Part 24

376 28 1
                                    

"Lo, nggak apa-apa?" tanya Athalla setelah menghampiri adiknya yang masih terkapar di bawah sana.

Beruntung, dirinya segera datang ke tempat itu, perasaannya tidak tenang sedari tadi, juga ponsel adiknya tidak aktif membuat kesabaran Athalla semakin terkikis. Anak itu tidak ingin menunggu terlalu lama, ia juga tau jika adiknya tidak seperti ini.

Erik selalu menepati janjinya apapun yang Athalla minta, walaupun tetap saja adiknya itu harus menggerutu terlebih dahulu.

Lama menunggu Athalarik yang tidak kunjung datang, Athalla segera kembali memasuki area sekolah. Tentu saja ia akan memilih jalan belakang dari pada harus melewati gerbang, gerbang sudah di kunci. Satpam itu hanya akan membuka gerbang ketika saat jam pelajaran telah usai.

Mendengar makian seseorang dari lorong sana, Athalla cukup mengenal suara yang di anggapnya tidak asing. Tidak ingin menunggu waktu terlalu lama, lelaki itu segera berlari menghampiri suara gaduh tersebut.

Benar saja, Athalla melihat bagaimana kondisi adiknya yang sudah tergeletak di bawah sana. Walaupun Erik masih sadarkan diri, namun itu tidak membuat emosi Athalla mereda.

Athalla geram, Gilang kembali menyakiti adiknya yang jelas-jelas tidak bersalah. Ingin sekali Athalla meluapkan semua amarahnya terhadap lelaki itu, tidak perduli jika dirinya menyerang Gilang dengan membabi buta. Namun Erik melarangnya dengan keras, Athalla yang tidak bisa jika melihat orang di hadapannya memelas. Tentu saja niat lelaki itu runtuh seketika, terlebih dia adalah adiknya sendiri.

Wajah Erik ketika sedang memelas seperti itu tidak bisa membuat Athalla bertindak lebih, benar-benar konyol. Padahal jelas-jelas adiknya sering babak belur karena orang itu.

"Enggak, makasih udah nolongin gue."

Athalarik tersenyum, kala Athalla menolongnya. Jika saja kakaknya itu tidak datang, entah apa yang akan terjadi nantinya. Atau mungkin dirinya akan kembali masuk rumah sakit lagi?

Melihat bagaimana kakaknya menghajar Gilang, sebenarnya Erik merasa ngeri. Namun ia tau jika kakaknya melakukan itu karena untuk menolongnya. Tidak seperti sebelumnya yang hanya diam tanpa melakukan tindakan apapun.

Erik segera membenarkan posisinya, duduk di atas lantai sana dengan menyenderkan punggungnya ke belakang tembok. Tenaganya masih tersisa sebenarnya, Erik masih bisa berdiri. Hanya saja, lelaki itu merasakan sesuatu yang beberapa kali ini sering menghampiri dirinya tanpa ia minta.

"Lo bisa nggak, sih. Sekali aja, ngelawan Gilang?" Athalla bertanya dengan nada sedikit tinggi, raut wajahnya seolah sedang menahan kekesalan terhadap adiknya.

"Gue nggak bisa."

"Kenapa? Lo kalau nggak bisa berantem ngomong. Gue bisa ajarin lo biar tau gimana caranya ngehajar Gilang!"

Melihat bagaimana Erik yang hanya diam saja ketika Gilang menindasnya, sungguh! Athalla benar-benar merasa kesal sendiri.

Apa adiknya itu tidak bisa berkelahi? Atau mungkin karena ibunya yang selama ini mendidiknya lembut, hingga membuat Erik tidak bisa menyakiti orang lain?

Bodoh! Padahal kita berhak untuk membela diri, terlebih jika orang itu sudah melukai fisik kita. Tidak seperti adiknya yang hanya diam saja kala Gilang menghajarnya, entah apa alasan anak itu hingga membuatnya pasrah seperti ini. Athalla tidak perduli, dirinya hanya memperdulikan kondisi adiknya yang kini kembali babak belur.

"Kalau gue ngelawan, dia bakal nyakitin lo. Lo ngerti nggak? Gilang benci sama lo, Bang!" Erik berucap dengan kerasnya, menatap Athalla sedikit tajam seakan dirinya ikut merasa emosi.

Athalla salah besar, jika dirinya menganggap Erik tidak bisa melawan. Anak itu masih bisa membela diri untuk sekedar membalas pukulan Gilang.

Bukan hanya pintar dalam mata pelajaran, Erik juga pintar dalam beberapa bakat lainnya. Silat misalnya, dulu ketika di sekolah lamanya, anak itu selalu mengikuti kegiatan itu. Namun, keinginannya harus terhenti mengingat kondisinya yang tidak sekuat dulu.

Semua Belum Usai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang