"Tenn-nii.. " suara kecil yang teredam mengembalikan kesadaran Tenn. "Maaf Riku, apa sesak?" Tenn menangkup dan mengusap pelan bagian samping kepala Riku. Seperti sedang membantu adiknya untuk memalingkan wajah, padahal tangannya hanya menempel ringan, bergerak seirama dengan gerakan kepala yang Riku buat.
Riku menatap wajah Tenn sejenak, lalu mengedarkan padangannya pada sekitar. Setelah tidak mendapat apapun yang familiar dimatanya, kepalanya kembali bersandar pada dada bidang Tenn. Sebenarnya Riku ingin bertanya, kemana perempuan yang sempat menghampiri mereka tadi, siapa dia. Tapi dirinya terlalu malas untuk mengeluarkan suaranya, cukup tadi saat memanggil kakaknya saja. Sekarang Ia mengantuk, ingin tidur. Sebelum sebuah suara yang dapat menginterupsi seluruh penumpang kereta membuatnya mengangkat kepala lagi, dan memperhatikan sekitarnya dengan raut bingung.
"Kita akan turun Riku," jelas Tenn cepat bersamaan dengan manik crimson yang mengarah padanya.
Mengabaikan rasa kantuknya, reaksi gembira terbit pada wajah kecil Riku. Tubuhnya spontan bergerak untuk berdiri diatas tumpuan kedua paha Tenn, memeluk leher kakaknya erat dan memandang pemandangan luar jendela yang menampilkan visual stasiun tujuan kereta mereka. Seakan keinginan menutup matanya untuk beristirahat tadi tidak pernah ada.
Tenn hanya tersenyum melihat reaksi dari adiknya, dirinya membenahi barang bawaan dan gendongannya pada Riku, lalu bersiap untuk turun. "Baiklah, tetap tenang. Dan perhatikan tanganmu." Tenn menarik tangan Riku yang bergerak liar seakan ingin menyambar apapun didekatnya, membawanya kembali dalam dekapannya. Si kecil ini sedikit nakal ternyata.
Tempat duduk Tenn dekat dengan pintu keluar, jadi tidak perlu menunggu lama atau berdesakan untuk bisa keluar dari kereta.
"Uwahh kita sampai," seru Riku saat sudah berada diluar kereta.
"Kita masih perlu berjalan beberapa menit," sanggah Tenn cepat. Raut wajahnya sedikit sendu, takut jika Riku kecewa ketika mengetahui bahwa mereka belum sepenuhnya sampai di dorm i7.
Kendati raut sedih, anggukan dengan penuh semangat Tenn dapatkan. "Riku jalan?" tanyanya dengan senyuman lebar, tapi sangat menipu.
Tenn memberikan senyuman terbaik yang Ia punya, "tidak!" tolaknya tegas. Tatapan matanya sedikit menajam, mengatakan dengan jelas jika dirinya tidak ingin dibantah. Tenn tidak akan tertipu.
•
•
•Tenn membawa langkahnya dengan santai, membiarkan Riku merusuh digendongannya. Bergerak kesana kemari, serta melirik liar kemanapun objek yang bisa masuk dalam arah pandangnya. Tenn bukan mengabaikan Riku, dia selalu menjawab apapun pertanyaan ataupun obrolan yang Riku buat. Jadi selama Riku tidak mengatakan sesuatu Tenn akan tetap diam. Dia tidak mau mengganggu kegiatan adiknya saat ini.
Selain itu, Tenn sedikit melamunkan kejadian dimana dirinya bertemu dengan salah satu penggemarnya.
Itu terlalu tiba-tiba.
Bukannya Tenn takut untuk menghadapi situasi seperti itu, Ia hanya sedikit terkejut. Dirinya bahkan tidak pernah terpikirkan apa yang akan dilakukannya ketika mendapati situasi seperti itu. Sebab itu, yang terjadi tadi cukup membuat Tenn tegang.
Bagaimana menjelaskannya, setelah bersama Riku kembali bahkan dirinya tidak memikirkan apapun, sekalipun itu pekerjaannya. Tenn hanya fokus pada Riku, mengabaikan segala urusan diluar yang tidak berhubungan dengan adiknya. Jadi bagaimana Ia memprediksi akan kejadian di kereta tadi.
"Hahh.. " sudahlah, lupakan. Tenn tidak mau ambil pusing masalah tadi. Itu sudah berlalu dan Ia mendapat pengalaman. Tenn tidak terlalu sial bukan, lagian itu menguntungkannya, agar jika mendapati situasi yang sama dia tau apa yang harus dilakukannya.
"Tenn-nii, Riku mau itu." Tenn menatap adiknya sebentar, lalu pandangannya beralih searah apa yang ditunjuk tangan kecil itu.
"Permen kapas?" Tenn mengalihkan kembali pandangannya pada Riku, menatap lekat wajah manis adiknya yang terlihat sangat menginginkan permen kapas. Tenn merenung, "tapi Riku sudah banyak mengkonsumsi makanan manis pagi ini."
"Riku, bagaimana kalau beli yang lain? Roti misalnya?" tangan yang semula terangkat berayun secara lemah. Kedua sudut bibir mungilnya sedikit melengkung kebawah. "Tenn-nii tidak mau membelikan Riku? Um?" tanyanya sedih saat menyadari bahwa kakaknya menolak permintaannya.
"Aduh!" Tenn menepuk kening dalam batinnya, Ia salah langkah. "Bukan seperti itu-" Tenn menjeda kalimatnya, sedikit mengangkat posisi gendongannya dan mensejajarkan wajahnya dengan pria kecilnya. Tenn sedikit terkekeh melihat adiknya bersedih, "Riku tadi sudah banyak makan manis, tadi dirumah makan banyak permen kan? Nanti kalau Riku sakit gigi bagaimana?" lanjutnya mencoba memberi pengertian.
Tenn hanya takut adiknya terlalu berlebihan mengonsumsi gula. Tadi setelah bangun tidur dan sehabis sarapan Riku sudah menghabiskan dua botol susu. Bahkan adiknya itu menghabiskan tujuh biji permen dalam waktu bersamaan, sedangkan Tenn hanya membatasinya memakan permen tiga biji sehari. Dan bahkan belum siang hari adiknya melewati batasan yang dia buat, belum lagi ice cream sebelumnnya.
Kalau hanya sekedar sakit gigi mungkin Ia toleransi. Tapi bagaimana kalau Riku-nya jatuh sakit, fisiknya sekarang sangat rentan akan penyakit jika tidak diperhatikan dengan baik. Harus dengan cara seperti apa dirinya sebagai kakak yang sangat brocon ini untuk memberi pengertian pada adik tercintanya.
"Tapi Riku mau.. "
"Astaga!!" batin Tenn menjerit penuh kegilaan. "Baiklah, tapi hari ini sudah tidak ada permen lagi ok?" putusnya dengan sangat pasrah. Menolak juga bagaimana bisa, Riku-nya terlalu menggemaskan hiks.
Lagipula Tenn tidak mau membuat adiknya sedih, khusus hari ini Tenn akan memberikan sedikit kelonggaran untuk Riku. Hanya sehari melewati batas ke perfeksionis-an Tenn, dia tidak akan rugi banyak.
Kedua sudut bibir yang sejenak tertarik kebawah kembali terangkat dengan manisnya, lalu ditempelkannya pada salah satu pipi sang kakak. "Sayang Tenn-nii banyak-banyak!" serunya dengan cengiran lebar bersamaan dengan berhembusnya angin, menyebabkan senyuman diwajah adiknya terlihat sangat indah bagi siapapun yang memandang.
"Kau hanya berkata seperti itu jika ada maunya Riku," cibir Tenn yang membuat adik kecilnya kembali menarik senyumnya. Bukan sedih, tapi kesal.
"Riku selalu sayang Tenn-nii tauu~" ucapnya mendayu sembari memalingkan wajahnya, menyanggah cibiran Tenn tadi. Riku tidak terima, padahal dia selalu menyayangi dan mencintai kakaknya itu. Entah disaat baru melihat dunia sampai diusia aslinya yang sekarang.
Ditinggal dan selalu mendapat perkataan kejam dari Tenn saja Riku masih mengejarnya. Mana ada dia hanya menyayangi kakaknya disaat tertentu saja. Sepertinya gelar malaikat modern itu harus dicabut. Riku tidak terima!
Tenn tertawa mendapat tatapan tajam dari adiknya yang jatuhnya malah terlihat imut dan menggemaskan. "Tenn-nii bercanda. Riku memang selalu menyayangi Tenn-nii. Begitu juga dengan Tenn-nii," ucapnya setuju dengan adiknya agar tidak menimbulkan konflik.
"Sayang.. Tenn-nii minta maaf, hm?" Bujuk rayunya untuk meredakan kekesalan sang adik. Tenn mambawa wajah yang semula berpaling itu untuk bersitatap dengannya. Memberi senyuman meyakinkan lalu mendaratkan beberapa kecupan pada wajah manis adiknya.
Dan Tenn mendapat balasan sebuah pelukan erat, gumam-an, juga anggukan pelan dari surai merah dalam gendongannya. Bersamaan dengan itu, langkahnya telah sampai membawa mereka dihadapan penjual permen kapas.
✧✧ ✧✧
Catatan Penulis:
Dapat seratus vote disetiap chapter bisa lah ya, yang baca sudah diatas angka itu.
Nanti kalau udah dapat seratus up, kalau enggak ya hiatus. Hahahaha.
( ^▽^)
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Chibi
Fiksi PenggemarTenn menatap kebingungan pada dua orang dihadapannya, terlebih pada anak kecil digendongannya. "Dia adikmu Kujo-san, Nanase Riku" "Hah?" Tenn sedikit membuka mulutnya terkejut. Lantas mengalihkan pandangannya menatap lekat anak kecil yang digendongn...