Bag 05. Party was begin

726 94 16
                                    

Pukul sembilan malam, Juan termenung di atas permukaan ranjang dengan posisi terlentang menghadap langit-langit kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul sembilan malam, Juan termenung di atas permukaan ranjang dengan posisi terlentang menghadap langit-langit kamar. Satu jam sebelum pesta itu dimulai, dan Juan bimbang mengajak Heera seperti tantangan mereka. Ia tak ingin kelemahannya dijadikan bahan taruhan lainnya, karena Juan tahu bagaimana mereka menikmati sebuah pesta. Apalagi pesta. Apa yang bisa diharapkan ketika pesta itu diadakan di rumah Gamaliel? Semua hal akan dijadikan legal. Juan tahu betul, selain mengajak Heera, mereka punya rencana lain.

Juan pun menghela napas panjangnya, lalu memalingkan tatapannya pada suara ketukan pintu di kamarnya.

"Kak," ucap seseorang terdengar lirih.

Juan pun segera beringsut dari ranjang, lalu berjalan kaki membuka pintu tersebut. Terlihatlah sang adik yang spontan memundurkan langkah dengan kepalanya yang menunduk. Entah apa yang ditakuti Lilia sampai tak berani menatap wajahnya lagi.

"Kenapa?" tanya Juan datar.

"Mama sama Papa pergi ke rumah Nenek—Nenek meninggal," jawab Lilia dengan suaranya yang bergetar.

Tak ada rasa sedih ataupun terkejut, Juan hanya menghela napas. "Kenapa nggak ikut?"

"Aku disuruh jaga rumah sama Kakak, Papa pergi selama empat hari."

"Penyihir itu?"

Lilia tersentak pelan, lalu mengangkat wajah murungnya. "Satu minggu."

Baguslah—Juan tersenyum tipis mendengar jawaban itu, lalu menutup pintu dan melangkahkan kaki menuruni anak tangga. Dengan sengaja menghiraukan Lilia yang masih terpaku di depan pintu.

Ada ataupun tak ada mamanya, Juan tidak peduli. Hanya saja ia merasa senang ketika dalam satu minggu ke depan wajah yang sangat ia benci itu tak terlihat. Membuatnya tenang untuk melakukan segala hal, seperti malam ini. Setelah memantapkan pilihannya, Juan melenggang pergi menggunakan motor besarnya. Memecah jalanan kota, lalu berhenti di sebuah taman yang sekiranya dekat dengan halte busway yang biasa ia tumpangi.

Juan duduk di kursi taman itu, lalu mengetik sebuah pesan yang kemudian ia kirim pada Heera. Sebenarnya bisa saja Juan mengunjungi apartemen Heera, hanya saja ia takut pada penolakan dan memilih menunggu di taman ini. Masa bodoh dengan kesunyian, Juan menunggu Heera sembari merebahkan tubuhnya di seluruh kursi menghadap langit yang sebagiannya hanya tertutup gedung tinggi. Namun, ada bulan yang masih terlihat dan bersinar terang.

Menunggu adalah hal yang merepotkan, meski tahu begitu, itu adalah pilihan Juan. Sampai tak sadar matanya terpejam. Namun, pada menit berikutnya ia membuka matanya secara perlahan ketika mendengar seseorang memanggil namanya.

LIFE LIKE A PETAL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang