Part 11

473 24 2
                                    

Malam sudah menunjukkan kegelapannya semenjak beberapa jam yang lalu, hari sudah menunjukkan pukul 22:30. Namun, itu tidak membuat pria bertubuh gagah yang kini sedang berada di ruang tamu merasa lelah ataupun mengantuk.

Pria itu masih fokus dengan laptop dan juga berkasnya, menyelesaikan pekerjaan yang belum rampung untuk di pakai esok hari.

Tomy Mahendra, pria itu sesekali menatap arloji yang masih setia melingkar di sebelah tangan kanannya dengan kembali menyeruput kopi latte kesukaannya.

Raut wajahnya tidak setenang itu, pikirannya sedikit terganggu. Bukan hanya tentang pekerjaannya yang sangat menguras otak. Namun juga dengan Athalla, Anaknya yang sampai saat ini belum kunjung pulang.

"Pulang malam, lagi?"

Suara itu terdengar mendominasi kala seseorang memasuki rumahnya tanpa izin.

Athalla, anak itu baru saja tiba membuat Tomy mengalihkan fokus sepenuhnya menatap sang anak. Melihat bagaimana pakaian Athalla yang berantakan, sepertinya itu selalu sukses membuat pria itu merasa jengkel.

Terlebih, dengan aktifitas anaknya di luaran sana.

Tomy sudah menegurnya, bahkan sering. Namun tetap saja anaknya itu tidak mau mendengarkan ucapannya.

"Athalla, kamu dengerin omongan Papa, nggak!" Postur tubuh Tomy yang cukup sempurna seakan tidak terlihat, Athalla berjalan ke arah meja untuk mengambil sesuatu yang berada di atas sana, melalui ayahnya begitu saja tanpa ingin mengeluarkan suara emasnya. Terlalu mahal, jika harus ia keluarkan secara percuma. Terlebih, kepada ayahnya sendiri.

"Aku nggak budeg kali, Pa. Biasa aja ngomongnya!" ucap Athalla seraya menuangkan air putih ke dalam gelas, tenggorokannya terasa sangat kering.

"Kamu kapan mau dengerin omongan Papa?"

"Papa, 'kan udah bilang jangan keluyuran nggak jelas!"

Suara itu? Athalla sungguh tidak ingin mendengarnya, telinganya sudah sangat panas kala Tomy terus mengucapkan kalimat yang sama secara berulang.

Nasihat yang di iringi dengan bentakan, ayahnya sudah sering melakukan itu terhadap Athalla.

"Nilai kamu tahun ini hancur, Papa nggak ngerti lagi sama jalan pikiran kamu!"

"Papa nggak mau tau, pokonya kamu harus bisa memperbaiki nilai kamu!"

"Kamu jangan bikin Papa malu, Athalla!"

Telinga Athalla seolah tuli, lelaki itu terus meneguk minuman yang berada di dalam gelas yang ia genggam hingga tandas, menyisakan setetes air namun Athalla kembali menambahnya lagi hingga penuh tanpa merasa ragu walaupun Tomy kini sedang berusaha menahan amarahnya.

"Mau di simpan di mana muka Papa, kalau temen Papa sampai tau Papa punya anak kayak kamu?!"

"Mau jadi apa kamu nanti, hahh?"

Sudah cukup, Athalla tidak sanggup mendengarnya lebih lama lagi walaupun ayahnya sering melakukannya.

Hatinya terasa perih. Padahal, Athalla sudah terbiasa, seharusnya hati kecilnya juga merasakan hal yang sama. Terbiasa akan hal seperti ini, hingga tidak ada lagi rasa sakit yang ia rasakan akibat mendengarkan ucapan sang ayah.

Namun hatinya tidak setuju, masih menolak untuk membiasakan diri. Rasa sakit itu, seolah semakin menumpuk di dalam sana.

"Tukang gali kubur!" Dengan perasaan malas juga sedikit ragu, Athalla memberanikan diri untuk menjawab.

Konyol! Kenapa kalimat konyol itu tiba-tiba lolos begitu saja dari mulutnya? Jika sudah begini, Athalla harus siap untuk mendengarkan ceramah ayahnya lebih lama lagi!

Semua Belum Usai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang