Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Daniel dan Vera menyusup keluar dari pondok sebelum matahari terbenam. Mereka tidak melihat Master sama sekali. Kedua anak itu cukup yakin kalau Master masih berada di dalam kamarnya, entah apa yang sedang dia lakukan.
Mereka berlari secepat yang mereka bisa menuju kota tanpa menimbulkan suara. Tidak ada satu pun penghuni pondok yang berada di luar sejauh ini, dan begitu juga ketika mereka tiba di kota. Semua penduduk kota masih berada di dalam rumahnya masing-masing, tapi Daniel dan Vera tahu kalau mereka bisa keluar kapan saja.
Kota sudah diberikan hiasan sepanjang jalannya. Di langit, digantungkan secara zig-zag lampion-lampion kecil berwarna merah. Di pinggir jalan juga sudah berdiri stan makanan yang kosong, yang sebentar lagi akan terisi dan dipadati oleh orang-orang. Daniel berusaha fokus menatap ke depan, tidak terlalu banyak melihat-lihat. Selain karena dia harus mengikuti kecepatan lari Vera, dia juga tidak mau membayangkan organ-organ tubuh manusia digantung dan dijajakan dalam festival.
Vera memilih jalan-jalan tikus yang tidak pernah diperhatikan oleh Daniel selama ini. Tanpa sadar, tahu-tahu saja mereka sudah berada dekat sekali dengan mansion yang mereka tuju.
Vera terhenti di ujung gang, menatap mansion yang nampak jelas pada ujung gang lainnya. Daniel turut berhenti di belakang Vera dengan napas yang terengah-engah. Anak lelaki itu melirik Vera, tidak percaya melihat gadis itu sama sekali tidak kehabisan napas.
Perlahan namun pasti, Vera melangkahkan kakinya ke depan. Daniel mengikutinya dari belakang sambil mengatur kembali napasnya yang memburu.
Karena terlalu fokus pada bangunan besar yang berada di balik gang, Daniel terlonjak kaget ketika menyadari ada bayangan hitam yang jangkung menunggu di samping pintu keluar gang.
Crow berdiri di depan gang, menggunakan sihir sehingga menyembunyikan keberadaannya di balik bayangan. Pria itu mengenakan pakaian serba hitam seperti hari-hari lainnya. Dia sudah mengganti pakaian rusaknya dengan yang baru, kecuali topengnya. Daniel masih bisa melihat tatapan dingin dari mata kiri Crow yang terbuka karena topengnya tercabik. Dia juga tidak lagi mengenakan topi, sehingga rambut hitamnya terlihat jelas.
Crow mengangkat tangan kirinya, lalu sebuah formasi sihir sebesar telapak tangan muncul. Tampak sesuatu keluar dari formasi itu. Sesuatu yang bergelombang dan lembut, seperti kain sutera berwarna hitam. Kain itu menari-nari di udara, lalu melingkupi tubuh Daniel dan Vera. Perlahan-lahan, kain hitam misterius itu semakin mengecil melilit mereka berdua, lalu lenyap seperti uap begitu menyentuh kulit.
"Dengan mantra yang kutempelkan, tidak akan ada yang bisa menyadari hawa keberadaan kalian," jelas Crow. Ketiga orang itu terdiam, saling tatap untuk sejenak. Dalam waktu beberapa detik itu, semua termenung dan menyadari betul betapa pentingnya hari ini, dan tidak akan ada lagi hari esok setelahnya.
Jika misi ini sukses, Vera dan Daniel akan kembali ke dunia manusia, meninggalkan ini semua bagai mimpi buruk yang perlahan juga memudari dari memori—semoga saja. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya... maka semuanya berhenti di sana. Tidak akan ada lagi kelanjutan dari cerita mereka berdua.
Setelah merasa cukup yakin dan siap, Daniel menatap Vera dan mengangguk. Vera balas menatapnya, lalu mengangguk kecil. Kakak-beradik itu ganti menatap Crow. Pria itu menatap balik mereka berdua dengan tatapan kosong. Setelah beberapa saat, akhirnya dia juga turut mengangguk.
Crow membalik badan dan berlari terlebih dahulu, memimpin penyusupan ke dalam mansion. Vera berlari tepat di belakang Crow sambil memegangi tudung jubahnya agar tidak tertiup angin. Di paling belakang, Daniel mati-matian mengikuti kecepatan lari mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Soul
Fantasi***Mengandung gore dan sadisme*** Update setiap Jumat, pk. 17.00 (Di Karyakarsa sudah sampai Chapter 30) Daniel, seorang manusia biasa, tahu-tahu saja terjebak di dunia yang aneh. Para makhluk penghuni dunia itu menyebut dunia mereka Hueca. Daniel t...