19.

881 60 12
                                    

Happy reading!!

Khaotung benar-benar bersyukur, siang ini ia masih diberi kesempatan untuk bisa bangun setelah melewati malam mengerikan yang ia lewati dengan Podd.

Podd benar-benar tak bisa di kenali oleh Khaotung. Bahkan, saat Khaotung memohon dengan deraian air mata, Podd tidak melihat penderitaanya sedikitpun. Dia sibuk memuaskan amarahnya, menyakiti Khaotung seperti boneka sex juga samsak tinju.

Khaotung menggeliat sekali, dan tubuhnya langsung terasa sakit. Ia pun memutuskan untuk tidak lagi bergerak lebih jauh, mungkin tidur sepanjang hari akan meringankan sakitnya.

"Khaotung? Kau sudah bangun?"

Khaotung kembali membuka kedua matanya.
Terlihat Podd masuk ke dalam kamar dengan celemek menutupi kemeja putihnya, ia juga membawa nampan berisi makan siang, terlambat untuk Khaotung sarapan.

"Tadi aku sudah membuatkanmu sarapan tapi karena masih tidur aku membuangnya karena itu menjadi basi." Jo lalu menunjukkan makan siang yang ia buat, baru dan hangat.

"Jadi aku membuat yang baru," sambungnya dengan senyuman.

Khaotung menatap Podd yang kembali ke pribadi lembutnya, penuh perhatian dan menyenangkan.

Khaotung terus memperhatikan Podd saat sang kekasih membantunya untuk duduk bersender pada kepala ranjang.
Tau tatapan penuh keheranan Khaotung, Podd lalu menyimpan terlebih dahulu nampannya ke atas nakas kemudian meraih tangan Khaotung yang ia elus sepenuh hati.

"Maafkan aku soal semalam, aku dibutakan oleh cemburu." Podd mengusap rambut Khaotung, matanya benar-benar menunjukkan rasa bersalah, dia bertindak tanpa memikirkan dampaknya pada Khaotung.

Inginnya tidak memaafkan, tapi mungkin Khaotung juga salah karena membiarkan Tay yang bukan siapa-siapa mengecup pipinya seperti itu. Jadi Khaotung mengangguk, memaafkan Podd yang sebenarnya sudah berlalu kelewatan. Tapi, Khaotung percaya bahwa seseorang akan berubah jika diberi kesempatan kedua.
.
.
.

Amp menjadi tidak tenang sejak kemarin, kertas itu sudah ia bakar dan bunganya pun Amp buang ke tong sampah. Namun tentunya itu tak akan menghentikan Khaotung  mengirim semacam itu lagi padanya, ia yakin seratus persen Khaotung lah dibalik semua ini.
Hanya dia satu-satunya yang punya pemikiran jika Tin bukanlah anak kandung First, seperti ia sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar daripada sekedar menggoda First untuk kembali padanya.
Berbicara dan bersikap dominan padanya tak membuahkan hasil, Amp berpikir jika Khaotung itu lemah karena kehidupannya dikeliling laki-laki dominan semacam Podd, First,, juga teman-teman homonya.
Amp justru diserang balik malam itu oleh Khaotung ke titik yang tak pernah ia bayangkan.

"Apa yang kau pikirkan?"

Amp menolehkan kepalanya pada First, lalu menghela napas sembari kembali sibuk menyuapi buah pisang pada Tin yang kini duduk dipangkuan First.

"Banyak," jawab Amp.

"Apa salah satunya?"

"Aku tidak suka Khaotung menjadi bagian keluarga kita." Amp lalu menjelaskan jika bagus bagi mereka jika Khaotung sudah menerima semua hal yang terjadi dimasa lalu.

Namun jika dia akan hadir kembali sebagai teman, Amp justru khawatir ia ataupun First akan memperlakukannya dengan berbeda, sebuah perlakuan bukan karena Khaotung adalah teman melainkan sebuah tindakan karena rasa bersalah.

"Kau mengerti,kan?" Tanya Amp sekali lagi. "Itu menjadi lebih baik saat kita menjalani kehidupan masing-masing."

First  mengerti, jauh lebih mengerti tentang maksud apa yang sebenarnya ingin Amp sampaikan.
Dia juga merasa demikian, lebih baik baginya menyimpan rasa rindu dan cinta daripada menggebu menahan cemburu karena Khaotung muncul sebagai milik orang lain.
Tapi memangnya mereka punya hak apa memisahkan Podd dan Khaotung, keduanya seperti saling mencintai.

-DUDA- (FIRSTKHAO) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang