Mobil BMW silver itu berhenti di halaman sebuah rumah mewah. Devan turun dari mobil tanpa mengucapkan terima kasih pada pengacara sekaligus pamannya itu, Irawan juga tidak terlihat terganggu dengan sikap Devan.
Begitu pintu rumah di buka. Di ruang tamu sudah ada Farah, dan sekertaris pribadinya yang memang menunggu kedatangan Devan. Pemuda itu dengan sengaja mengabaikan keberadaan Farah.
"Sampai kapan kamu akan menjadi pembuat onar seperti ini?"
Langkan Devan terhenti. Disaat yang sama Irawan baru saja masuk ke ruang tamu hanya bisa terdiam. Pria itu hanya bisa menggerutu karena terjebak situasi yang tidak mengenakkan.
"Pikirkan masa depanmu!" Farah mencoba untuk menunjukkan keperduliannya.
"Aku sudah mencoba untuk bersabar, tapi kamu sepertinya tidak perduli sama sekali!"
Devan hanya diam, menoleh pada Farah untuk sesaat lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Ada kesenangan tersendiri ketika ia berhasil membuat Farah merasa tidak di hargai dan bersikap seolah perempuan itu tak pernah ada dalam hidupnya.
Farah memperhatikan Irawan.
"Ayo kita bicara sebentar," Farah terkesan kaku, meskipun mereka kaka beradik tapi mereka tidak terlalu akrab, terutama Irawan yang memang kurang suka dengan sikap angkuh dari kakak perempuannya itu.
"Memang ada yang masih perlu di bicarakan?" Tanya Irawan terkesan enggan meladeni Farah.
"Kejadian hari-"
"aku sudah mengurusnya dengan baik, itu tidak akan menjadi batu sandungan untuk Devan kedepannya."
Farah menatap tak suka pada adiknya yang sudah berani memotong ucapannya.
"Ya, bagus. Memang harusnya seperti itu," bukannya berterimakasih Farah malah meledek Irawan, "aku hanya ingin memastikan anakku memiliki masa depan yang cerah, berbeda denganmu yang membuat masa depan putranya hancur."
Alis Irawan bertautan.
"Benar juga, dia juga berandalan sama sepertimu."
"Ya...mau bagaimana lagi, dia adalah putraku," ujar Irawan dengan bangga, "menikah sama sekali tak akan menghancurkan masa depan Genta, aku hanya ingin memberikan pelajaran padanya dan mengajarkan pada Genta atri dari sebuah tanggung jawab, aku tidak mau putraku menjadi pengecut yang lari dari kesalahannya!"
Farah merasa tersinggung dengan ucapan adiknya, ia tahu betul kalimat terakhir yang di ucapkan adiknya tidak lain adalah untuk dirinya namun Farah berusaha untuk menutupinya.
"Sampai kapan pun, perbuatanmu tidak pernah di benarkan!" Tak berniat berbicara lebih lama lagi dengan kakaknya, Irawan segera menuju ke kamar Devan.
🍁🍁🍁
Kala itu saat Devan berusia delapan tahun...
Devan baru saja pulang pukul tujuh malam setelah menyelesaikan lesnya sepulang sekolah, dengan semangat bocah itu menenteng kertas nilai ulangan hariannya, papanya pasti akan senang saat Devan menunjukkan nilai A++ miliknya.
Hujan badai yang terjadi di luar sana tak mempengaruhi semangat Devan yang sudah merindukan papanya karena ditinggal syuting dua minggu di luar kota.
PRANG!!!
Devan terkesiap, langkahnya terhenti ketika ia sudah dekat dengan kamar orang tuanya yang berada di lantai dua. Otak Devan sulit mencerna beberapa kalimat kasar yang di dengarnya dari dalam sana, ia masih terlalu kecil untuk memahami apa yang tengah terjadi di dalam sana.
Devan memberanikan diri untuk mengintip dari balik pintu kamar yang memang sedikit terbuka.
Bunyi pintu kamar yang terbuka membuat Farah menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Symphony Of Fate
RomanceSemua orang mengira apa yang ada pada hidup Devan adalah sebuah kesempurnaan, namun mereka salah, Devan tak lebih dari seorang pembuat onar di kampusnya, karena kekuasaan mamanya lah, tidak ada yang berani mengusik Devan, tapi satu hal yang mereka t...