Angkasa Hendra

7.1K 374 8
                                    

Isakan itu terdengar hampir 1 menit lamanya. Pelukan hangat sang putra menyembuhkan rasa rindu yang ia pendam selama itu.

Begitu tersiksa berjauhan dengan sang anak tanpa kabar sedikitpun. Kadang merasa takut akan terjadi sesuatu dan dirinya tak tau.

Tapi hatinya sudah tenang kini melihat sulungnya pulang dalam keadaan baik-baik saja.

"Udah, Bu. Nanti serak suaranya." Ucapnya terus menenangkannya. Hendra sekuat mungkin menghentikan tangisannya. Mendongak. Menangkup pipi tegas itu. Mengelus halus rambut putih itu.

"Bubu kangen."

"Ily juga kangen banget sama Bubu. Maaf ya udah bikin khawatir."

"Yang terpenting Bubu sekarang udah liat kamu didepan sini. Bubu jadi tenang."

Ily mengangguk. Matanya terfokus pada objek yang sedari tadi berdiri di ujung tangga. Bersender dengan tangan berpangku didepan dada. Mata gelap tajam yang menatap interaksi mereka.

"Dad..." Panggilnya.

Hening sesaat sebelum terlihat Angkasa yang menghela napasnya sebelum memilih turun menghampirinya. Sekejam-kejamnya Angkasa jika marah, dia tetap mengingat sulungnya itu. Dia juga ada rasa untuk merindukannya. Ily tetap darah dagingnya. Bahkan ia selalu bilang kalau Ily baik-baik saja disaat Hendra selalu bertanya padanya kabar anaknya ini.

"Nggak mati kan?"

Hendra menabok bahu Angkasa yang menanyakan hal ambigu seperti itu. Tapi Ily malah terkekeh singkat mendengar pertanyaan sang Daddy. Agak laen.

"Seperti yang Daddy lihat."

"Daddy percaya kamu tak akan kembali dengan luka atau Bubu mu ini akan marah."

Ily mengangguk. Dia menyelesaikan pesan Angkasa untuk kembali dengan raga utuh. Dan ia tepati itu.

"Jadi? Sudah sesukses apa sampai berani kembali?"

Hendra jengah mendengar Angkasa terlalu keras pada anaknya itu. Bagaimana mungkin baru sampai sudah ditanyai seperti itu.

Tangannya menarik keduanya untuk berbicara sambil duduk. Dan mereka menurut.

Hendra masih menempeli Ily. Memeluk erat lengan itu membuat Angkasa menatap keduanya dengan wajah masam. Oh ayolah. Tuan Angkasa itu sedang cemburu dengan anak nya sendiri.

Ily mengambil tas yang ia bawa. Mengeluarkan beberapa berkas dan amplop coklat. Memberikannya pada Angkasa.

"Itu hasil yang Ily dapat untuk bisa pulang."

Angkasa mengeceknya satu persatu. Mengangguk-anggukan kepalanya memahami semua sertifikat dan data penghasilan yang Ily dapat sebulan terakhir. Dan itu semua diluar ekspektasi nya. Bahkan penghasilan Ily melebihi miliknya. Padahal ia hanya memberi uang 10M untuknya bertahan hidup. Tentu saja Angkasa memikirkannya matang-matang. Dia tau pengeluaran perbulan di Kanada itu sangat mahal. Dan lihat. Ily bisa menggunakan uang itu dengan sebaik-baiknya.

Sebenarnya Angkasa tau perkembangan Ily. Menjadi orang populer membuatnya selalu update berita dunia. Tentu saja wajah anaknya yang tersorot kamera membuatnya selalu memantaunya. Pada masa jaya Ily menjadi seorang model terkenal dan sekarang mempunyai perusahaan dibidang sutra dan penambangan emas.

Bahkan dulu Angkasa membutuhkan hampir 15 tahun untuk bisa membangun 1 anak perusahan. Sepertinya dia lupa Ily memiliiki kapasitas otak diatas rata-rata.

Bangga?

Tentu saja.

Dia bangga memiliki anak seperti Ilyan.

TWINS {S2} ⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang