Chapter 22 Perang Para Budak

3.2K 87 17
                                    

Pak Brengos dan Boas berlutut di hadapan gue. Dada mereka yang terpompa kembang kempis, wajah mereka merona merah, karena sesi barusan. Mata mereka tertuju ke kontol gue yang ngaceng poll.

"Budak-budak berototku haus?" tanya gue.

Pak Brengos dengan hormatnya minta izin ngomong, "Tuan, hamba haus." Boas ngikut, "Tuan, Budak junior juga."

Gue maju dan berdiri di atas mereka. "Bukakan mulut kalian, para anjing kesayangan Tuan!" perintah gue.

Mereka patuh buka mulut lebar-lebar sambil menjulurkan lidah mereka yang basah. Gue arahin kontol ke mulut Pak Brengos dan mulai kencing. Air seni gue yang hangat mengalir deras masuk ke mulutnya. Jakun Pak Brengos naik turun ketika dia menegak pancuran air seni gue.

Boas, si junior, ngeliatin ini dengan mata nanar. Di kontennya , Boas sering menyuruh submisifnya meminum kencingnya, jadi hal ini tidak mengejutkannya lagi.

Tapi sekarang keadaan berbalik, apakah dia bisa meminum air seni gue sekarang?

"Budak junior haus juga?" kata gue.

"Y-ya, Tuan, Budak junior haus," jawab Boas gemetar.

Gue pindahin kontol gue ke mulut Boas. Gue kencing lagi. Boas kesusahan nelen semuanya, pipis gue luber ke dadanya yang berotot dan melendung itu.

Ini sangat mengagumkan, meskipun belepotan, tapi gue menghargai kepatuhannya, gue ingat waktu Pak Brengos pertama kali dipaksa minum kencing, ia muntah-muntah. Boas walaupun wajahnya mengerenyit, tetap berusaha sekuat tenaga menelan sebanyak mungkin kencing gue.

"Budak Junior, saat diberi minum, pastikan ekspresimu menunjukan rasa syukur!" hardik Pak Brengos ketika melihat Boas mengerenyit.

Pak Brengos bangkit dan mulai menjilati pipis yang tumpah di otot-otot Boas "Tuan, Budak junior harus tahu kalau di sini kita tidak boleh buang-buang berkah yang Tuan berikan."

Pak Brengos dan Boas berkerja sama menyeruput dan menjilati pipis yang tumpah di lantai, gue ngeliatin dua budak berotot gue yang berlutut di depan gue dengan pengabdian tanpa batas.

Gue merasa kayak Raja di kerajaan paling bejat ini, dan itu bikin kontol gue berkedut-kedut kegirangan.

"Kalian mau ini?" gue nyengir sambil menggoyang-goyangkan batang gue yang ngaceng.

"Ya Tuan!" jawab mereka serempak.

Gue berdecak. "Tidak secepat itu, kalian harus buktikan kalau kalian layak dapat kontol Tuanmu," goda gue sambil mengibaskan kontol gue ke muka mereka. Kontol gue yang keras ini menghantam pipi Pak Brengos. Ia menjulurkan lidahnya, menginginkan lebih.

"Tuan, biarkan Hamba merasakan kontol Tuan," kata Pak Brengos dengan suara menggumam. Ada tatapan setia di matanya, tapi juga kepasrahan.

"Hamba juga, Tuan!" kata Boas.

Gue tertawa sambil mengibaskan kontol gue di muka mereka, bercanda dan memukuli wajah mereka dengan kontol.

Mereka menjulurkan lidah dan mendesis, nggak sabar. Pipi mereka basah oleh pukulan kontol gue. Pak Brengos terlihat pasrah, sementara Boas nampak seperti hewan buas yang siap menerkam.

Gue tersenyum lebar. "Baiklah, Budak Senior dan Budak Junior, saatnya kalian menunjukkan betapa patuhnya kalian pada Tuan," ujar gue, sambil menunjukkan penjepit puting spesial dengan magnet di kakinya. Lalu mulai memasangkan mainan itu di puting mereka.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lonte Kekarku, Pak BrengosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang