Juni 2024
"Ramai sekali."
Wanita itu terlihat gugup mendapati ratusan pasang mata kini sedang memandang ke arahnya. Suara jernih darinya mengundang segaris senyum manis dari pria yang sedang berdiri tepat di sebelah kanannya.
"Jadi, kamu lebih suka pesta pernikahan yang sepi?" Bibir lelaki itu mendekat ke telinganya, berbisik sangat pelan.
"Tolong lihat kemari sebentaaar!" Seorang fotografer tak jauh di hadapan mereka sedikit berteriak.
Keduanya lantas tersenyum ke arah mata tunggal lensa kamera, memamerkan wajah bahagia sepasang pengantin yang akan memulai hidup baru bersama. Dalam ikatan benang takdir yang disebut pernikahan, mereka tidak akan lagi mengarungi bahtera hidup seorang diri. Pernikahan itu membuat mereka saling berjanji di hadapan Tuhan, berjanji untuk menjalani setiap detik yang berdetak dengan penuh cinta dan kasih.
Laki-laki itu telah mengucap ijab kabul, meminta wanita yang sangat ia cintai di hadapan Tuhan. Rasa bahagianya tersalurkan melalui lengkungan bulan sabit yang kini timbul di wajahnya. Ternyata benar, takdir dari Sang Esa tidak pernah salah alamat. Karena perempuan yang kini menjadi pendamping hidupnya itu ... merupakan sosok yang telah lama menjadi incaran hatinya.
"Mempelai wanita bisa menggandeng lengan mempelai pria agar lebih romantis." Sambil bersiap untuk mengambil gambar, pria dengan kamera itu lalu ikut tersenyum karena mendapati postur mempelai wanita sangat canggung, punggungnya terlalu tegang.
"Aduh, sepertinya mempelai wanita masih malu-malu. Tolong lebih rileks lagi, silakan menyandarkan kepala di pundak suaminya."
Meskipun rikuh, mempelai wanita akhirnya mengikuti arahan yang diberikan.
"Nah, begitu. Tahan. Senyum terus, ya? Satu ... dua ...."
CEKREK!!!
* * *
Sebuah foto pernikahan berukuran sangat besar terpampang jelas. Pada bingkai mewah yang kini melekat di tembok ruang keluarga itu, potret kedua mempelai yang sedang tersenyum sangat manis dan bahagia ditampilkan. Mempelai wanita bersandar di pundak mempelai pria, menandakan betapa wanita itu telah menyandarkan seluruh jiwa dan raganya pada sang suami. Di sampingnya, sang mempelai pria berdiri tegap menyediakan bahunya yang kokoh. Menandakan betapa ia siap untuk merawat dan melindungi istrinya dengan sepenuh hati.
"Kak, ini disimpan di mana?" Seorang gadis yang baru saja melalui pintu masuk bertanya dengan napas lelah, kedua lengannya memeluk kardus berisi lusinan kaset pita.
Hari ini, sepasang pengantin baru itu melakukan pindahan untuk menghuni rumah impian mereka. Rumah yang akan menjadi saksi bisu bagaimana jutaan keromantisan akan larut dalam setiap sudutnya. Dari mereka yang saling menjerat hati. Dari sepasang yang senantiasa menenun kasih.
"Simpan di atas meja aja dulu, Dek. Kamu baru pulang sekolah ganti baju dulu, dong. Malah langsung ke sini." Wanita itu setengah berteriak dari ruangan lain. Namun, masih bisa ia lihat dari bingkai pintu yang terbuka bagaimana adiknya itu muncul dengan seragam sekolah yang masih lengkap.
Gadis berseragam SMA itu adalah adik tirinya. Mereka menjadi keluarga saat ayah dan ibu mereka memutuskan untuk menuruti keinginan takdir dan mengikat mereka menjadi satu kesatuan. Kini keduanya menjalankan peran masing-masing dengan sangat baik dalam keluarga, selalu ada untuk satu sama lain meski tak sedaging dan sedarah, mencintai kedua orang tua mereka dan menerima keberadaan masing-masing meski datang dari rumah tangga yang berbeda.
Gadis SMA itu kemudian membuang tubuhnya yang lelah ke salah satu sofa empuk, menghadap tepat ke arah foto pernikahan kakak perempuannya. Saat sosok yang menyandang status sebagai kakak tirinya itu menghampiri—untuk ikut duduk di sofa—segera ia bergeser menyediakan ruang kosong.
"Tadi pas aku pulang ke rumah, kebetulan Kakak Ipar lagi angkut barang ke mobil. Jadi aku langsung ikut aja."
Orang yang dibicarakan baru saja masuk sambil membawa dua kantong kertas berwarna cokelat, ada logo huruf M berwarna kuning tercetak di sana. Laki-laki dengan postur tegap itu menatap mereka berdua secara bergantian dari balik tesmaknya. Ia memiliki hidung yang mancung, sangat pas untuk model tesmak berbentuk lingkaran yang sedang ia kenakan.
"Siapa yang lapar?" Pertanyaan itu lolos dari bibir tipisnya sambil menunjukkan dua kantong berisi makanan cepat saji dalam genggamannya. "Aku siapin di piring dulu, biar lebih enak makannya."
Begitu pria berparas rupawan itu menghilang dari jangkauan mata keduanya, barulah sang adik mulai meluncurkan pertanyaan yang sudah lama membuatnya penasaran. Dilipatnya kedua kaki dan mengubah arah duduknya menghadap pada sang kakak.
"Aku penasaran deh, Kak. Gimana awal pertemuan kalian dan bagaimana kisah cinta kalian bermula?" Ia memperbaiki posisi duduknya dengan raut antusias. "Cerita dong, Kak. Aku pengen tahu sejarah kisah kasih kalian kayak gimana."
Kakaknya tertawa kecil, "Dasar anak muda. Asal kisah cinta, aja, langsung semangat."
"Cinta emang selalu menarik untuk dibahas, Kak. Kakak pasti tau." Gadis itu nampak semakin serius, membuat kakaknya tergelak. "Nah, ceritanya harus dari awal, ya, Kak?"
"Hmm ... dari awal, ya?" Wanita itu berpikir sejenak dengan kedua mata yang kini tertuju pada potret pernikahannya. Senyum teduh timbul di wajahnya sebelum ia menghela napas panjang.
"Ini hanya kisah dua remaja biasa. Berawal dari menjumpa sosoknya di usia anak SMA, dan sekolah menjadi sarang kenangan bagaimana asmara dua anak remaja menembus cakrawala."
"Aduh, indah sekali pemilihan kata seorang pengagum sastra." Ia tersenyum jenaka saat mendengar gombalan adiknya yang tiba-tiba. "Terus, Kak? Lanjut lagi."
Perempuan berparas ayu itu kembali terdiam, ditatapnya sang adik yang sudah siap mendengar apa-apa yang keluar dari mulutnya. Kedua mata gadis itu berbinar terang.
"Di usia seperti kamu sekarang, Kakak bertemu dengan dia. Objek paling indah dalam hidup Kakak yang tak pernah terasa baik saat itu. Di pertengahan tahun dua ribu sebelas ...."
***
Selamat malam penghuni dunia fiksi
Berjumpa lagi dengan penulis amatir kalian, azrinley. Atau yang kerap disapa Rin >,<
Ini adalah cerita kedua setelah Vhallscavepe, Rin harap kalian menyukainya meski tak lagi bergenere fantasi yang menakjubkan.
Gimana prolog-nya? Sudah cukup membuat penasaran, tidak?
Chapter satu akan Rin update nanti, sebelum itu ... kita ramaikan dulu, yuk, cerita ini. Ayo komen pendapat kalian mengenai prolog ini, dan jangan lupa untuk menekan tombol bintang. Vote dan komentar dari kalian sangat berarti bagi penulis <3
I MISS YOU GUYS SO MUCH!!!
with love, belovedhaechan
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A poem [SEGERA TERBIT]
Teen FictionKetika puisi menjadi wadah untuk segala emosi, karena hati menguras habis segala bentuk perasaan. Dalam sanubari, ada hasrat untuk menjadikan seseorang sebagai tanda titik di halaman terakhir kisah hidup. Menorehkan rasa dalam setiap bait-bait puisi...