Bagian 6: Nekat

7 2 0
                                    

Tanpa sadar, aku tertidur hampir tiga jam lamanya. Padahal, awalnya aku cuma rebahan biasa sambil baca buku, yang bahkan bukunya pun ikutan tidur telingkup di dadaku. Buru-buru setelah itu aku bangun dari kasurku dan saat melihat ke arah jam dinding, ternyata sudah jam setengah lima sore. Menyadari kalau aku secara tidak sengaja telah melewatkan waktu Ashar, aku bergegas ke belakang, mengambil wudhu untuk menunaikan shalat Ashar secara munfarid.

***

Selesai dengan itu, saatnya aku bersiap-siap karena sore ini aku berencana akan melakukan jalan sore dilingkungan sekitar komplek tempat tinggalku. Mengenai izin, aku sudah mendapatkannya dari ibuku.

Mengenakan celana training merah, baju kaos putih lengan panjang, serta mengenakan sepatu olahraga dan topi, aku siap untuk jalan-jalan sore dihari itu. Biar jalan-jalan soreku gak terkesan ngebosenin, aku juga membawa earphone untuk dengerin lagu.

Ku awali jalan-jalan sore dari depan rumahku, disusul dengan menyusuri blok demi blok perumahan yang kalau ditotal-total, hampir sejauh satu kilometer. Karena sesuai namanya jalan-jalan sore, jadinya yang kulakukan hanya jalan-jalan biasa.

Satu per satu rumah dikomplek aku lewati, bahkan tak jarang ada tetangga yang menyapaku, menanyakan hal-hal yang lumrah ditanyakan kepada orang baru; nama, daerah asal, usia, profesi, dan seputar orang tua.

Semakin aku melangkah ke depan, suasana komplek perumahan semakin ramai. Anak-anak komplek yang mungkin berusia tujuh hingga sepuluh tahun, sedang asyik bermain kejar-kejaran di depan pekarangan salah satu rumah hingga ke tepi jalan. Beberapa mobil SUV melintasi jalanan komplek, lalu memarkirkan diri di depan rumah yang berbeda-beda yang kemungkinan adalah rumah kerabat atau saudaranya, berpelukan lalu berkomunikasi menggunakan bahasa melayu Belitong yang masih belum aku mengerti.

Sadar akan energi yang sudah mulai terkuras, sesaat aku singgah ke toko membeli sebotol air mineral, lalu berjalan menuju taman yang kebetulan sudah sangat dekat denganku.

Dan ketika aku sudah hampir sampai ke taman, secara tiba-tiba ponsel disaku celanaku berdering. Saat aku periksa, nomor tidak dikenal menelponku. Pada awalnya aku raga ingin mengangkatnya, tapi mana mungkin kalau orang iseng sampai menelponku sebanyak dua kali. Akhirnya saat seseorang dengan nomor yang tidak dikenal itu menelponku untuk yang ketiga kalinya, barulah aku mengangkatnya.

(Aku): Halo? Ini dengan siapa ya?

(Geri): Halo, Andrean! Ini gua Geri, temen kelas lo!

(Aku): Ohh, lo Ger! Ada apa?

(Geri): Hemm, pura-pura amnesia lah tu! Kan tadi pagi lo sendiri yang bilang kalo lo mau minjem buku sama gua, buat ngejar materi pelajaran yang ketinggalan!

(Aku): (teringat sesuatu) Oh, iya Ger! Bener Ger! Jadi gimana?

(Geri): Gimana apanya? Ini sekarang gua udah dirumah lo! Kata nyokap lo, lo lagi jalan-jalan sore!

(Aku): Ya kah? Oke oke, lo tunggu disitu dulu, ini sekarang gua balik!

(Geri): Oke! Aman!

Kenapa bisa aku sama sekali tidak ingat kalau sore ini Geri mau kerumahmu. Kalau bukan karena aku yang kepikiran sama Putri, mungkin aku tidak akan sampai lupa begini. Lagian setelah dipikir-pikir lagi, kenapa juga ya aku memikirkannya sampai segitunya? Padahal dia cuma senyum doang? Fiks, senyumannya itu opium!

***

Setibaku di rumah...

"Assalammualaikum!" ucapku.

"Waalaikumussalam! Kamu dari mana aja Ndre? Tadi ada temenmu loh ke sini!" jawab ibuku.

Aku amati sekeliling ruang tamu, tidak nampak sama sekali kehadiran Geri padahal ditelepon katanya dia ada dirumahku.

Janji Kita; Senyumlah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang