"Apa yang terjadi di sini?" gumam Crow. Gourmet yang duduk terikat di atas kursi dengan kepala yang menunduk mengeluarkan suatu suara dari mulutnya. Crow mendekatkan telinganya untuk bisa mendengar lebih jelas, tetapi tetap saja yang terdengar hanya suatu gumaman tanpa arti.
Crow berjongkok di depan Gourmet, memperhatikan ekspresi wajah perempuan itu. Kedua matanya terbuka, tetapi hanya bagian putih yang terlihat. Mulutnya bergerak-gerak menggumamkan sesuatu. Wajahnya itu menunjukkan ketakutan yang sangat luar biasa. Kesadarannya antara ada dan tiada. Percuma saja berbicara dengannya.
"Pria itu sudah datang menjemput, ya?" tanya Crow, tidak ditanyakan pada Gourmet, melainkan pria yang sejak tadi ada di belakangnya, pria yang menyalakan lilin untuknya. Crow menoleh, menemukan Si Penjaga yang terbaring di lantai, dengan tubuh yang tercincang. Bagian terbesar yang tersisa adalah dadanya yang terpotong secara diagonal, dengan kepala dan tangan kirinya masih menyambung. Kedua mata pria itu dengan sklera berwarna hitam dan iris yang merah menatap Crow dengan campuran rasa marah sekaligus ngeri.
"Apakah kamu senang? Melihat kami kalah telak seperti ini?" geramnya. Bagian-bagian tubuhnya yang terpotong itu tidak mengeluarkan darah, melainkan asap hitam yang saling terhubung. Entah butuh waktu berapa lama, tapi suatu saat nanti seluruh tubuhnya itu akan menyambung kembali. Hal itu bisa memakan waktu berbulan-bulan, melihat banyaknya potongan yang terpisah.
Crow diam, tidak berniat menjawab, tetapi tidak memutus kontak mata dengan Ian. Setelah beberapa saat, Ian mengeluarkan suara batuk. Suara yang dikira batuk oleh Crow dilanjutkan dengan suara tawa.
"Walaupun begitu, kalian juga sudah kalah," ujar Ian sambil tertawa. Matanya berkerut-kerut dan berurat, Crow bisa melihat seringai Ian tanpa perlu melepas penutup mulutnya. "Bagaimana, Dokter? Apakah kamu akan melawan pria itu?"
Crow mengerutkan kening, lalu menundukkan kepala. Perlahan, dia mengangkat tangan dan meraba dadanya yang nyeri. Kemudian dia mengepal tangannya kuat-kuat, membulatkan tekad.
"Begitu, ya," gumam Si Penjaga. "Jadi kamu sudah siap mati."
Crow menggerakkan kakinya untuk melangkah keluar dari mansion, tetapi tiba-tiba saja seseorang mencengkram lengannya. Crow menoleh, menemukan Dog yang tidak dapat bicara maupun berekspresi dengan kepala yang terpotong setengah. Dia hanya diam dengan seluruh tubuhnya menghadap Crow.
Lelaki berpakaian serba hitam itu diam untuk sejenak. Setelah beberapa saat menimbang-nimbang, akhirnya Crow bersuara. "Lukanya tidak mengancam nyawa. Hanya saja, mungkin mentalnya akan terganggu," papar Crow. Pria itu merogoh kantong di dalam jasnya, lalu mengeluarkan sebuah kaleng pipih berisikan salep obat. "Gunakan ini untuk mengobati lukanya. Anggap saja sebagai imbalan sudah memberitahuku lokasi Lentera Jiwa."
Setelah mendapat salep, Dog melepaskan Crow. Crow pergi dari ruangan itu, dan tidak ada seorang pun yang mengejarnya. Dia mengambil Lentera Jiwa dan keluar dari mansion Gourmet dengan mulus.
Dada Crow terasa sakit, begitu juga dengan beberapa bagian di tubuhnya. Sepertinya sisik hitam itu akan muncul lagi, dan dalam waktu dekat dia tidak akan bisa bergerak. Meski dia masih mempunyai persediaan obat untuk penyakitnya ini, tetapi obat itu mungkin sudah tidak mempan. Waktunya memang sudah habis.
Pemandangan yang disaksikannya sebelum ini, pemandangan Dog yang diam tidak mengejar, terus berdiri di sisi majikannya...
Pemandangan itu akan Crow ukir dalam ingatannya walau ingatannya tidak akan bertahan terlalu lama. Pemandangan yang terlihat gore dan menjijikkan, entah mengapa memberikan kehangatan di dalam hati Crow.
***
Tegang, gelisah, khawatir, dan grogi. Daniel tidak bisa berhenti menggoyang-goyangkan kakinya walau sedang duduk di atas kursi rumah sakit yang berdebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Soul
Fantasy***Mengandung gore dan sadisme*** Update setiap Jumat, pk. 17.00 (Di Karyakarsa sudah sampai Chapter 30) Daniel, seorang manusia biasa, tahu-tahu saja terjebak di dunia yang aneh. Para makhluk penghuni dunia itu menyebut dunia mereka Hueca. Daniel t...