Tepat pukul setengah 11 malam, Greya pun segera mengganti pakaiannya. Ia tidak ingin menunggu lama untuk bertemu dengan Leon, walaupun ia juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai Elgar menjanjikan dirinya di suatu tempat.
"Tunggu sebentar Grey," Sam yang sedang berada di meja kasir menghentikan Greya yang sudah bersiap pulang.
"Ya?"
Sam pun berjalan melewati meja kasir agar lebih dekat dengan Greya. Wajahnya menyerit, berlaku tampak ragu mengucapkannya.
"Grey lo—beneran saudaranya Leon?"
Greya tersenyum tipis dan mengangguk samar. Kebenaran ini tidak mungkin disembunyikan lagi. "Iya bang."
"Gue ga ada maksud buat ikut campur, tapi gue beneran baru tau Leon punya saudara."
Sam menjeda ucapannya sejenak, mengamati Greya sebelum melanjutkan perbincangan mereka. "Lo mau pulang? Mau gue anterin sekalian?"
"Ga usah," tolak Greya tersenyum sungkan. "Nanti malah ngerepotin. Kayaknya taksi gue juga udah di depan, duluan ya bang."
"Iya hati-hati Grey." Sam terus memperhatikan Greya yang perlahan menghilang dari pandangannya. Ia benar-benar tidak menyangka, Leon teman baiknya memiliki saudara, apalagi itu adalah Greya.
Turun dari taksi, Greya celingukan mencari seseorang. Tempat ini sangat sepi, tidak mungkin Elgar mengerjainya kan. Menatap was-was, suasa dingin dan jembatan yang menyebrangi sungai membuat Greya tidak tenang. Sampai akhirnya lampu remang-remang yang menerangi kalah oleh cahaya lampu mobil yang begitu silau dan berhenti tepat di depan Greya.
"Naik." tukas Elgar setelah menurunkan kaca mobil.
Greya tidak tahu akan dibawa ke mana, namun ia tetap menurut untuk masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Elgar yang sedang menyetir.
"Ke mana lo bawa gue pergi?" tanya Greya kemudian.
"Lo beneran tau Leon di mana kan?" namun Elgar sama sekali tidak berniat menjawabnya. Kedua tangan Greya pun mendingin, saling memilin sampai tidak menyadari ada banyak puluhan chat pesan yang masuk di ponselnya dari Alegra.
Greya melihat ke luar jendela mobil, jalan yang tadinya sepi mereka lewati kini kian terasa ramai apalagi ketika Elgar berbelok ke sebuah tempat dengan banyaknya kendaraan terparkir. Greya mengira ini adalah hotel namun begitu melihat beberapa orang datang dengan pakaian yang terbuka Greya sadar ke mana Elgar membawanya pergi.
Tidak mengucapkan sepatah katapun, Elgar berlalu turun. Lelaki dingin yang sangat menyebalkan bagi Greya menghiraukan panggilannya.
"Jangan kerjain gue. Mau ngapain lo bawa gue ke sini." Greya terus mengikuti Elgar, merasa risih ketika pandangan beberapa orang baik itu wanita maupun pria memandanginya karena hanya menggunakan jeans dan cardigan panjang.
"Elgar!" teriak Greya terhimpit beberapa orang namun lelaki itu dengan mudah menerobos dan meninggalkannya begitu saja.
"Elgar!" panggilnya lagi mencari lelaki itu yang hilang dari pandangannya.
Greya mulai ketakutan, merasa sendirian di tempat yang seharusnya tidak ia datangi. Musik berdengung, orang-orang yang bebas menari hal itu semua membuat Greya tidak nyaman.
Di sisi lain, Leon juga berada di sana. Ia berdiri mengawasi orang-orang dengan mata elangnya. Di jarinya ia pun beberapa kali menghisap rokok, sampai kemudian ketika jam mengarah tepat di angka setengah 11 malam Leon melangkah dari tempatnya. Berjalan menerobos orang-orang dan menemui segerombolan pria yang tengah dikuasai beberapa wanita di pangkuan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Denouement ALEGREYA
Novela JuvenilAwal kepindahan Greya ke rumah ayah tirinya membawanya bertemu dengan ketua Lavegas. Alegra Zeftiano, sekaligus lelaki yang pernah memiliki hubungan spesial dengannya. Tidak ada yang berubah, semua tetap sama, lalu bagaimana dengan perasaan mereka?