Chapter 11 : Misunderstood🍁

8 4 0
                                    

Tirta sudah berkeliling di cafetaria mencari Luna. Ia terkejut bukan main saat mendapati empat puluh panggilan tak terjawab dari Luna, Smart Phone nya mati karena kehabisan baterai. Tirta juga baru menyadarinya saat mencharger smart phone nya. Tak berhenti sampai di situ, ia juga mencari Luna di area gedung fakultas tapi nihil, Luna tidak ada di sana. Jika sampai terjadi sesuatu pada Luna bunda pasti akan memarahinya habis-habisan.

Dengan harapan terakhirnya Tirta mencari di arena gedung UKM yang ada di dekat Fakultas Hukum. Ketika menyisiri koridor di sana ia mendapati Devan yang tengah menenteng paper bag. Dari obrolan beberapa mahasiswi di sana, Tirta tahu kalau Devan semalam tidur di sana, parahnya mereka mendapati Devan yang keluar dari salah satu ruangan UKM dengan bertelanjang dada. Pemuda itu pasti sudah kehilangan pikirannya, pikiran tirta mendidih ketika mengingat apa yang sudah orang gila itu lakukan pada Luna semalam.

Tirta tersentak ketika mendapati pemikiran yang negatif. Luna semalam tidak pulang setelah dia antarkan ke cafetaria dan Devan yang semalam tidur disini, Tirta mencoba menepis pemikiran buruknya, Luna buka perempuan seperti itu, itu tak mungkin terjadi!

🍁🍁🍁

Luna terbangun dari tidurnya, ia tak tahu apakah hari sudah pagi atau malah ia kesiangan. Tak ada jendela di ruangan ini, hanya ada ventilasi udara yang jauh dari jangkauannya. Ketika melihat ke sampingnya Luna mendapati dua bungkus Sandwich dan sekotak susu UHT, ada pesan yang tertempel di kotak itu, Luna memuji tulisan tangan Devan yang terlalu rapi untuk ukuran tulisan tangan laki-laki, Devan menulis agar luna menunggunya jika ingin keluar karena dia sedang mencarikan Luna pakaian.

Apakah Devan merasa bersalah pada Luna?. Karena kelaparan Luna tak mau memikirkannya, ia memakan sarapannya dengan lahap, lagipula tak mungkin ia keluar hanya dengan mengenakan kemeja dan celana dalam saja, walau kemeja Devan menutupi setengah paha Luna tetap saja kurang pantas berjalan keluar tanpa mengenakan Bra.

Rak buku di ketuk dari luar, yang tahu kamar rahasia ini hanya Devan, ia pasti sudah kembali. Luna beranjak turun dari tempat tidur, tak menyadari robekan gaunnya yang sudah lepas akibat tidur semalam.

Pintu rahasia terbuka, menampilkan Devan yang menggunakan kaos berlogo salah sagu toserba di dekat area kampus, Devan sempat terpaku sesaat melihat penampilan Luna, ia tak banyak bicara langsung menyerahkan paper Bag itu pada Luna. Dimata Devan Luna terlihat mengemaskan dan menggoda saat menggunakan kemejanya yang kebesaran.

Luna kaget dengan isi paper bag yang Devan bawakan. Luna tahu kalau Devan mencarikannya pakaian hanya saja ia tak mengira kalau pemuda itu juga membelikan Bra dan celana dalam juga, "bagaimana kamu bisa tahu?"

"Aku sudah melihatnya semalam," jawab Devan memasang wajah datarnya, ada semburat merah yang muncul di wajahnya, sekeras apapun Devan menyembunyikannya itu tak akan berhasil, "38B, kan?"

Pertanyaan Devan barusan membuat Luna terdiam.

"Jika kamu tidak segera mengganti pakaianmu bisa-bisa aku menyerang mu lagi seperti semalam," Luna buru-buru menutup pintu kamar rahasia untuk berganti baju. Devan tersenyum tanpa sadar karena tingkah Luna.

Tangan Tirta terkepal kuat mendengarkan semua itu, terutama suara lawan bicara Devan, itu suara Luna. tanpa pikir panjang Tirta masuk dan langsung menghajar Devan, Devan yang tak menduga kehadiran Tirta sempat kaget sesaat sebelum memberi perlawanan, perkelahian dua orang itu menjadi tontonan beberapa mahasiswi yang ada di sana. Rak buku terbuka menampilkan Luna yang sudah selesai ganti baju dengan kaos lengan pendek dan celana kulot panjang.

Tirta menghentikan pukulannya, adanya Luna di sana menyita perhatian orang-orang yang tadi menonton perkelahian mereka. Tirta mengamati Luna, lebih tepatnya pada bekas kissmark yang banyak terdapat di leher Luna, sudut bibirnya keunguan dan tampilannya yang berantakan. Semua orang bertanya-tanya apakah semalam gadis Cafetaria itu menghabiskan malam bersama Devan, Tirta kebakaran jenggot ia ingin kembali menghajar Devan namun di hentikan oleh Luna, tak hanya itu Luna bahkan membantu Devan untuk berdiri.

"Katakan kalau semua ini tidak benar!" Tirta merasa kecewa pada Luna.

Luna tak berani menjawab. Ini pertama kalinya Luna melihat Tirta begitu marah padanya, seolah memahami situasinya, Devan membiarkan Luna di belakangnya, tentu sikapnya itu membuat Tirta kian berang.

"Apa yang sudah kalian berdua lakukan!?," Tirta mengamuk, ia membanting kursi kayu yang ada di dekatnya sampai hancur membuat semua orang ketakutan, tapi tidak dengan Devan, "apa yang sudah kamu lakukan pada adikku, bangsat!!"

"Kamu membuatnya ketakutan."

Tirta menyadari maksud Devan, "Luna..."

Luna menunduk, semakin mengeratkan genggamannya pada kaos Devan.

Anthony dan Jaka tiba, mereka langsung membubarkan kerumunan, Anthony mencoba untuk mengambil seberapa smart phone yang tadinya mereka gunakan untuk mem video kejadian itu, beberapa berhasil walau harus bertengkar dulu namun ada juga beberapa yang lolos karena melarikan diri.

Kedua sahabat Devan itu masih sulit mempercayai apa yang mereka lihat, "jadi...Devan ke gab?"

"Sepertinya begitu." Jawab jaka terlihat acuh, ada hal lain yang dipikirkannya.

Jaka kali ini tidak terlihat berada di pihak Devan, "kenapa jadi begini, taruhannya hanya untuk mendapatkan foto ciuman saja, kamu tak perlu menidurinya, bodoh!"

"Kamu memarahiku?" Tanya Devan tak terima. sebenarnya Jaka ini berada di pihak mana?

"Aku juga punya adik perempuan, sialan!!"

"Kamu punya adik perempuan?" Tanya Anthony terlihat kaget, selama ini dia tidak tahu kalau Jaka memiliki adik perempuan, "kenapa tidak kau kenalkan padaku?"

"Aku masih waras, untuk apa aku mengenalkan adikku pada buaya darat sepertimu!?"

Devan meminta Luna untuk kembali masuk ke dalam, dia berjanji akan menjelaskan semuanya pada Tirta.


~•To Be Continue•~

Symphony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang