Bagian 9: Penantian

7 2 0
                                    

Tanpa terasa, sudah berbulan-bulan aku hidup dikota yang berjulukan kota "Bertuah" ini. Aku sudah mulai terbiasa dengan kehidupan masyarakatnya, seperti kebiasaan melakukan kegiatan kerja bakti setiap minggu, kebiasaan para bapak-bapak berusia paruh baya yang sering nongkrong di warung kopi mengisap lintingan tembakau sembari mendengarkan siaran radio atau membicarakan isu seputar politik, dan menuturkan bahasa melayu Belitong sebagai bahasa ibu dalam setiap aktivitas yang melibatkan unsur komunikasi dua arah atau lebih di dalamnya.

Seperti upayaku dalam menuturkan bahasa melayu Belitong, lidahku yang sebelumnya sudah terbiasa menuturkan bahasa perkotaan yang lebih slang, ketika mencoba menuturkan bahasa yang dialeknya berbeda sembilan puluh derajat, malah terasa aneh ketika aku mencobanya sendiri, berbeda dengan bahasa melayu belitong yang setiap hari aku dengar. Ternyata benar kata pepatah, melakukan itu tidak semudah kedengarannya.

Dan itu juga yang aku alami selama beberapa bulan belakangan ini, ketika aku berusaha untuk PDKT-an sama Putri. Meskipun selama ini yang aku tahu tentang dia itu orangnya ringan tangan dan sangat memanusiakan manusia, tapi kalau sudah berbicara mengenai percintaan, dia lebih banyak tutup telinga - tidak mempedulikannya -. Memang tak jarang aku menjumpai orang-orang yang tidak ingin membahas masalah percintaan karena memang belum siap, belum waktunya, atau masih ingin fokus sama karir dan pendidikannya. Tapi dari sekian banyak reaksi orang-orang dalam menyikapi hal-hal yang berkaitan dengan percintaan dan pacaran, sikapnya ini sangat-sangat aneh dan berbeda dari kebanyakan orang.

Setiap kali aku hendak SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) dengannya - tidak SKSD yang berlebihan, hanya sebatas menyapa dan mengobrol ringan seputar rutinitas sehari-hari - dia cenderung tidak peduli dan lebih memilih menyibukkan diri dengan membaca buku atau menulis sesuatu yang aku bahkan tidak mengerti apa yang ditulisnya itu.

Mendapati sikapnya yang menurutku aneh, aku menjadi penasaran kepadanya dan ingin mulai mencari tahu mengenai kehidupan pribadinya. Bahkan hingga detik ini, aku belum tahu alamat rumahnya dimana, karena sikapnya yang tertutup tentang kesehariannya maupun kehidupan pribadinya sehingga menyulitkanku untuk bertanya langsung padanya.

Pada awalnya aku sedikit kebingungan harus mendapatkan informasi tentangnya - Putri - dari siapa. Tapi kebingunganku tak bertahan lama setelah Geri mendekatiku di kantin sekolah karena melihatku duduk dan makan sendirian di kantin pada jam istirahat kedua selepas waktu zuhur.

"Sendirian lagi nih Ndre ceritanya?" tanya Geri mendekatiku sambil membawa sepiring mie goreng dengan es jeruk manis.

"Yah, bisa lo liat sendirilah! Doni udah hampir seminggu belum balik-balik dari Bangka, terus Devon sama Rendi dari kemarin gak keliatan, sibuk banget kayaknya buat persiapan seleksi FLS2N," jelasku.

"Bener juga ya! Ya udah, setidaknya kan masih ada gua disini yang bisa nemenin lo biar gak bosan-bosan amat!" ujarnya.

Lalu, aku mengutarakan niatku, menanyakan perihal Putri kepadanya, karena selama ini setahuku hanya dia - Geri - orang yang telah mengenal Putri jauh sebelum teman-temannya yang lain.

Berbeda dengan aku yang sebelumnya yang ketika akan membuka percakapan dengan seseorang harus mengumpulkan keberanian, kali ini aku bisa lebih rileks karena selain sudah terbiasa, aku juga sudah mengenal mereka cukup lama.

"Ger, gua mau tanya sesuatu sama lo?" tanyaku sedikit menurunkan volume pembicaraan.

"Soal?" tanyanya balik dengan penasaran.

"Soal Putri!" ujarku.

Yang awalnya dia biasa saja, mendadak menjadi mode serius. Bahkan sisa makanan dipiringnya sengaja dia tinggalkan semata hanya untuk meladeni pembicaraanku.

"Kenapa dia?" tanyanya.

"Nggak, gua cuma penasaran aja, kenapa sih setiap kali dia gua deketin, selalu aja dingin kayak es balok. Asli, gua sama sekali gak paham kenapa sikapnya kayak gitu karena ini bukan sekali dua kali dia ngelakuin itu, tapi setiap kali gua mau SKSD, selalu aja gitu!" terangku.

Janji Kita; Senyumlah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang