"Ma?" ucap anak itu dengan tergesa, membuka pintu rumah sedikit kasar dengan terus melangkahkan kedua kakinya seraya menghampiri seorang wanita yang tengah duduk di ruang tamu sana.
Airin, wanita itu sedang menonton televisi kesukaannya. Dirinya tidak bekerja hari ini, tidak ada jadwal meeting juga pekerjaan yang terlalu serius, hanya mengerjakan beberapa berkas di rumah saja yang sekarang pun sudah rampung terselesaikan.
Wanita itu sedikit terkejut kala melihat siapa orang yang baru saja membuka pintu secara tiba-tiba, namun meskipun begitu, Airin menatapnya dengan senyuman hangatnya.
"Kamu udah pulang, tumben nggak Assalamualaikum dulu?" balas Airin dengan menatap wajah anaknya.
"Assalamualaikum, Ma." Athalla lupa, dirinya sedang menjadi Erik saat ini. Sikap keduanya sangat jauh berbeda, walaupun sudah hampir satu bulan Athalla memerankan peran adiknya di hadapan sang ibu. Namun tetap saja ia belum terbiasa melakukan hal kecil yang sering Erik lakukan.
"Waalaikumsalam, walaupun telat." Airin membalas salam anaknya dengan kembali tersenyum, walaupun tingkah Erik akhir-akhir ini terasa aneh di benaknya, namun anak itu selalu saja berhasil membuatnya tersenyum seperti ini.
"Ma, aku mau ngomong sama Mama," sambung Athalla dengan mendudukkan dirinya di atas sofa tepat di samping ibunya.
Melihat raut wajah anaknya yang terlihat serius, Airin yang semula menatap layar televisi kini mengalihkannya dengan menatap wajah Athalla.
Ekspresi wajah anaknya itu sulit di tebak, namun Airin yakin jika orang yang di anggapnya Erik itu ingin berbicara serius dengan dirinya.
"Ngomong apa? Kayaknya serius banget," tanya Airin selembut mungkin.
"Tapi Mama harus janji, jangan marahin aku kalau aku ngomong jujur."
Entah ini adalah keputusan yang baik ataupun tidak untuk dirinya nanti, Athalla harus segera memberitahu semua kebenaran yang sebenarnya. Jujur saja, Athalla senang bisa dekat kembali dengan sang ibu seperti ini. Namun sungguh, hatinya tidak merasa tenang selama dirinya memerankan tokoh Athalarik.
Mereka berbeda, itu jelas. Athalla juga sedikit lelah harus terus berpura-pura seperti ini, sikapnya yang dulu seakan hilang entah kemana, tergantikan dengan sikap yang Erik perankan. Adiknya baik, hanya saja Athalla merasa sedikit tertekan akan peran yang harus ia mainkan. Anak itu seolah kehilangan jadi dirinya yang dulu. Bukan hanya peran yang di anggapnya berat, namun ada alasan lain yang sangat kuat.
Athalarik, Athalla benar-benar merasa bersalah akan hal ini. Membiarkan adiknya terjebak bersama ayahnya sendiri, seharusnya ia tidak membiarkan itu terjadi. Namun karena keegoisannya yang ingin kembali mendapatkan kasih sayang ibunya, dirinya tidak mempertimbangkan resiko apa yang akan terjadi pada adiknya itu.
Apa Athalla egois?
"Kamu itu jangan bikin Mama penasaran." Airin bingung dengan sikap Erik kini, anak yang sekarang berada di hadapannya itu kini sedang melamun entah memikirkan apa.
Apa Erik berkelahi lagi karena menolong temenannya yang di bully seperti waktu itu? Tetapi Airin rasa itu tidak mungkin, sebab Erik pulang dalam keadaan baik-baik saja. Tidak seperti waktu itu yang pulang dalam keadaan babak belur membuat hati kecilnya merasa teriris.
"Aku..."
"Sebenarnya aku bukan Athalarik!"
Dengan perasaan ragu juga mulut yang terasa terkunci, akhirnya Athalla berhasil mengeluarkan kalimat yang sedari tadi mengusik ketenangannya.
Sungguh, Athalla tidak bisa tenang. Menatap guru yang sedang memberikan pelajaran kala di dalam kelas. Athalla tidak fokus mengikuti pelajaran yang guru itu berikan, pikirannya terasa kacau, sangat berisik seakan sedang ada pertumpahan darah di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Belum Usai [END]
Teen FictionKenapa prinsip hidup sebagian orang begitu bodoh? Menyembunyikan semuanya tanpa ingin ada orang lain yang mengetahui, bukankah itu akan semakin menyiksa diri sendiri? Tidak apa jika dirimu di anggap lemah. Itu artinya, kamu masih benar-benar merasak...