5

371 52 5
                                        

"Aku sudah tidak tahan."

Tidak lama sejak terakhir Hyeongjun merajuk. Akhir-akhir ini ia sering sekali mengeluh seperti itu.

"Kau hanya salah paham. Kau harus mendengar semuanya dari awal." Dan Jisung adalah–sepertinya–satu-satunya penyebab kekasihnya itu bisa bertingkah demikian.

"Aku lelah. Kau sudah terlalu sering mengabaikanku. Aku sudah cukup menderita. Aku tidak mau lebih sakit dari ini." Hyeongjun. Dari namanya saja sudah bisa diterka bahwa ia adalah seorang pria. Namun ia terlihat rapuh. Sedikit saja kau membenturnya, ia akan hancur. Jisung sudah berusaha untuk sangat hati-hati dalam hubungan ini. Tapi ternyata memang sulit.

"Tapi—"

"I'm fucked up."

Jisung yang awalnya memasang tampang memohon, tiba-tiba mengubah ekspresi. Ia memicingkan mata, "Kau tidak sedang mencari alasan untuk bisa bersama-sama dengan Sungchan kan?" ia menyorot sang pria terkasih dengan tatapan curiga.

Hyeongjun merasa seperti dikuliti intensitas cahaya oleh sepasang mata lawan bicaranya, "Lancang sekali kau menuduhku seperti itu. Aku tidak percaya kau melakukan ini padaku."

Jisung berani bersumpah. Suara Hyeongjun adalah simfoni terindah yang pernah mengalun di gendang telinganya. Sebuah kelembutan tiada tara melebihi apa pun yang ada di dunia. Bahkan ketika ia mengeluarkan nada protes barusan. Kekasih Jisung adalah seseorang yang penyabar. Bukan tipe yang mudah tersulut emosi. Namun ketika ia marah sekali pun, itu hanya terdengar seperti kesedihan. Karena ia melakukannya benar-benar pelan.

Jadi, pendapat Jisung tidak salah kan?

"Memang benar kan sekarang kau lebih sering melihatnya daripada aku? Jadi menurutmu siapa di sini yang sebenarnya merasa sakit dan pantas untuk protes? Dan satu orang lainnya yang pantas untuk disalahkan?"

"Ya sudah kalau kau tidak suka. Kau bisa meninggalkanku." Satu kalimat ajaib yang paling tidak ingin Jisung dengar. Dan dinamika gelombang yang ada dalam nada putus asa Hyeongjun bukanlah sesuatu yang Jisung kenal.

Ia membulatkan mata. Dalam waktu singkat kembali mengubah ekspresinya. Ia memang benar-benar pakar ekspresi. "Tidak, sayang. Kita bisa memperbaiki semua ini. Memulainya dari awal, dan masing-masing dari kita berusaha untuk tidak egois seperti dulu, oke?"

"Nah, we're done."

"Kau harus membayar kesalahan ayahmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau harus membayar kesalahan ayahmu."

"Ayahmu sudah melakukan hal yang tepat hari ini."

"Hentikan! Tolong hentikan!"

Untuk ukuran seseorang yang patah hati, Jisung tidak terlihat begitu terpuruk. Terlebih ketika ia mendengar keributan orang-orang dari dalam sebuah bangunan tua tak terurus saat ia tidak sengaja melewati sebuah gang sepi untuk memotong jalan menuju tempat ia memarkirkan kendaraan. Ia bisa melupakan perihal Hyeongjun dan lebih memikirkan sesuatu yang nyata di hadapannya.

Rocket Paradise (NOMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang