Chapter 11: That Boy, Confide

11 5 0
                                    

"Apa ini?" tanya Daniel sehabis menangkap sebuah kotak kayu yang dilemparkan Vera kepadanya. Daniel membuka kotak itu, lalu menemukan beberapa gulung perban di dalamnya. Vera langsung berbalik pergi, tetapi dengan segera Daniel menggenggam lengan Vera, menghentikan gadis itu pergi. "Apakah kamu tidak akan membantuku mengobati luka-luka ini?"

Vera terdiam sejenak. Tanpa berbicara apa-apa, Vera mengambil kembali kotak yang dipegang Daniel itu. Daniel tidak menyangka kalau Vera benar-benar mau membantu Daniel mengobati luka-lukanya.

Mereka berdua pun duduk berdampingan di atas sofa. Vera membalutkan perban tanpa kelembutan sama sekali. Daniel meringis kesakitan setiap kali Vera mengikat perban kuat-kuat.

Selama mengobati Daniel, wanita berwajah tengkorak itu mengatup mulutnya, tidak bersuara sama sekali. Daniel ingin mencairkan suasana ini, sekaligus mengenal Vera lebih dekat lagi.

"Hei," ujar Daniel tiba-tiba. "Apa hubunganmu dengan Crow?"

Vera tidak menjawab.

Kedua orang itu kembali dalam keheningan. Vera sama sekali tidak berniat memecahkan keheningan itu, dan Daniel tidak menyerah untuk memikirkan topik yang bisa mencairkan kebekuan di antara mereka ini.

Sementara memikirkan topik, tiba-tiba saja Daniel teringat sesuatu. Dia teringat akan sebuah kenangan yang ia rasa sebagai satu-satunya kenangan baik tentang kakaknya yang ia simpan di dalam ingatannya.

"Vera, apakah kamu mempunyai saudara?"

Daniel dapat merasakan Vera terhenti untuk sepersekian detik, kemudian kembali lanjut membalut luka Daniel. "Kelihatannya?"

"Benar juga, sebelum aku datang di pondok ini hanya ada kamu dan Master, ya?" ucap Daniel sambil tersenyum kecil. "Kalau aku, aku mempunyai seorang kakak perempuan."

"Seperti apa kakak perempuanmu itu?" tanya Vera setelah terdiam beberapa saat. Daniel tidak menyangka jika Vera tertarik untuk melanjutkan topik ini.

"Dia orang yang sangat bodoh, tapi baik hati," ucap Daniel sambil tersenyum lebar. "Dulu, saat aku dimarahi dan dihukum karena mendapat nilai jelek di sekolah, kakakku tidak hentinya menghiburku dan mengajari pelajaran yang tidak kukuasai sampai aku bisa."

Lagi-lagi Vera membutuhkan waktu cukup lama untuk menanggapi Daniel, tetapi setidaknya dia benar-benar ingin menanggapi. "Apakah itu artinya hubunganmu dengan kakakmu itu baik?"

"Sayangnya, tidak," jawab Daniel. Daniel menunduk dan menerawang, sedikit demi sedikit senyumnya memudar. "Aku mengkhianatinya."

Vera terdiam. Kali ini, dia tidak menanggapi apa-apa.

"Aku membencinya," tambah Daniel, cukup membuat Vera keheranan sehingga mengangkat kepalanya untuk menatap Daniel.

"Kamu membencinya?" tanya Vera. Daniel pun mengangkat kepalanya dan menatap Vera pada matanya. Jarak mereka begitu dekat, Daniel bisa melihat refleksi wajahnya di bola mata Vera. Daniel tersenyum lembut.

"Aku membencinya, tapi aku juga sangat menyayanginya."

"Kalau begitu, kenapa kamu membencinya?" tanya Vera, masih kebingungan.

"Mungkin kamu tidak akan mengerti, Vera. Ini adalah perasaan yang hanya bisa dimiliki orang yang memiliki saudara. Rasanya benci setengah mati, tapi juga aku rela kalau harus mati demi dia."

Saat itu, Vera dapat melihat luka di balik senyuman dan tatapan Daniel.

Bukan sekali atau dua kali Daniel berdoa meminta nyawanya ditukar dengan kakaknya. Namun dia juga tahu, dosanya tidak bisa ditebus semudah itu. Daniel harus menjalani neraka ini, entah sampai kapan. Enam tahun, waktu yang sangat panjang.

The Black SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang