Chapter 31: Finally, 26th April

16 2 0
                                    

"Rokok?"

Pria di sampingnya itu mengerutkan kening, seolah menghakimi orang yang menawarinya rokok. "Aku gak merokok," jawabnya tegas.

"Dia 'kan sudah berhenti merokok sejak kelas tiga SMA!" tegur Guntur pada Eko. Eko menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya, baru ingat.

Daniel, Guntur, dan Eko duduk bersebelahan di meja terpanjang sebuah restoran tempat SMA mereka mengadakan reuni. Restoran itu memiliki jendela dinding yang selalu terbuka, sehingga mengizinkan pengunjungnya untuk merokok. Walau ada banyak peserta reuni yang mengeluhkan asap rokok, tetapi tetap saja hampir separuh dari peserta reuni itu menyalakan batang rokok.

Tiga sahabat itu langsung kembali akrab walau lima belas tahun terpisah. Setelah lulus SMA, Eko pergi merantau untuk kuliah di kota lain. Sementara itu Guntur juga merantau ke kota besar, namun bukan untuk melanjutkan pendidikan, melainkan untuk mencari kerja. Daniel sendiri, dia tetap berada di kota ini.

"Duh, kukira dia gak akan datang!" bisik Eko sambil menutupi wajahnya dengan tangan. Daniel dan Guntur secara bersamaan memandang ke arah pintu masuk restoran, menemukan sesosok perempuan cantik dengan anting-anting yang besar dan mencolok. Wajah perempuan itu tidak jauh berbeda dengan saat SMA, sangat mudah untuk dikenali.

"Oh, mantan kamu, toh," celetuk Guntur. "Tenang saja, dia gak akan mengenali kamu yang sekarang!"

Guntur dan Daniel mendengus, menahan tawa. Eko yang sekarang berubah drastis dengan Eko pada saat SMA. Pada waktu SMA, Eko sangat kurus terlihat seperti tulang berbalut kulit. Tapi kini, dia justru menjadi bapak-bapak gemuk dengan perut buncit. "Eh! Kalian jangan mengejek, ya!" seru Eko. "Ini tanda pernikahan yang bahagia!" bangga Eko sambil menepuk perut buncitnya itu.

Kali ini, Guntur dan Daniel tidak menahan tawa. Mereka meledakkan tawa secara bersamaan.

Selain Eko, Guntur juga memiliki penampilan yang cukup berbeda. Di masa SMA, tubuhnya itu memang sudah terbilang cukup besar, tetapi sekarang dia sangat kekar. Selama ini dia bekerja sebagai personal trainer di gym, sudah jelas itulah yang membuat ototnya berkembang dengan baik.

Sementara Daniel, dia hampir tidak berubah. Namun bagi Eko dan Guntur yang tidak bertemu dengan Daniel selama lima belas tahun, Daniel benar-benar seperti orang lain. Selain tubuhnya yang lebih tinggi dan dadanya yang lebih bidang dibanding saat remaja, entah mengapa aura Daniel juga lebih dewasa dan kalem. Rambutnya yang hitam itu disisir dengan rapi, terlihat menggunakan pomade. Dia memakai setelan jas hitam, tidak lupa dengan dasinya. Sejak tadi Eko dan Guntur penasaran, tetapi masih belum menanyakan tentang penampilan Daniel.

"Niel, kenapa kamu pakai baju rapi-rapi amat?" tanya Eko akhirnya setelah menghisap rokok.

Daniel mengambil gelas dari meja, menenggak beberapa teguk air putih sebelum menjawab. "Soalnya habis ini aku mau pergi melayat," jawabnya tenang. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi kesedihan, hanya ada senyum tipis yang menyiratkan kerinduan.

"Oh..." gumam Eko, tidak berkata-kata lebih lanjut lagi.

"Sudah lima belas tahun, ya," sambung Guntur, juga sedang menghisap rokok. "Sejak kakakmu..."

"Iya," jawab Daniel singkat.

"Aneh, ya. Setelah enam tahun menghilang, disusul kamu yang menghilang selama dua bulan. Eh, tahu-tahu saja kalian muncul bersamaan di tempat yang sangat jauh dari rumah," lanjut Guntur. Eko menepuk paha Guntur, mengisyaratkan pria itu untuk berhenti. Guntur justru kelihatan tersinggung. "Dulu aku gak berani bicara soal ini karena ini topik yang masih sensitif. Sekarang sudah lima belas tahun berlalu, aku masih gak boleh bicara?"

Daniel tertawa mendengarnya. "Gak apa-apa, kok. Kamu mau tanya apa soal ini?" ucap Daniel dengan nada yang sangat ramah.

Eko dan Guntur saling bertatapan sebelum menyuarakan pertanyaan yang sudah mereka simpan selama lima belas tahun. "Sebenarnya apa yang terjadi di antara kamu dan kakakmu, Niel?" tanya Eko.

The Black SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang