Baik kekuatan sihir maupun nyawa Crow, keduanya sudah tipis. Crow masih mengusahakan dirinya untuk bisa bergerak demi melindungi dua manusia ini pada saat darurat.
Mereka bertiga menyelinap melalui gang-gang yang gelap dan sepi sementara semua sedang merayakan Festival Darah di tengah kota. Sambil berjalan, Vera menemukan kapak yang diletakkan di pinggir salah satu gang dan mengambilnya untuk menggantikan kapaknya yang hilang.
Mereka berhasil tiba di pesisir pantai yang gelap dan tidak ada orang, lalu mencuri salah satu perahu di sana. Lentera Jiwa diletakkan di bagian depan perahu, lalu mereka mulai mendayung sesenyap mungkin untuk tidak menarik perhatian.
Vera mendayung perahu, Daniel mengarahkan dengan membaca Kompas Darah, sementara Crow sedang mengobati dirinya sendiri.
Semakin dekat ke tempat yang mereka tuju, gelombang laut menjadi semakin tinggi. Dan tiba-tiba saja, kedua kaki Vera melemas. Vera hampir jatuh, tetapi dia memaksakan dirinya untuk bisa tetap berdiri. Daniel adalah yang pertama menyadari hal itu.
"Kakak, kenapa?" tanya Daniel cemas.
Napas Vera menjadi berat dan tidak teratur. Saat itu, dia teringat akan perkataan Gourmet sebelum Vera kehilangan kesadaran.
Vera menggelengkan kepalanya pada Daniel. "Aku gak apa-apa," jawabnya.
Sebelum Daniel bisa membalas Vera, sebuah guncangan besar menabrak perahu mereka. Vera dan Crow langsung siaga. Keduanya bersiap dengan senjata mereka. Vera dengan kapaknya, dan Crow dengan kekuatan sihirnya yang tinggal sedikit.
"Mereka datang," bisik Vera.
"Apa? Apa yang datang?" tanya Daniel sambil melihat ke sekitar dengan panik, mencari-cari sesuatu.
"Seharusnya, mereka takut kepada Lentera Jiwa," gumam Crow dengan suara pelan, tetapi tidak mengurangi kewaspadaannya. Crow tahu fakta tersebut, tetapi entah mengapa lelaki itu tampak gelisah akan sesuatu.
Vera lanjut mendayung tanpa melepas kapak di genggamannya. Matanya siaga, melihat ke kanan dan kiri.
Sekilas, terlihat ada kepala manusia menyembul dari permukaan air. Daniel menarik napas ngeri. Namun, seperti yang dikatakan oleh Dokter, makhluk yang merayap di bawah perahu itu tampak ketakutan terhadap Lentera Jiwa. Wajah yang diterangi cahaya dari Lentera Jiwa itu tampak mengerucut seolah jijik kepada lentera itu, lalu segera menceburkan diri ke dalam lautan lagi.
Daniel menghela napas lega. Perairan berubah kembali menjadi tenang. Perahu mereka meneruskan perjalanan dalam kesunyian. Tidak ada seorang pun yang berani memecah sunyi ini, membuat suasana semakin tegang.
Tiba-tiba saja, ada sebuah gelombang besar datang dari ujung pandangan, menghantam perahu mereka tanpa dapat dihindari.
"A—apa lagi kali ini!?" seru Daniel.
Crow terlihat membuka mulutnya, tetapi menutupnya lagi. Daniel tahu ada yang tidak beres. Si Dokter pastinya menyembunyikan sesuatu.
"Crow!" panggil Daniel.
Crow mengangkat kepalanya, melihat bahwa kakak-beradik di depannya sama-sama sedang menatapnya, menunggu jawaban.
"Memang, di buku itu tertulis bahwa makhluk-makhluk itu takut kepada Lentera Jiwa," ucap Crow pelan.
"Tapi?" sambung Daniel.
"Tapi, halaman selanjutnya dirobek."
"Apa!?"
Sebuah gelombang besar menghantam mereka lagi. Vera memegang erat kapaknya dan terus membawa perahu mereka maju. Gelombang kedua. Gelombang ketiga. Hingga akhirnya, mereka muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Soul
Fantasía***Mengandung gore dan sadisme*** Update setiap Jumat, pk. 17.00 (Di Karyakarsa sudah sampai Chapter 30) Daniel, seorang manusia biasa, tahu-tahu saja terjebak di dunia yang aneh. Para makhluk penghuni dunia itu menyebut dunia mereka Hueca. Daniel t...