Chapter 6 : Attractive🍁

14 9 1
                                    

Luna baru saja menyelesaikan tugasnya. Beberapa temanya sudah pamit pulang menyisakan Luna seorang diri yang memang malam ini jadwalnya piketnya untuk membereskan dapur. Luna mengamati bangku kantin yang sudah tertata rapi terbalik di atas meja, mengecek sekali lagi agar tidak ada yang terlewat.

Dengan semangat Luna menguncir rambutnya, ia menggunakan celemek agar pakaiannya tidak kotor saat membereskan dapur. Tak lupa Luna juga menyetel musik agar suasana tak selalu sepi.

Although loneliness has always been a friend of mine
I'm leavin' my life in your hands
People say I'm crazy and that I am blind
Risking it all in a glance
And how you got me blind is still a mystery
I can't get you out of my head
Don't care what is written in your history
As long as you're here with me

Luna bahkan tak segan untuk ikut bernyanyi dan sedikit menunjukkan bakat dance miliknya. Toh tah ada yang menyaksikannya, "I don't care who you are, Where you're from, What you did, As long as you love me,
Who..."

"Who you are, Where you're from, Don't care what you did, As long as you love me." Seseorang ikut menyanyikan lagu As Long As You Love Me dari Backstreet Boys, membuat Luna kaget karena mengira tak ada orang di sana, parahnya orang itu adalah Devan.

"Kamu?!" Luna was-was, "Kenapa kamu ada di sini?"

"Bukankah ini kantin?, Tentu saja aku kemari untuk makan."

Luna menghela napas kesal. Siapa yang akan ke kantin pada jam sembilan malam? Apa lagi saat juru masak kantin sudah pulang!

"Tidak bisa!" Tolak Luna dengan tegas, "tidak ada makanan, juru masak juga sudah pulang."

Devan tak kehabisan akal, "tapi bukannya ada kamu?"

Apa lagi yang orang gila ini rencanakan??.

Luna berusaha bersikap sabar, jangan sampai karena Devan ia harus kehilangan pekerjaannya, "aku??, Tidak bisa!"

Devan menunjukkan salah satu kartu AS miliknya, "kalau begitu..." Devan menunjukkan buku milik Luna yang dibawanya, "buku ini, sebaiknya aku buang saja."

Devan menjelaskan mengenai buku yang tadinya sempat di paketkan oleh pihak kantor polisi, karena mengira buku ini milik Devan. Luna berusaha merebut buku itu dari tangan Devan namun karena perbedaan tinggi mereka Luna jadi cukup kesulitan.

"Kembalikan!"

Devan tak menghiraukan Luna, ia malah semakin senang saat melihat Luna yang masih saja tetap bersemangat untuk meraih bukunya walaupun itu hampir mustahil. Tinggi devan yang 185cm sedangkan luna 160cm, Luna dalam posisi yang tidak di untungkan.

"Baiklah," Luna menyerah, "aku akan memasak, tapi setelah selesai makan cepat pergi dan kembalikan bukuku!"

"Setuju."

Tak sampai lima menit Luna sudah keluar dengan membawa mangkuk yang di dalamnya berisi makanan yang baru saja masak. Ketika di sajikan Devan terheran bukan main, bukanya benar-benar memasak, Luna malah membuatkan dirinya Mie instan pakai telur plus daun sawi hijau.

"Kamu bercanda??"

"Kalau tidak mau ya sudah," Luna baru akan mengangkat kembali makanan itu namun di cegah oleh Devan.

Ini bukan mie organik atau pasta, Devan sebenarnya enggan memakan Mie itu, tapi demi rencananya, dia harus tetap memakannya, bukan tanpa alasan selain karena Mie instan yang tidak sehat, ada benda yang tidak Devan sukai didalam mie itu. Sawi, Devan benci sayuran hijau.

Untung saja itu bukan brokoli!

Luna memperhatikan Devan yang sibuk memisahkan sawi dari Mie instan, ia mencibir kelakuan Devan yang memilih makanan seperti anak kecil, berusaha untuk mengabaikan keberadaan Devan, luna kembali melanjutkan kegiatannya.

Karena sibuk beberes, Luna terlambat menyadari kalau Devan sudah menghilang dari sana. Sebuah kalimat umpatan berhasil meluncur dari mulut mungil gadis itu ketika menyadari dirinya sudah di bodohi, seharusnya dia tidak mempercayai Devan, ketika mengambil mangkuk bekas Devan gadis itu menyadari ada selembar uang seratus ribuan dan secarik kertas di bawahnya.

Telpon aku jika kamu ingin bukumu kembali.

Luna tertawa tanpa suara, kenapa pemuda itu begitu pede, Devan juga menuliskan nomor teleponnya disana, Luna kesal, sebenarnya ia bisa saja membeli buku baru yang sama persis dibandingkan berurusan dengan Devan, tapi buku itu adalah hadiah dari Tirta.

🍁🍁🍁


Devan menyesap sampanye miliknya. Raganya memang berada di bar namun pikirannya terus memikirkan Luna, bukan karena Devan menyukai gadis itu, ia hanya sedang memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa segera dekat dengan Luna, waktunya tak banyak, hanya dua hari dan itu telah di mulai siang tadi.

Seorang perempuan muda datang menghampiri Devan, "mau menjadi partner ku?!"

"No!" Jawab Devan singkat, ia ke bar hanya ingin menikmati alkohol untuk menenangkan pikirannya, bukan untuk bersenang-senang seperti Anthony yang sekarang sudah seperti Zombie yang menari-nari di dance floor.

Bukanya segera pergi, perempuan itu malah bermanja, mungkin ia mengira kalau dia bersikap seperti itu Devan akan melunak, perempuan itu salah, tak mau situasi jadi runyam Anthony segera menjauhkan Devan dari perempuan random binti agresif itu, "aku peringatkan, jangan menganggu temanku ini, dia tak akan pernah tertarik padamu, sekalipun kamu telanjang di hadapannya itu tak ada artinya baginya."

Akibat omongan Anthony yang ngelantur, perempuan itu dan beberapa temannya malah mengira kalau Devan adalah seorang gay dan itu membuat Devan semakin kesal, andai saja Anthony mengatakan hal itu dalam keadaan sadar, Devan pastikan akan membanting Anthony ke lantai.

Dengan pedenya Anthony bahkan masih berani menoleh ke arah Devan dan tersenyum, senyuman bodoh itu semakin membuat Devan ingin menjitak kepalanya, Devan hanya bisa menghela napas, kesal. Devan menyeret Anthony pergi meninggalkan Bar, membiarkan gosip tentang dirinya menyeruak. Devan tak perduli.

~•To Be Continue•~

Symphony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang