Bonus! Chapter 9b Tirani Ari - part 1

2.3K 40 2
                                    


Hai teman-teman,

Aku tahu, ceritanya sudah tamat, dan kita semua sudah berpisah dengan Pak Brengos. Tapi, tahu nggak? Aku masih sering merindukannya. Jadi, aku memutuskan untuk menulis chapter ini, sebuah insert tambahan sebagai cara untuk 'bertemu' lagi dengannya.

Chapter ini spesial karena aku tulis dengan penuh nostalgia dan rasa kangen yang mendalam. Aku ingin kalian merasakan apa yang aku rasakan, sensasi kembali ke dunia Pak Brengos dan Ari, menyaksikan aksi-aksi mereka yang penuh gairah dan dominasi. Ini seperti reuni yang tidak terduga, tapi sangat menyenangkan.

Bagi aku, Pak Brengos lebih dari sekadar karakter dalam cerita. Dia seperti teman lama yang selalu ada di sudut hati. Dan menulis chapter ini memberikan aku kesempatan untuk 'berbicara' dan 'berinteraksi' dengannya lagi. Aku harap, kalian juga bisa merasakan kehangatan dan kegembiraan dalam perjumpaan kembali ini.


Mata gue terpejam, terbawa oleh gelombang mimpi yang masih berkeliaran di batas kesadaran. Dalam keheningan kamar yang hanya diterangi rembulan, suara mengigau Pak Brengos melantun lembut, seolah menjadi penghubung antara dunia mimpi dan nyata. 

"Mas Sayang... aku patuh... aku hanya memakai kalung anjing..." suaranya berat dan maskulin, sebuah bisikan setia yang menggema di keheningan.

Perlahan, kesadaran mulai membanjiri pikiran gue. Pak Brengos masih tenggelam dalam tidurnya yang lelap, tubuhnya yang perkasa terikat di ranjang tak berdaya.

Rasa hangat dari tubuhnya yang terbaring di samping gue, seperti sebuah perapian yang menyala di pagi yang dingin.

Dada montok Pak Brengos, keras dan kekar, menjadi bantal sempurna bagi kepala gue. Setiap nafas yang dia tarik menaikkan dan menurunkan tubuh gue dalam irama yang menenangkan sekaligus membangkitkan. Otot-ototnya yang keras namun lembut itu memberikan kenyamanan yang tak terhingga, mengundang gue untuk tenggelam lebih dalam dalam dekapannya.

Suara igauan Pak Brengos tidak henti-hentinya mengalun, mengulang peraturan yang telah gue tanamkan dalam pikirannya. "Mas Sayang... aku akan menjaga kebersihan dan keindahan tubuhku demi kepuasanmu..." Igauannya menggema seperti mantra, mengingatkan gue akan kuasa yang telah gue miliki atas dirinya. Setiap kata yang terucap adalah bukti kepatuhan yang tak tergoyahkan, sebuah simbol dari dominasi yang gue ciptakan.

Aroma maskulin Pak Brengos mengisi ruangan, membangkitkan setiap indera gue. Bau khasnya, perpaduan antara keringat, kejantanan, dan sedikit aroma sabun, membuat gue merasa iri pada siapa saja yang pernah dekat dengan Pak Brengos. Aroma itu mengingatkan gue pada malam liar yang telah kami lalui, setiap momen penuh gairah dan dominasi yang kami bagi.

Di dalam dekapan Pak Brengos, gue merasa seperti telah menemukan tempat yang selama ini gue cari. Sebuah tempat di mana gue bisa menjadi diri gue yang sebenarnya, tanpa takut dihakimi.

Pagi itu, sambil membiarkan diri gue terbuai dalam dekapan Pak Brengos, gue merenungkan rencana untuk hari ini. 

Gue memikirkan bagaimana gue akan menggunakan Pak Brengos untuk memenuhi setiap keinginan gue. 

Dari memaksanya melayani gue dengan cara yang lebih intens hingga menggadaikan cincin kawinnya untuk modal bisnis kami. 

Semuanya adalah bagian dari permainan dominasi yang gue rencanakan, sebuah permainan yang menjanjikan kepuasan yang tak tertandingi.

Ketika gue bersiap untuk memulai aktivitas pagi, suara mengigau Pak Brengos terus mengalun, menambah lapisan kenyamanan dan kekuasaan di udara. "Saya harus melayani Mas kapanpun dan dimanapun sesuai keinginan Mas Sayang..." Suaranya, lelah namun penuh kepasrahan, berbisik lembut di telinga gue, menunjukkan betapa dalamnya pengaruh gue atas dirinya.

Lonte Kekarku, Pak BrengosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang