Bagian 10

83 47 23
                                    

Halo gasyy

Wkwk

2 kata kubalik gk ngaruh kan

Oke deh, skip.

Happy reading, my readers tercintahh♡

***

Hari terus berlalu, detik menjadi menit, menit menjadi jam, jam menjadi hari, hari menjadi Minggu dan seterusnya.

Terhitung satu Minggu ini senja tidak menemui sosok Bu Alya entah memang keadaan yang tak tepat sehingga membuat mereka berdua tak dapat bertemu atau ada hal lainnya.

Namun saat ini adalah hari dimana senja bertemu dengan Bu Ayla di arah perjalanan mereka pulang. "Bu... Apa kabar," salam senja dengan menyalimi punggung tangan Bu Alya tersebut.

"Alhamdulillah baik kok senja," balas Bu Alya dengan senyum.

"Mau kemana nih buk, kok rapih banget," tanya senja, saat melihat penampilan Bu Alya yang tampak rapih tak seperti biasanya yang hanya memakai jilbab instan dan daster panjang khas emak-emak plus enam dua.

"Anu nak... em gimana ya."

"Gimana apanya Bu?"

"Maaf ya senja ibu gak bisa nepatin janji ibu." Kalimat itu berhasil membuat senja tercengang. Terkejut? tentu saja.

"Maksutnya Bu?" Tanya senja untuk memastikan kalimat yang dilontarkan oleh Bu Alya tersebut.

"Ibu, mau pergi keluar kota, nemenin anak ibu disana." Bu Alya memulai ceritanya.

"Dia udah dapat pekerjaan tetap disana, jadi ibu disuruh tinggal sama dia aja diluar kota." Ya, hancur? Tentu. Mungkin ini lebay bagi sebagian besar orang, tapi percayalah saat kau berada diposisi senja, apakah masih menyebut hal tersebut dengan kata lebay tersebut?

Kenapa? Kenapa tuhan selalu merebut seseorang yang selalu membuatnya terus ingin melanjutkan hidup. Mulai dari ibunya, ayahnya—yang meninggalkannya entah beliau dimana sekarang, bibinya, dan sekarang Bu Alya juga akan pergi, apa ini adil? Apa ini memang takdir yang telah dirancang oleh tuhan dari ia belum lahir? Tapi mengapa, mengapa harus cobaan kehilangan secara terus-menerus seperti ini. Setelah mereka semua, siapa lagi? Siapa lagi yang akan pergi meninggalkannya.

"Jadi.. senja sendirian lagi Bu," gumam Senja dengan pandangan kosong, bu Alya yang melihat itu langsung memberikan pelukan kepada senja, ini memang lah pilihan berat bagi Bu Alya di satu sisi ia ingin menemani senja disini, tapi disisi lain anaknya juga membutuhkan dirinya di negeri orang.

"Gak kok senja, jangan merasa sendiri terus ya, maaf banget ibu ngelanggar janji yang ibu buat sendiri, maaf senja, maafin ibu ya." Dengan terus mengelus-elus punggung milik Senja membuat Bu Alya merasakan bahwa semakin lama punggung gadis tersebut semakin bergetar dan membuat Bu Alya tak ingin melepaskan pelukan mereka untuk beberapa saat.

Dirasa sudah cukup lama, dan Bu Alya mulai pegel kakinya ia mencoba untuk mengurai pelukan mereka berdua.

"Senja, udah ya, yuk mampir kerumah ibu bentar," ujar Bu Alya dan diangguki oleh senja.

Melihat anggukan tersebut Bu Alya segera melepas pelukan mereka dan mengajak senja untuk pergi ke rumahnya sebentar.

"Duduk dulu, ibu masuk bentar," suruh Bu Alya dan diangguki kembali oleh senja.

Senja pun mulai mengusap air matanya yang masih berlinang membasahi kedua kelopak matanya menggunakan jari-jari tangannya.

Tak lama Bu Alya kembali dengan membawa satu kotak kardus yang entah apa isinya.

"Ini ada bingkisan dari anak ibu, dia titip buat kamu katanya." Ucapan Bu Alya membuat ia berfikir. Dia lupa siapa nama anak dari Bu Alya tersebut.

"Bang Alvin Bu?" Tanya senja setelah berhasil mengingat nama cowok itu, dulu ia kerap bermain dengan cowok itu saat masih kecil hingga membuat tetangga lain menggibahi mereka karena selalu bersama dari kecil. Namun saat Alvin mulai SMA dia mulai jarang ketemu dengan senja hingga ia lulus dan memilih cari pekerjaan diluar kota.

"Iya, temen kamu yang katanya sih pacar kamu haha," canda Bu Alya, lalu ia mulai duduk dibangku depan rumahnya dan meletakkan kardus tersebut di meja bangku yang tersedia disana membuat semburat merah muncul di pipi Senja dan saat tersadar ia segera menetralkan ekspresinya kembali.

"Ternyata bang Alvin masih inget gue ya, kukira udah lupa," gumam Senja, namun masih bisa didengar oleh Bu Alya.

"Ya, ingatlah Ja, orang dulu yang selalu main sama dia kan cuma kamu, sampe-sampe dia dihina sama temennya gegara main sama cewek terus," ujar Bu Alya membuat senja tersenyum kembali mengenang masa-masa kecilnya.

Ia akui masa kecilnya merupakan masa yang ingin ia putar kembali karena pada waktu itu adalah waktu yang menurutnya sangatlah berharga dan tak ada tandingannya. Dimana ia tidak memikirkan akan kekejaman di dunia ini.

"Bay the way, bang Alvin udah punya pacar Bu?" Tanya senja yang cukup penasaran akan status Alvin saat ini.

"Apa, Ja, Ibu gak faham?" tanya Bu Alya yang tak mengerti bahasa gaul yang tadi dilontarkan senja.

"Eh, maaf Bu maksutnya omong-omong hehe," ulang senja dan membuat Bu Alya mengangguk kemudian menjawab. "Ibu gak tau Ja kalo masalah itu, kalo ibu tanya pasti jawabnya belum ada yang cocok," jawab Bu Alya dan diangguki oleh senja.

Senja tersadar bahwa nanti ia akan belajar kelompok bersama Azura segera ia pamit untuk pulang dan hal itu adalah mungkin pertemuan senja terakhir dengan Bu Alya salah satu sosok yang menempati peran penting di hidupnya.

Ia segera berpamitan kepada Bu Alya hingga melupakan sekotak kardus entah apa isinya dari bang Alvin.

"Eh--ja, ini ketinggalan," teriak Bu Alya namun ternyata terlambat karena senja telah memasuki rumah nya.

Dengan langkah kakinya Bu Alya menuju rumah senja, lalu mengetuk beberapa kali pintu yang bercat coklat tua itu namun tak dihiraukan oleh sang pemiliknya. Bu Alya yang takut akan ketinggalan kereta,via memilih untuk menaruh kotak kardus tersebut di depan pintu, berharap sang pemilik rumah mengambilnya, lalu ia segera pulang dan bergegas menuju stasiun kreta terdekat.

Saat senja keluar dari rumahnya—dengan celana levis warna biru laut dan atasan warna pink dan dipadukan dengan sandal jepit yang kemarin ia beli di pasar dan rambutnya yang ia gerai melihat ada sekotak kardus, dan ya, ia ingat sekarang bahwa itu adalah pemberian bang Alvin. Tapi siapa yang menaruh kota itu disini? Apakah Bu Alya, mungkin iya.

Ia pun kembali kerumah dan memasukkan kotak tersebut, ia letakkan di meja ruang tamu lalu ia kembali menuju pekarangan rumah dan mengunci pintu maupun pagar rumah sekaligus toko tersebut.

Ia berjalan, tujuannya sekarang ialah pergi ke halte yang ada diujung seberang jalan sana.

Kali ini kerja kelompoknya bukanlah bertempatan di rumah Azura melainkan taman dekat sekolah, karena mereka disuruh membuat puisi bertemakan alam.

Sedikit info, sebenarnya ini bukanlah tugas kelompok melainkan tugas mandiri yang memang senja dan Azura sepakat untuk mengerjakannya bersama.

***

Sorry lama update, soalnya baru kelar ujian hehe

Jangan lupa kasih tanggapan dengan cara vote, komen, and share ya

Thankyu, udah baca cerita gabut ku ini

See you next time

Jiwa yang lelah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang