19. All is fair

39 12 1
                                    

⚠️⚠️Warning!! Warning!!⚠️⚠️

Cerita ini banyak kekurangan, plot hole, typo bertebaran, belum lagi kesalahan grammar dan gaya penulisan yang berubah sesuai mood yang nulis__aku.

Take your chance and leave buat yang pengen cerita wow dan perfect, karena nggak mungkin didapetin disini.

Aku buat ini cuma buat seneng-seneng aja jadi mari kita sama-sama having fun.

••☆••♡♡♡••☆••















Polly, Cale, dan Nia duduk dalam posisi setengah lingkaran di depan sang terdakwa Ken, yang pasrah karena sudah tahu cepat atau lambat pasti akan terjadi. Apalagi dengan tingkat kepo Sang Kanjeng Ratu Penelope, tidak dicegat di depan pintu saat pulang saja sudah bagus. Fiuh.

“Your name?,”

“Kendra,” menuruti saja apapun pertanyaan mereka bertiga

Polly mengangguk setuju, “Oh, ternyata beneran dia guys,” katanya sambil menoleh pada Nia dan Cale yang mengangguk, seolah mereka sudah berdiskusi apakah Ken sedang kerasukan atau apa.

“Kesalahan?,”

“Ngasuh orang sakit??,” Ken sendiri tak yakin, karena yang dia lakukan hanya menyibukkan diri dengan koleksi merch dan buku milik Daniel.

“Ck,” Polly medecakkan lidahnya “tolong jawab dengan jujur ya,”

“I did,” Ken mendesah “ I mean, he sticked to me like a leech. What do you expect me to do in that situations?,” 🤷🏻‍♀️

“Beat him to pulp, ofcourse!,” jawab Nia dan Cale saling bersahutan

Ken memandang lurus mereka bertiga, “Yakin?,”

Dan merekapun cengengesan, “Oh, well. I mean kalau itu Damian ya mau gimana lagi…” Polly langsung mengeluarkan gf card nya

Cale dan Nia saling pandang, “North biasanya nggak pernah nginep walau suka dateng sesukanya,”

“That's it, nggak semuanya perlu diromantisasi,” Ken menjentikkan jarinya “let's wrap this out.”

Polly sebenarnya masih sangat belum puas, tapi tangan Cale menyadarkannya untuk tidak bertanya lebih lanjut kalau masih mau mempertahankan hubungan baik dengan Ken.

Ken masih saja sangat tertutup. Hal itu tentu saja sangat bertentangan dengan jiwa Polly yang bebas dan menggebu-gebu. Memang ada bagusnya tadi dia tidak mewawancarai Ken sendiri.

Dann mungkin akan mengamuk kalau Ken sampai menjauh karena tidak nyaman dan Damian kemungkinan besar akan mengomelinya. Belum lagi North, hah…







••☆••♡♡♡••☆••









Ken duduk kembali di kasur untuk yang ketiga kalinya dalam 10 menit. Sedari tadi gadis itu maju mundur antara pergi menikmati hari di beranda cafe seperti biasa sambil menulis atau diam saja di rumah.

Selama ini dia secara tersirat mencoba mengubah pikiran Dann agar berhenti berharap lebih padanya dengan mengungkapkan betapa rapuh dan random isi dunianya. Tapi Dann tetap tak bergeming, masih disana, kokoh dan yakin dengan keputusannya.

He's weird, Ken tidak mengerti kenapa pemuda itu bisa tertarik padanya.

Dia bukan tipe orang yang cerewet dan asik seperti Polly, menyenangkan dan feminim seperti Cale atau menggemaskan dan lucu seperti Nia. She just, there… living her life. With no certainty on what she's doing even now.

Satu desahan lolos darinya, memang hal yang paling mudah untuk dilakukan adalah mengabaikannya. Tidak semua pertanyaan punya jawaban bagus yang bisa dijelaskan dengan logika.

Dengan itu, Ken menyambar tote bag yang biasa dipakainya lalu memastikan penampilannya sekali lagi di depan cermin. Oke, rapi. Begini saja sudah cukup.







••☆••♡♡♡••☆••







Ken kira hatinya sudah cukup siap untuk bertemu Daniel sore itu tapi ternyata tidak. Senyum cemerlang Dann nyaris menelan seluruh semesta menjadi background.

“Goodness!,” Ken akhirnya tak tahan “mau sampe kapan senyum begitu terus?,”

“Kamu lupa bawa novelnya by the way,” merujuk pada novel The Little Prince yang dibaca Ken saat berada di flat nya.

Ken teringat buku yang sempat ingin dia pinjam tapi malah tak menemukan keberadaannya saat pamit pulang, “It's okay, nanti aku beli online,”

Dann langsung cemberut, strateginya terancam gagal. Padahal dialah penyebab utama novel itu mendadak hilang, “buat apa beli kalau bisa baca gratis? Come over, hmm??,”

Alis kiri Ken naik mendengar itu, “I knew it, nggak mungkin itu buku tiba-tiba ngilang gitu aja,”

Tertangkap basah, Dann hanya mengedikkan bahunya sambil cengengesan, “all is fair in love and war,”

Ken mengabaikannya, malas menanggapi. Sebal sedikit.

“Oh come on, Kendra,” Dann menyodok gelas lychee tea yang kini hanya berisi setengah “aku nggak berbahaya, kok!,”

“Or you can tame me, like what the little prince do to the fox,” goda Dann sambil memperhatikan ekspresi Kendra lebih dalam

“Ah, let's do that,” Dann bertepuk tangan ketika otak cemerlangnya akhirnya berguna “ayo kita bikin diskusi kelompok, you and me” dia menunjuk dirinya sendiri lalu Ken yang kini kelihatan tertarik

“tentang musik, novel, film atau bahkan misteri kenapa North sangat suka menggangu kesenangan orang lain?,” bersungut-sungut dan agak salty di akhir ketika melihat North mendekat dengan muka menyebalkan.

“Let's get to work, lover boy!” katanya sambil menunjuk ke arah pintu masuk “rombongan datang,”

Benar saja, ada kira-kira belasan orang dalam rombongan itu, dan semuanya terlihat masih muda. Sepertinya mahasiswa dari bagian lain pulau, the famous Kwangniv.

Dann mengumpat dalam hati, “manusia mana, yang dengan kurang kerjaan populerin ni cafe?” katanya dengan tangan mengepal “darn it,”

Yang disambut kekehan North dan tawa lepas dari Ken. “yaudah gih, cabut sana,” gadis itu pura-pura mengusir keduanya dengan gerakan tangan yang malah disambar Dann lalu menariknya untuk berdiri,

“Bantuin,” yang sialnya disambut baik oleh North. Pada akhirnya kedua sahabat itu bekerjasama menarik Ken untuk ikut membantu melayani para pendatang.

Oh well, Benar kata Dann tadi. Darn it.







••☆••♡♡♡••☆••


Tbc

Aku lagi kurang mood buat cari media hari ini, so... ✌🏻😹








With Love,
061223

Healing Recipe  [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang