadi karena masing-masing sibuk dengan pekerjaannya. Emma duduk di samping neneknya dan mulai mengobrol tentang pamannya.

"Nenek, kapan paman akan menikah? Umurnya sudah tiga puluh tujuh tahun. Aku khawatir ia akan menjadi bujangan tua. Oh iya, bukankah paman sudah memiliki kekasih? Kalau tidak salah namanya Lula. Mereka sudah berpacaran lebih dari tiga tahun. Kenapa paman tidak melamarnya saja? Jika terlalu lama, nantinya gadis itu akan pergi meninggalkannya. Umur mereka sudah matang untuk menikah."

Neneknya hanya tertawa mendengar ucapan Emma.

"Hari ini ia akan melamar gadisnya." bisik neneknya.

Emma langsung menutup mulut untuk menahan teriakannya. Ia benar-benar terkejut. Emma mengedarkan pandangannya dan melihat pamannya tengah menyiapkan makanan dengan gadis yang sudah lama menjadi kekasihnya. Gadis itu tampak tertawa bahagia di samping paman, hingga terbentuk rona merah di wajahnya.

Emma bangkit lalu menghampiri pamannya. Ia tertawa jahil lalu berdiri di antara paman dan kekasihnya.

"Paman Spencer!" ucap Emma sambil tersenyum penuh arti. Spencer kemudian menoleh ke arah ibunya yang tertawa melihat mereka. Emma menahan tawanya lalu mengalihkan diri kepada Lula yang tengah memotong buah.

"Kelihatannya enak. Wahhh, tanganmu terlihat luwes sekali memotong buah-buahan ini. Aku dengar kau juga pintar memasak. Luar biasa! Benar-benar calon istri idaman. Tapi, aku heran kenapa kau juga belum menikah? Jika aku seorang laki-laki aku pasti akan mendekatimu dan melamarmu. Kau sudah lebih dari tiga tahun bersama pamanku. Kenapa kalian belum menutuskan untuk menikah juga? Oh iya, kudengar hari ini pamanku akan......"

Spencer dengan cepat membekap mulut Emma yang terus saja berceloteh. Lula tidak tahu akan rencananya untuk melamar hari ini. Ia menarik Emma untuk menjauh. Lula hanya tertawa melihat tingkah paman dan keponakan itu.

"Kenapa?!" ucap Emma keras.

"Apa yang coba kau katakan tadi?" ucap Spencer sambil mengangkat dagu.

Emma tertawa melihat Spencer. Ia hanya bercanda tadi. Ia tidak benar-benar akan memberitahu Lula. Ia hanya ingin memancing reaksi pamannya. Dan ternyata seperti ini. Melihat pamannya yang gugup sungguh lucu baginya. Ia tadi hanya ingin usil sedikit.

"Jangan gugup. Jadilah pria sejati!" ucap Emma lalu menepuk pundak Spencer. Emma kemudian kembali mendekati Lula.

"Apa yang kalian bicarakan? Kenapa harus menjauh dariku?" ucap Lula yang mulai penasaran.

"Bukan apa-apa. Hanya saja aku sedikit usil tadi. Dia benar-benar gugup. Sangat lucu. Aku tidak tahu jika dia segugup itu. Kau akan mendapatkan keberkahan hari ini dari kekasihmu." ucap Emma lalu mengedipkan sebelah matanya.

Spencer mendekat ke arah mereka. Ia merasa sangat gugup. Sangat sulit untuk bisa menetralkan dirinya. Sebuah kotak merah berisi cincin berlian itu sudah berada di saku celananya. Jantungnya berdegup kencang. Ia akan segera mengakhiri masa lajangnya. Keluarganya sudah berulang kali menyuruhnya hingga ia bosan mendengarnya. Dan inilah saat yang tepat untuk itu.

"Lemaskan bahumu paman!" ucap Emma lalu menepuk pundak Spencer beberapa kali. Emma kemudian meninggalkan mereka berdua dan mendekat ke arah ayah dan ibunya di sisi lain meja. Emma langsung memeluk ayahnya.

Cambridge Classic Story  (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang