Ada semacam kelembutan yang bercampur dengan nostalgia dalam cahaya pagi yang merayapi kamar tidur kami. Seolah setiap jengkal ruangan ini menyerap rasa sayang dan kebersamaan yang pernah ada. Selimut kehangatan dari tubuh Bang Boas menempel erat di sisi gue.
Tapi di tengah semua itu, ada satu bayangan yang selalu hadir, seolah mengintai dari balik kebahagiaan gue.
Bayangan itu adalah Pak Brengos.
Gue membiarkan mata ini terpejam sejenak, meresapi keheningan malam dan hembusan angin yang ringan dari jendela terbuka. Ketika gue menatap foto Pak Brengos dicetak dengan ukuran yang mendominasi salah satu dinding, terpaku dalam kerangka hitam glossy.
Dengan ekspresi wajah penuh pengabdian dan mata yang terlihat penuh hasrat meski tersenyum, dalam foto itu, tubuhnya yang kekar dan kuat terikat tak berdaya. Foto itu adalah momen tangkapan di acara perpisahan yang gue adakan untuknya, sebuah peringatan atas kebersamaan kami yang tak terlupakan.
Acara perpisahan itu dihadiri oleh klien-klien VIP kami, beramai-ramai datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Pak Brengos. Saat itu, gue sudah mulai pacaran dengan Bang Boas, jadi gue memutuskan untuk mengijinkan klien-klien kami untuk menikmati liang Pak Brengos yang dulunya terlarang.
Penerimaan mereka begitu antusias, membuat malam itu menjadi semakin istimewa.
Kenangan itu kembali seperti gelombang, membawa gue ke malam penuh emosi saat Pak Brengos menyerahkan dirinya untuk terakhir kalinya kepada klien-klien kami. Meskipun Pak Brengos kewalahan, dia mampu menunjukkan kekuatan luar biasa dalam melayani klien-klien kami. Ia tunduk, bertekun, dan tak pernah menyerah.
Dalam remang-remang cahaya ruangan itu, suasana malam itu penuh dengan desir dan kenikmatan. Para klien VIP kami berjejer di tepi ruangan, tatapan mereka penuh dengan hasrat yang tak terbendung.
Di tengah ruangan, terikat dengan tali shibari yang rumit dan indah, terbaringlah Pak Brengos. Tubuh kekarnya terbuka dan terpapar, terpompa penuh berkat sesi latihan intens tepat sebelum pesta dimulai, siap untuk memberikan kenikmatan terakhir bagi klien-klien yang telah dia layani selama ini.
"Siap lonte kekarku?" Sambil menatap matanya yang gelap, melihat refleksi kepasrahan dan ketaatan di sana.
"Siap Mas Sayang! Bapak tidak akan menegecewakan Mas Sayang," jawabnya.
"Bagus," balas gue sambil melepaskan cubitan dari kedua putingnya.
"Siapa yang pertama?" suaraku bergema dalam diam yang menegangkan. Tidak ada yang menjawab, hanya ada desiran rendah dan tatapan penuh nafsu.
Seorang langganan kami bertubuh gempal maju. Dengan langkah tenang namun penuh nafsu, dia melangkah maju. Rambut keritingnya hitam legam menambah kontras terhadap kulitnya yang kecoklatan. Ia mengangkat kepala Pak Brengos, menatap mata Pak Brengos yang teduh dengan nafsu dan harap.
Pak Brengos menatapnya balik, kemudian membuka mulutnya lebar-lebar, menunjukkan kepatuhannya."Sudah siap, Brengos?" desis klien dengan tatapan ganas itu. Kontol bengkoknya menantang di depan mulut Pak Brengos, menciptakan bayangan janggal dan memancing keinginan. Seiring dengan sebuah anggukan tegas, dia menyodokkan dirinya ke dalam, kontol bengkoknya menghilang dalam mulut Pak Brengos.
Sementara itu, klien lain yang lebih muda, dengan rambut pirang dan mata biru bergabung. "Ah! Finally!" serunya, penuh kemenangan. Matanya yang biru memancarkan kepuasan saat dia meraih lubang Pak Brengos dan dengan tegas menghunjamkan kontolnya yang panjang ke dalam. Goyangan pertamanya membuat Pak Brengos menggelinjang.
Di sisi Pak Brengos, dua klien lain berdiri. Salah satunya berkulit hitam legam, tubuhnya penuh tato tribal, sedangkan yang lain seorang youtuber terkenal berambut merah dan jangkung, dengan tatapan yang sama ganasnya. Mereka memilih dari berbagai mainan dan alat dalam koleksi pribadiku, mencari yang paling sesuai untuk menyiksa Pak Brengos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonte Kekarku, Pak Brengos
RomanceKamu homophobic? Cerita ini bukan buat kamu. Disclaimer ⚠️ BDSM: Hargai dan hormati batasan serta keinginanmu sendiri. Jika ada elemen dalam BDSM yang terasa tidak nyaman atau tidak sesuai dengan nilai-nilaimu, jangan ragu untuk menghindarinya. "Ci...