Sesampaiku di depan gerbang sekolah, baru saja aku melangkah turun dari mobil, dari kejauhan terdengar suara seseorang meneriakiku. Dan ketika dia berlari menghampiriku, aku menyadari kalau seseorang itu adalah Devon, teman baruku yang dikenalkan Doni dari kelas X MIPA 3.
"Wihh! Lama gak keliatan makin ganteng aja nih anak betawi! Gimana kondisi lo sekarang bro?" ujar Doni excited.
"Ya, seperti yang lo liat sekarang ini, gimana?" tanyaku biasa saja.
"Alhamdulillah. Sorry ya selama lo dirawat, gua gak pernah jengukin lo, gua sibuk banget soalnya!" katanya.
"Ya, gak masalah!" jawabku
(Dari sini saja, aku udah bisa melihat mana teman yang benar-benar peduli dan yang sok peduli, maka dari itu sejak mereka mengajakku berteman, sikapku biasa saja karena pasti ujungnya akan sama saja dan aku lebih memilih diam membatasi diri.)
"Kenapa lo ngeliatin gua sampai segitunya? Lo marah ya sama gua karena gak care sama lo?" ujar Devon menerka.
"Nggak! Emangnya salah kalo gua ngeliat muka lo?" tanyaku.
"Ya, nggak salah sih!" jawabnya.
"Ke kelas yuk?" ajaknya.
"Lho? Bukannya kelas kita beda?" tanyaku bingung.
"Maksudnya lo ke kelas lo, dan gua ke kelas gua, tapi barengan! Kelas kita kan sebelahan!" jelasnya.
"Ohh, lanjut!" ujarku.
"Bisa jalan sendiri?" tanyanya.
"Bisa! Aman!" jawabku.
Aku dan Devon mengobrol disepanjang perjalanan kami dari gerbang menuju ruang kelas. Aku tak tahu harus percaya sama alasannya atau tidak, tapi setelah aku mengobrol banyak dengannya, aku rasa dia benar dan alasannya tidak menjengukku karena dia sibuk itu juga benar. Dan sebagai teman yang baik (meskipun aku belum sepenuhnya menganggap mereka sebagai teman idamanku), aku memaklumi dan di satu sisi merasa bersalah karena telah berpikiran jelek tentangnya, bukan cuma dia tapi semua teman yang baru aku kenal.
***
Setibaku di kelas, suasananya masih lumayan sepi - tidak sepi-sepi amat karena beberapa siswa-siswi sudah datang sebelumku - dengan coretan materi fisika masih terpampang jelas di papan tulis. Segera aku menduduki kursiku, lalu berinisiatif mencatat materi yang ada didepan untuk mengejar ketertinggalan, meskipun pada hari itu tidak ada jam pelajaran fisika.
Tak lama berselang, Geri datang dan ini menjadi kesempatanku buat meminjam buku-buku pelajaran, mengejar materi selama aku tidak masuk sekolah.
Tapi meskipun demikian, aku merasa tidak enakan harus meminjam padanya, padahal sebelumnya kami sudah saling kenal. Kekhawatiran terbesarku akan kebencian teman-teman dimasa lalu, selalu saja menghantui setiap langkahku akan menjalin pertemanan dengan orang-orang baru dilingkungan yang baru ini.
Setiap aku hendak memanggilnya, aku selalu ragu. Kulakukan berulang, masih saja sama. Aku yang saat ini tidak cukup berani untuk memulai percakapan duluan sama orang asing dan lebih memilih berbicara kalau orang tersebut bertanya padaku.
Demi kebaikanku, dengan berat aku menegurnya yang persis duduk didepanku.
"Geri!" tegurku pelan sembari menepuk pundaknya.
"Ya? Kenapa?" ujarnya menoleh ke arahku, sedikit membenarkan kacamatanya.
"Gini, gua boleh pinjem buku lo gak?" pintaku.
"Buku? Tentu aja boleh dong! Mau pinjem buku apa emangnya?" tanyanya.
"Sorry nih ya kalo gua rada gak tau diri, tapi kalo boleh gua mau pinjem buku lo buat ngejar materi selama gua gak masuk sekolah," pintaku sedikit ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Kita; Senyumlah!
Novela JuvenilIni adalah kisah cinta yang terikat dengan peristiwa dimasa lalu antara Andrean Cakrabuwana dengan Putri Sheeren Aulia. Akankah semuanya berjalan baik-baik saja? You will see guys!