10

323 47 13
                                        

Tidak terhitung sebanyak berapa puluh kali Jaemin biasa mengonsumsi jeruk, bayam, dan yoghurt dalam tujuh hari selama tiga puluh hari terakhir. Yang Serim yakini sebagai penyebab Jaemin memiliki tulang yang begitu kokoh.

Tidak peduli berapa kali Haechan menghempaskan tubuh Jaemin hingga punggungnya membentur dinding bahkan ia memukul punggung itu menggunakan kursi kayu hingga hancur, tidak ada satu ruas pun tulang Jaemin yang retak apalagi patah. Ia hanya mengalami banyak goresan di kepala, leher, dan punggungnya. Luka yang akan segera pulih dengan beristirahat selama beberapa minggu.

Ia sudah dipindahkan ke dalam ruang rawat inap. Dengan Jeno yang menggenggam telapak tangan dingin itu dengan begitu erat. Jeno menguatkan tekad dalam benak untuk tidak beranjak satu mili pun dari sisi Jaemin sebelum pria itu terbangun dan menyambutnya dengan senyum.

Ya, Jeno sangat berharap bahwa Jaemin masih bisa menyemat senyum. Jeno baru saja melihat sematan senyum itu kurang dari dua puluh empat jam yang lalu. Namun saat ini ia sudah begitu merindukan senyuman itu.

Sebelumnya Jaemin sempat terbangun sekejap. Namun mengetahui suaminya belum berada di sisinya, ia memejamkan mata lagi.

Lalu sekarang kelopak tipis yang memagari mata Jaemin perlahan bergerak membuka hingga diameter terpanjang yang bisa ia capai. Dan objek pertama yang jatuh di belakang retinanya adalah sosok pria yang begitu ia kasihi. Bersamaan dengan kehangatan yang ia rasakan pada genggaman tangannya.

Dan tidak sesuai apa yang diekspektasikan, Jeno yang terlebih dahulu menyambut dengan senyuman. Satu ukiran kelegaan.

"Oh, Jeno," Adalah kata pertama yang Jaemin ucap dengan intonasi lemah. Kadar kepayahan serupa dengan kondisinya. Dan ia merasa ada seseorang yang menghantamkan batu besar dengan kekuatan seribu newton pada punggungnya ketika ia mencoba untuk bangkit. Ia ingin mengambil posisi duduk. Ingin menatap wajah suami tampannya lebih jelas dari ini.

Dan Jeno tentu segera menahan pergerakan Jaemin dengan sepasang telapak tangan pada bahu ringkihnya. "Tidak Jaemin. Tidak usah memaksakan diri. Berbaring saja."

"Tidak masalah. Kurasa aku sudah terlalu banyak tidur." Jaemin yang mencoba beralasan, memaksakan senyum. Jeno tidak mengerti bagaimana Jaemin masih bisa melakukan hal itu dalam kondisi kesedihan seperti ini? Dan pada akhirnya Jaemin patuh. Ia melemaskan lagi seluruh otot untuk merelaksasikan tubuh di atas tempat tidur.

Jeno menawarkan kehangatan lainnya dengan mengelus puncak kepala Jaemin. Begitu lembut, menghargai tekstur helaian hitam Jaemin dengan kelembutan setara. "How are you doing?"

Jaemin menahan sakit ketika sedikit menggerakkan tubuh ke kiri. "Pegal sekali. Usia kandungan kelima benar-benar membuat punggungku terasa pegal." Ia kembali mengulum senyum. Senyum yang membuat siapa pun yang melihatnya merasa prihatin. Terutama jika semua orang mendengar dengan jelas konteks kalimat yang ia katakan barusan.

"Ia selalu meracau seperti itu. Seakan-akan janinnya masih ada." Mark dengan nada datar berkata. Ia lebih memilih melipat kedua tangan di depan dada ketika menatap jauh keluar jendela. Tidak ingin lagi menangkap satu titik kesedihan di balik bola mata Jaemin. Namun ia pikir bagaimanapun ia harus mengatakan kebenaran dan mengumpulkan nyali untuk menatap ke dalam mata Jaemin. "Kau merasa sakit di punggungmu. Bukan pegal. Kau baru saja dihantam berkali-kali." Ia berujar realistis.

"Kalian yakin dokter tidak mengatakan apa pun soal kondisi kejiwaannya?" Jeno bertanya pada siapa pun di sana. Kecuali Jaemin.

Kening Jaemin mengernyit. "Kalian ini bicara apa? Baby memang masih bersamaku. Lihatlah perut yang besar ini." Ia mengelus permukaan perut yang masih dibalut selimut tebal.

"Perutmu tidak akan menyusut secepat itu setelah kau kehilangan bayimu Jaemin." Mark kukuh dengan realismenya yang menyakitkan.

"Tapi aku bersungguh-sungguh! Aku bahkan masih bisa merasakan ia bergerak di dalam sini!" Serpihan kaca di permukaan mata Jaemin muncul bersamaan dengan bentakan terakhirnya.

Rocket Paradise (NOMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang