"kamu menyukainya?" Tanya Tirta langsung pada intinya. Ia duduk di bangku teras kost Luna, gadis itu tak membiarkan Tirta masuk, dengan alasan kalau Luna masih tidak berani menemui Tirta, ini pertama kalinya Luna melihat Tirta semarah itu sampai membanting kursi.
Luna tak menjawab pertanyaan Tirta. Ia berdiri di balik tirai Jendela, jika di katakan menyukainya, Luna suka, bukan suka yang dapat di artikan sebagai cinta melainkan suka karena Devan itu tampan, siapa gadis yang tidak suka pemuda tampan?. Tapi disisi lain Luna juga tidak menyukai kepribadian Devan yang terkesan semaunya sendiri, apa lagi sikap Devan semalam itu sungguh keterlaluan. Bukankah itu termasuk pelecehan?
"Kenapa diam saja?" Tirta menghela napas, "apa kamu juga keberatan menceritakan apa yang kalian lakukan semalam?, Kalian sungguh melakukan hal itu?"
"Tidak!" Sanggah Luna, "kami tidak melakukan apa-apa, dia memang sempat ingin melakukannya tapi berhenti."
Tirta merasa lega, rupanya Devan tadi memang sengaja memancing emosinya saja, tapi sekalipun mereka memang tidak melakukan hal itu, Devan sudah membuat orang-orang di kampus salah paham, Tirta jadi khawatir dengan Luna kedepannya.
"Apa kamu keberatan menjawab jika aku bertanya alasannya?"
"Karena aku menangis," Luna menjawab dengan malu-malu.
Tirta menggantungkan martabak telur di gagang pintu kost Luna, "itu makanan kesukaanmu, jangan lupa mengunci pintunya setelah aku pulang, aku janji tidak akan memberitahukan bunda masalah ini."
Sebelum pulang Tirta kembali mewanti-wanti Luna agar menjaga jarak dari Devan. Sepertinya tanpa di minta pun Luna pasti akan menjaga jarak, sejauh mungkin dari orang yang bernama Devan Indrayana itu, Devan membuat Luna mencicipi obat racikannya sendiri, ia tak mau terlibat dengan orang seperti itu.
🍁🍁🍁
Paginya Luna bersiap untuk berkerja di Cafetaria kampus. Sebuah hal yang tak terduga sudah menantinya, bukan Devan tapi Farah, dia datang ke cafetaria bersama asistennya dan juga Queenza, Farah meminta Luna menjadi waiters khususnya untuk pagi ini.
Farah memuntahkan French Toast yang tadi di pesannya, "ini terlalu manis, apa kamu ingin membuatku jadi diabetes?"
Luna meminta maaf, ia juga mengganti French Toast pesanan Farah dengan yang baru. Tak berhenti sampai di situ dengan sengaja Farah menumpahkan Cappuccino ke Apron Luna namun membuat kejadian itu seolah sebuah ketidak sengajaan, "kamu ada di situ, aku tidak melihatmu, bagaimana ini aku tidak mungkin melanjutkan sarapanku tanpa ada kopi."
Devan datang setelah di beritahu oleh seorang mahasiswa seangkatannya kalau sedang terjadi drama besar di Cafetaria, kedatangannya bertepatan ketika Luna membawakan Cappuccino baru untuk Farah. Lagi, dengan sengaja asisten Farah membuat Luna menumpahkan kopi yang di bawanya itu pada French Toast di meja.
"Apakah seperti ini cafetaria mendidik waiters nya?" Ujar Farah dengan wajah datar.
Tak ada seorang pun yang berniat untuk membantu Luna, Gadis itu hanya bisa diam di perlakukan seperti itu. Farah memberikan sebuah amplop yang tebal pada asistennya yang langsung memberikan amplop itu pada Luna, membuat Gadis itu menerimanya secara paksa.
Queenza hanya terdiam menyaksikan semuanya, ia merasa dilema, di satu sisi ia merasa senang karena Luna mendapatkan pelajaran tapi di sisi lain dia juga merasa kasihan.
Mereka sama sekali tak menyadari keberadaan Devan di belakang Luna, "terimalah uang itu, mulai detik ini kamu sudah bukan bagian dari pegawai cafetaria lagi, mengenai universitas tempat kamu mendaftar kuliah. . .ada baiknya kamu lupakan, karena kamu tidak akan bisa kuliah di sana."
Devan merampas uang itu dan melemparkannya di piring Farah membuat cipratan Cappuccino mengenai blouse yang dikenakan Queenza. Ini pertama kalinya Queenza melihat Devan yang marah, terlihat begitu menyeramkan.
"Aku baru tahu kalau Rektor juga bisa menjadi pembully!"
"Pembully??," Farah masih bisa bersikap tenang padahal dirinya sekarang menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di Cafetaria, "aku hanya menyingkirkan kerikil yang berserakan di jalan, apa kamu tidak lihat bagaimana dia berkerja?, Waiters dengan kualitas seperti ini bisa membuat cafetaria mengalami kerugian."
Sekarang luna mengerti dari mana Devan mendapatkan sifat semaunya sendiri itu, mereka benar-benar ibu dan anak.
Farah menatap Luna dengan tatapan Jijik, "aku tidak tahu apakah kamu tidak tahu malu atau urat malu mu sudah putus, kamu dengan bangga memamerkan lehermu, apa kamu ingin semua orang yang melihatmu tahu kalau kamu berhasil merayu putraku."
Yang Luna kenakan adalah seragam Waiters cafetaria, dimana ada aturan dilarang menggunakan pakaian tambahan, andai boleh Luna pasti memilih menggunakan turtle neck untuk menutupi bekas kissmark Devan.
"Aku yang merayunya!!!" Devan sengaja berteriak agar orang-orang disana tahu, "Lebih tepatnya aku yang memaksanya!!!"
"Apa kamu mau menyebut dirimu sendiri sebagai pelaku pelecehan?!" Farah mulai kehilangan ketenangannya karena peryataan Devan barusan.
"Ya!, Aku melakukannya!, Dia menolak ku dan aku melecehkannya karena aku ingin menjadikan dia mil-"
Plak!
"Jaga ucapanmu!!"
Luna tak ingin terlibat lebih jauh lagi, ia pergi begitu saja dari sana. Devan mencoba menghentikannya tapi Luna menepis tangan Devan dengan kasar.
Farah menoleh ke arah Queenza yang matanya sudah berkaca-kaca, tak mau suasana hati Queenza makin buruk dia mengajaknya untuk pergi ke ruangannya saja, dia bahkan mengatakan kalau itulah alasannya kemarin mewanti-wanti Queenza mengenai putranya, Farah mengatakan kalau Devan sangat suka bermain dan cepat merasa bosan, Cepat atau lambat Devan pasti akan meninggalkan Luna, jadi Farah ingin agar Queenza bersikap tenang seperti tidak terjadi apa-apa.
~•To Be Continue•~
KAMU SEDANG MEMBACA
Symphony Of Fate
RomanceSemua orang mengira apa yang ada pada hidup Devan adalah sebuah kesempurnaan, namun mereka salah, Devan tak lebih dari seorang pembuat onar di kampusnya, karena kekuasaan mamanya lah, tidak ada yang berani mengusik Devan, tapi satu hal yang mereka t...