Bagian 20: Interogasi

0 0 0
                                    

Hawa malam yang dingin, semakin bertambah dingin saat Pak Suprapto mulai duduk di sofa ruang tamu rumahnya, segera membuka obrolan yang santai namun serius. Putri juga sudah berada di sana, dirinya duduk berhadapan dengan ayahnya. Meski demikian, Putri sedikit menundukkan kepalanya, tidak berani memandang ayahnya secara langsung. Matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, jari-jemari ditangannya tidak berhenti mengetuk tangannya yang lain, dengan mimik wajah yang kurang mengenakkan, dirinya gelisah.

Melihat gerak-gerik anaknya yang semakin lama semakin aneh, membuatnya risih. Tanpa menunda-nunda lagi, Pak Suprapto langsung membuka obrolan.

"Kamu kenapa? Kenapa keliatannya gelisah gitu?" tanya Pak Suprapto penasaran

Putri yang gelisah, menyadari ayahnya memanggil langsung menegakkan pandangannya.

"Enggak!" jawabnya singkat agak ketus.

"Papa mau tanya sesuatu sama kamu! Tolong kamu jawab dengan jujur!" tanya Pak Suprapto langsung to the point.

Putri kembali overthinking, otaknya mulai berpikiran kemana-mana. Apa yang akan ayahnya tanyakan padanya sama sekali tidak bisa ditebak. Mimik santai namun serius yang ditunjukkan ayahnya berada ditengah-tengah, merujuk ke fakta atau opini.

"Papa liat beberapa bulan belakangan ini sikapmu banyak berubah, apa terjadi sesuatu padamu?" tanya Pak Suprapto.

Dugaan Putri ternyata melenceng. Dirinya berpikir kalau ayahnya bakal mempertanyakan aku dan hubungan kami, namun ternyata ayahnya malah concent ke perubahan sikap yang terjadi pada anaknya.

Untuk persoalan ini, dirinya tidak mungkin membohongi ayahnya karena perubahan sikapnya memang sudah sangat jelas terlihat. Bukan hanya ayahnya, tapi ibunya, teman-temannya, juga merasakan hal yang serupa. Setenang mungkin dirinya menjelaskan secara singkat apa yang membuat dirinya berubah.

"Sebenarnya simple aja Pa! Putri udah muak sama semua kekeliruan ini! Putri ngerasa gak ada gunanya juga Putri masih ngelakuin sesuatu yang udah jelas-jelas salah!" bebernya.

"Putri terlalu naif, terlalu mentingin ego Putri sendiri! Putri udah dibutakan sama masalah, sampai-sampai Putri gak sadar kalo sebenernya banyak orang-orang disekeliling Putri yang masih baik dan masih peduli sama Putri!" terangnya.

"Makanya, Putri mutusin buat move on dari kejadian masa lalu Putri! Udah, gitu aja!" tandasnya.

Mendengar penjelasan dari anaknya, Pak Suprapto hanya bisa tersenyum sambil menghela nafas dan mengangguk kecil, sambil sesekali menepuk pundak - merasa bangga - anaknya. Lalu, ayahnya mengganti topik.

"Terus, soal temanmu yang tadi? Apa bener cuma sebatas temenan doang? Kok Papa ngerasa kayak ada yang janggal gitu! Kalian gak lagi nyembunyiin sesuatu kan?" tanya Pak Suprapto bertubi-tubi.

Dengan tenang namun tetap santai, Putri menanggapi pertanyaan ayahnya. Terpaksa dirinya berbohong untuk hal ini karena tidak ingin sampai membuat ayahnya kecewa atas tindakan yang sudah diambilnya.

"Cuma perasaan Papa aja mungkin! Andrean itu cuma temen sekelas Putri aja Pa, gak lebih! Tapi emang dikelas kami duduknya sebangku, jadi lumayan deket sama dia Pa!" jelasnya berdusta.

Kecurigaan Pak Suprapto langsung berkurang drastis setelah mendengar penjelasan dari Putri yang sangat meyakinkan itu. Hanya berkurang, tidak sampai habis. Kecurigaannya masih tetap ada, namun untuk sementara masih ketutupan sama kepercayaannya terhadap anaknya.

"Gini, Papa ingetin sekali lagi sama kamu! Sebelum kamu menyelesaikan pendidikan SMA-mu, Papa gak akan ngizinin kamu buat pacaran!" tegas Pak Suprapto.

Janji Kita; Senyumlah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang