10. A Feeling

183 114 42
                                    


Sebuah cahaya hangat tampak memaksa masuk dari celah korden. Dengan gontai Emma berjalan ke arah jendela lalu membukanya. Spontan mata Emma langsung menyipit saat merasakan sinar matahari pagi yang langsung menyeruak masuk.

"Ini sudah pagi." gumam Emma pelan.

Suara ketukan terdengar. Perlahan Emma berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Tidak ada orang sama sekali. Tapi ada sebuah kotak berwarna hitam yang tergeletak di depan pintu kamarnya. Emma melihat ke sekeliling, tampak Adam yang baru saja memasuki kamar hotelnya.

Apa ini darinya?. Ucap Emma dalam hati.

Emma mengambil kotak itu lalu menutup pintu. Dibukanya kotak itu dan mendapati mawar merah di sana. Emma langsung menutup hidung saat merasakan bau anyir yang pekat. Tangannya tergerak untuk mengusap mahkota bunga mawar itu. Terasa sangat lembab. Emma menarik tangannya dan sebuah bercak merah menempel di jarinya.

Ini darah.

Emma langsung membanting kotak hitam itu. Emma menggaruk kepalanya frustasi. Kenapa banyak hal aneh yang menimpanya akhir-akhir ini? Dan siapa yang melakukan ini semua?

Ini benar-benar membuatnya stress. Emma meninggalkan kotak itu begitu saja lalu berjalan ke kamar mandi. Ia berusaha melupakannya. Terror mawar merah darah itu tidak boleh mengganggu perasaannya hari ini. Tidak boleh.

Disisi lain, Adam duduk terdiam di tepi ranjang sambil termenung menatap ponselnya yang berisi pesan dari Nyonya Stellere yang mengajaknya untuk datang ke acara keluarga.

Adam tertawa miris lalu melempar ponselnya ke tempat tidur. Ia menghela nafas beberapa kali lalu bangkit untuk membereskan segalanya. Ia berniat untuk tidak melanjutkan liburan ini. Ia akan langsung pulang ke Cambridge setelah acara keluarga selesai.

Setelah menghabiskan waktu beberapa lama, Adam keluar dari kamar bersama koper hitamnya. Ia berhenti di depan kamar Emma lalu mengetuk pintunya. Emma terkejut mendapati Adam yang sudah rapih dengan membawa koper.

"Kau ikut?" tanya Emma sambil menutup pintu kamar hotelnya. Emma hanya membawa barang-barang yang ia perlukan, selebihnya ia tinggalkan di hotel.

"Akan terasa aneh jika aku tidak ikut. Aku juga tidak ingin mereka menanyakan soal keluarga." ucap Adam tanpa ekspresi.

Adam berjalan lebih dulu. Emma hanya menatap punggung Adam lalu mulai melangkah. Meskipun sudah lama mengenal Adam bahkan hingga tinggal satu atap, tapi sampai sekarang Emma masih tidak bisa membaca raut wajah Adam. Dia sangat pintar mengontrol perasaannya. Terkecuali perasaannya kepada Emma.

Mereka berdua menghapiri teman-temannya yang sudah berkumpul di tempat makan lantai bawah hotel. Teman-temannya terkejut melihat mereka yang tampak akan pergi.

"Kalian akan kemana?" tanya Mia yang terkejut. Emma memang belum menceritakan tentang acara keluarganya kepada teman-teman.

"Kami akan ke Lombok. Ada acara keluarga." jawab Emma dengan memasang wajah yang tampak menyesal.

"Benarkah?! Kenapa tidak bilang?!" ucap Alfa yang terkejut.

"Kenapa kau begitu terkejut?" ucap Emma lalu mencubit pipi Alfa. Emma hanya tertawa lalu mengambil minuman Alfa dan meneguknya sampai habis.

"Berapa lama?" tanya Mijin angkat suara.

"Hanya satu malam." jawab Emma singkat lalu meletakkan kembali gelas itu di dekat Alfa.

"Tapi, kenapa Adam membawa kopernya?" tanya Ardo yang heran dengan koper besar Adam.

"Setelah dari Lombok, aku akan langsung pulang ke Cambridge." jawab Adam yang mengundang keluhan dari teman-temannya. Emma sontak menatap Adam. Ia tidak tahu jika Adam akan langsung pulang.

"Kenapa begitu?" keluh Rossie. Liburan mereka akan kurang seru jika kurang satu personil.

"Aku ada urusan." ucap Adam lalu menatap ke arah Emma yang terkejut. Emma merasa sedikit curiga dengan Adam. Ia langsung mengalihkan pandangannya.

"Sudahlah, kami pergi dulu." ucap Emma lalu melambaikan tangannya. Adam melangkah pergi bersama Emma.

Saat di pesawat, Emma tidak mengira bahwa Adam akan duduk di kursi sebelahnya. Emma menatap Adam penuh selidik.

"Kau sengaja, kan?"

"Apanya?"

"Memesan kursi di sebelahku."

"Iya."

"Wow! Kau langsung mengakuinya!"

"Kenapa? Kau ingin aku berbohong dan mengatakan bahwa ini hanya kebetulan."

"Tidak. Aku hanya merasa aneh kau langsung mengakuinya."

"Kau ingin aku buat lebih aneh lagi dengan pengakuanku?"

Adam langsung mendekatkan wajahnya. Emma tampak tidak bergeming atau bahkan bergerak mundur. Adam menatap tajam ke arah mata Emma.

Tatapan intens Adam membuat Emma menahan napasnya. Detik kemudian Adam menjauhkan dirinya dari Emma. Sontak Emma langsung menghembuskan nafas lega. Ia selalu merasa terintimidasi jika Adam menatapnya seperti itu.

"Kau merasa tertekan?" ucap Adam yang menyadari tingkah Emma. "Bertahanlah. Karena aku akan menjadi sumber ketidaknyamananmu."

Emma menoleh ke arah Adam. Ia kurang mengerti dengan maksud perkataannya.

Adam menyandarkan tubuhnya dengan nyaman. Ia menutup matanya. Ia ingin tidur karena semalam dirinya sangat sibuk bekerja.

Waktu berjalan begitu saja. Emma mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia tertidur.

Tangan Adam bergerak dan membuat Emma menyadari sesuatu. Emma merasakan tangan Adam yang melingkar di sepanjang belakang bahunya. Bahkan sekarang kepalanya berada di leher Adam.

Aroma parfume Adam tercium di hidungnya. Ia terdiam. Ia tahu ia tinggal menyingkirkan lengan Adam, tapi tubuhnya kaku dan tidak mengikuti perintah otaknya.

Adam perlahan membuka matanya. Ia tahu jika Emma sudah bangun karena sekarang deru napas Emma terasa begitu cepat di lehernya. Gadis ini gugup. Tapi dirinya sendiri tidak menyadarinya.

Kepala Adam bergerak menunduk. Emma yang menyadari pergerakan Adam langsung mendongakkan kepalanya.

Emma tidak memprediksi jika dengan mendongakkan kepalanya akan jadi sedekat ini dengan Adam. Bahkan hidung mereka sampai bersentuhan. Emma terdiam. Tubuhnya menolak untuk menjauh. Selama beberapa detik mereka seperti itu. Seperti biasa Adam menatapnya dengan intens dan penuh intimidasi.

Detik kemudian Adam mengangkat kepalanya. Ia kembali menarik Emma ke lehernya dan kembali ke posisi tadi. Emma langsung menghembuskan nafas panjang. Nafas itu menerpa kulit leher Adam dan membuat Adam tersenyum samar.

Brengsek! Dia selalu berhasil membuat perasaanku naik turun, ucap Emma menggerutu dalam hati.
****

Jangan lupa klinik bintang ya guys!

Bisa komen atau inbox kalo ada yang belum jelas atau dipertanyakan.

Terimakasih atas waktunyaaaa!!!!!



Cambridge Classic Story  (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang