Chapter 17 : Collapse🍁

6 2 0
                                    

Tirta membatu Luna beres-beres. Sekalipun Anthony mengatakan kalau mereka boleh tinggal di sana sepuasnya tetap saja Tirta merasa sungkan, apa lagi dirinya tak begitu dekat dengan teman-teman Devan itu.

"Kak!" Tirta menoleh ke asal suara, Luna masih menggunakan Apronnya, "apa dia nanti akan menyukainya?"

Tirta memutar bola matanya. Jengah, ini sudah kesekian kali Luna menanyakan pertanyaan yang sama, "jika dia tidak suka akan aku bantu menyuapkan makanannya secara paksa," kesalnya. Bagaimana bisa Luna mengundang Devan untuk makan malam bersama, gadis itu melakukannya sebagai tanda terima kasih karena Devan mau menyelamatkannya.

Tirta yang pada dasarnya memang begitu kurang menyukai Devan jadi bete berat. Dan lagi!, Menyelamatkan, apa itu pantas di katakan penyelamatan sedangkan masalah yang menimpa Luna adalah karena ulah Devan, tepatnya dosa masa lalu pemuda tengik itu, Tirta lebih senang menganggapnya sebagai bentuk pertanggung jawaban Devan atas masalah yang sudah ditimbulkannya.

"Hemmmm..." Aroma wangi menyeruak dari arah dapur, Tirta mencoba bersikap bijak, sekalipun dia tak menyukai Devan tapi Tirta tak mau menyakiti perasaan Luna, "apa yang kamu masak, aromanya enak sekali."

"Sup ayam brokoli!" Jawab Luna Antusias.

"Mungkin dia akan suka," senang dengan Jawaban Tirta, Luna menghilang dari balik tembok.

Usai membereskan kamar yang semalam dipakai Luna, Tirta menghampiri Luna yang terlihat bersemangat menyiapkan makan malam untuk mereka bertiga, "apa kamu menyukainya?"

Aktifitas Luna terhenti, ia menoleh pada orang yang sudah ia anggap seperti kakak kandungnya sendiri, Tirta kembali menanyakan pertanyaan yang sama, "apa kamu suka sama Devan?"

"Lusa kita akan pulan kan, kak?" Luna enggan menjawab, ia tak mau membuat Tirta marah, kejadian Tirta yang membanting kursi itu membuat nyali Luna menciut untuk mengutarakan perasaannya.

"Sepertinya kamu memang menyukainya."

Luna mencoba untuk mengabaikan kalimat Tirta barusan dan melanjutkan acara memasaknya.

🍁🍁🍁


Devan sedang bersiap-siap. Sudah bisa di tebak Tuxedo memang bukanlah gayanya, ia kembali membuka Jas yang sudah melekat pada dirinya, menyisakan kemeja dengan dua kancing atas yang di biarkan terbuka dan lengannya di gulung tiga per empat. Kalung rantai silver dan jam tangan yang berwarna senada, tak lupa Devan juga menggunakan pomade untuk rambutnya.

Ada alasan di balik tampilannya yang rapi. Nanti malam ia ada janji makan malam dengan Luna, tapi ia berpenampilan seperti ini bukan semata karena Luna saja, Genta. Adik sepupu Devan yang baru berusia delapan belas tahun itu akan menikah. Apalah kalau buka karena Married because accident, Genta memang sama pembuat Onarnya seperti Devan, tapi Devan tak pernah menyangka kalau Genta lebih nekat dari dugaannya. Dasar anak muda jaman sekarang!

Farah tanpa permisi langsung masuk begitu saja ke kamar Devan. Senyuman Devan hilang seketika, Devan tak menoleh ke belakang karena ia bisa melihat keberadaan Farah melalui pantulan dari Cermin.

"Kapan kamu akan meninggalkannya?!"

Devan yang sejak tadi sibuk menata rambutnya berhenti karena pertanyaan Farah, "aku tidak tahu," jawab Devan cuek.

"Lebih cepat kamu putus dengannya akan baik untuk kamu kedepannya," Devan menatap sengit pada Farah, tak suka dengan kalimat Farah barusan, "Queenza ratusan kali jauh lebih baik dari pada Gadis kampungan itu."

"Entahlah..." Devan dengan sengaja memberi jeda pada kalimatnya, ia berniat untuk membuka kembali luka lama Farah, "anda tahu kan, sama seperti anda aku juga memiliki selera yang buruk dalam memilih pasangan, ada kemungkinan nanti aku juga akan mendorong istriku dari balkon sama seperti yang anda lakukan dulu, jadi lebih baik aku menjadi pasangan yang bukan dari keluarga terpandang agar tidak menjadi batu sandungan untuk masa depanku, jadi aku tidak akan bernasib seperti anda."

Devan meraih ponsel dan kunci mobilnya, ia pergi begitu saja meninggalkan Farah yang masih termangu dengan pikirannya yang melayang mengingat tragedi itu.

Devan dan Farah tak menyapa satu sama lain di pernikahan Genta. Dari acara itu di mulai sampai acara itu selesai mereka bersikap seolah tak mengenal satu sama lain, Irawan tak habis pikir dengan kakak perempuannya itu, bagaimana bisa sebagai orang tua tunggal Farah bersikap begitu dingin pada Devan, ia tak pernah membenarkan sikap Devan terhadap Farah, hanya saja penolakan Devan merupakan hal yang wajar setelah semua yang ia alami.

"Kamu sudah mau pulang?!" Irawan menegur Devan yang baru saja berpamitan padanya, "kenapa tidak menginap saja?"

"Tidak bisa," tolak Devan, "malam ini aku ada janji makan malam dengan seseorang."

Irawan tertegun untuk sesaat, bukan karena ucapan Devan, tapi karena merasakan ada perubahan dari diri Devan, Irawan sudah lupa kapan terakhir kali dia melihat keponakannya itu tersenyum bahagia.

"Kalau begitu aku tidak akan menghalangi mu," Devan pergi, dalam hatinya ia sudah sangat tidak sabar untuk memberi tahu Luna, gadis itu pasti akan sedang dengan kejutannya.

Sebelum menemui Luna, Devan sempat pulang ke rumah. Ada sesuatu yang tertinggal, Devan membelikan Luna sebuah Envelope Necklance sayangnya ia tadi lupa membawanya.

Saat akan keluar dari rumah Devan berpapasan dengan Farah. Farah langsung menahan lengan putranya tersebut, "sampai kapan kamu mau bersikap seperti ini?, apa kamu akan mengabaikan aku bahkan sampai aku mati?!!"

Devan menepis tangan Farah. Mengacuhkan keberadaan Farah, tak berhenti sampai di situ, Farah dengan sengaja menghalangi jalan Devan, "tidak bisakah kamu melupakan semua itu, mari kita mulai semua dari awal, Devan semua yang mama lakukan adalah demi kebaikanmu. . .percayalah."

Farah meraih tangan Devan.

"Termasuk membunuh papaku?" Genggaman tangan Farah perlahan melonggar dan terlepas, Devan masih dengan wajah datarnya.

Tak ada lagi kata yang mampu Farah ucapkan. Ia sudah menoreh luka yang terlalu dalam bagi Devan, Farah berjalan ke arah sofa di dekatnya, kakinya terasa lemas, Devan sudah pergi meninggalkannya. Sopir pribadi Farah berlari tergopoh-gopoh menghampiri Farah mengatakan kalau Devan pingsan, Farah sudah tak memperdulikan rasa lelah dan sakitnya, ia bahkan tak memperdulikan high heels nya terlepas saat berlari menghampiri putranya yang tergeletak di dekat pos satpam.




~•To Be Continue•~

Symphony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang